Part 22

81.9K 3.4K 63
                                    

Lestarikan budaya vote & comment. 🙂

Have a nice reading ^_^

_______________________________________________

Berkali-kali May mengerjap, memperbaiki penglihatan yang tadinya gelap. Kepalanya mendongak karena masih remang, ternyata memang hanya lampu tidur yang menyala.

Perlahan May meluruskan tubuh, merenggangkan otot-ototnya. Nyeri terasa di mana-mana, tulangnya mungkin ada yang remuk. Dia menoleh ke samping, penyebab penderitanya sudah tidak di sana. May mendengus. Ah, milik tak bertulang pria brengsek itu seakan lebih kuat daripada tulangnya. May kembali berbalik melihat jam digital di atas nakas, jam 21:06.

May langsung terduduk, membuka lebar matanya menatap angka itu. Berapa lama dia tertidur? Tidak. Jangan-jangan dia malah pingsan karena fantasi liar Edward.

Sorot mata May lesu, dia menghadap ke depan. Matanya kembali melotot, di sana, di sofa tidak jauh darinya, Rans dengan tubuh bersandar dan tangan terlipat di dada, sedang menatapnya tanpa berkedip.

Refleks tangan May menutup tubuh bagian atasnya yang terekspos. Menyadari itu tidak menyembunyikan tubuhnya yang telanjang, dia menarik selimut membungkus dirinya hingga yang terlihat hanya kepala.

"Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Menunggumu," jawab Rans datar.

"Sejak kapan?"

"Jam lima."

Otak May segera melakukan hitungan berapa lama Rans di sana, empat jam. Oh God! Apa saja yang telah dia lihat. May yakin tidurnya pasti banyak gerak karena tubuhnya pegal-pegal melayani Edward.

Ya, Edward. Di mana pria itu sekarang?

"Dia sudah pergi sejak jam lima." Seakan Rans bisa mendengar pikiran May. "Aku diminta tidak meninggalkanmu sebelum mengantarmu pulang," lanjutnya.

"Aku tidak bisa pulang hanya dengan selimut ini."

"Mandilah, lalu pakai itu." Rans memberi kode dengan matanya ke arah tas belanjaan di atas meja.

May beringsut ke pinggiran tempat tidur. Nyeri di mana-mana, pangkal pahanya bahkan sangat sakit. Dia sempat meringis menahannya saat duduk dengan posisi yang salah.

"Apa kamu akan tetap di sana?"

Rans mengangguk, "aku akan menunggumu di sini."

May mendesis kesal. Pria ini tidak peka apa?! May bertanya begitu agar diberi privasi. Tidak tuan tidak anak buah, keduanya sama menyebalkan.

Jalan May agak lambat karena pergelangan kakinya kaku. Setelah sampai dekat Rans, dia melirik pria itu sedang sibuk main game di smartphonenya. Pelan May mengeluarkan tangan kanannya dari selimut, menyambar barang di atas meja, lalu beranjak ke kamar mandi. Rans memperhatikan May yang berjalan sedikit pincang dari belakang.

May menatap dirinya di kaca dalam kamar mandi. Dia melepaskan selimutnya hingga jatuh ke lantai dengan sendirinya. Dia menarik napas dalam lalu menghembuskannya pelan. Edward meninggalkan terlalu banyak lebam di tubuhnya, beruntung tidak ada di wajahnya. May melihat bokongnya yang ditepuk Edward puluhan atau bahkan ratusan kali, butuh waktu agar bisa kembali duduk nyaman.

Shower air hangat mengalir deras membasahi seluruh tubuh May. Rasa perih dan ngilu menyatu. Matanya terpejam menghambat buliran hangat keluar. Apakah yang dilakukannya sekarang adalah jalan terbaik untuk mengakhiri karirnya sebagai wanita penghibur? Bertahan, hanya dengan cara itu dia akan mendapatkan bayaran yang diincarnya.

Between Love & ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang