Lestarikan budaya vote & comment.
Enjoy your reading. ^_^
🙂🙂🙂
Setelah seharian bergelut dengan keragu-raguan, May memutuskan tetap menemui Edward seperti biasanya. Well, tidak bisa juga dianggap seperti biasanya karena yang biasanya pria itu akan memberikan instruksi jam berapa dan di mana May harus menemuinya. Sampai Kamis malam, May tidak mendapatkan pesan apa pun dari Edward jadi dia ke apartemen jam 19:00 wib.
Berat rasanya bagi May menekan password apartemen Edward, dia bahkan sempat berdiri hampir dua puluh menit meyakinkan dirinya. Edward sudah pasti merajuk, tapi membujuk pria itu tidak mudah. Apalagi pelanggaran yang dilakukan May cukup fatal.
May menyusuri setiap ruangan mencari Edward hingga akhirnya dia berhenti di depan pintu dapur. Pria itu sedang duduk di sana, di tempat terakhir dia menempelkan sticky note-nya sebagai pesan sebelum ke rumah Natasha.
"Aku menunggu May menemaniku sarapan, makan siang, namun baru muncul saat makan malam." Suara Edward datar namun mampu menggetarkan May. Pria itu menyebut namanya. "Untung makanannya belum dingin semua jadi tidak perlu dihangatkan," lanjutnya masih terkesan biasa.
Pelan May duduk di depan Edward, matanya menghindari beradu pandang. Tatapan Edward tidak pernah lepas darinya hingga May seperti diawasi kamera pengintai.
"Aku...."
"Makanlah! Aku tidak mau kelaparan semakin lama karena May," sela Edward begitu May akan bicara.
Hening.
Makan malam itu hanya dihiasi bunyi garpu dan sendok yang saling bergesekan dengan piring. Tidak ada sepatah kata pun yang diucapkan Edward sedangkan May memilih diam. Edward yang bersikap sewajarnya malah mengganjal di hatinya. Tenang dan damai bersama Edward berarti akan ada perang dan badai. May berharap kali ini tidak sehebat yang dibayangkan, cukuplah Nathan yang memporak-porandakan hidupnya.
Edward tidak meninggalkan tempatnya bahkan setelah May membersihkan sisa makanan dan cuci piring. Dia menunggu May bicara baik-baik. Mungkin saja kali ini dewa Fortuna berpihak pada May membuka hati Edward menerima alasan.
"Apa yang akan May lakukan terhadap pelanggaran yang dibuat sendiri?" tanya Edward masih dengan suara datar setelah May kembali duduk di hadapannya.
"Menurut perjanjian, hanya ada dua pilihan. Perjanjian dibatalkan atau aku bayar sanksi pelanggaran." May berusaha menunjukkan dirinya tidak terintimidasi atas tekanan pria itu.
Seringaian sinis terbentuk di bibir Edward. May tetap tenang padahal merinding. Rasanya pria ini lebih horor daripada hantu film Indonesia yang bersileweran di bioskop. Dia seakan wujud nyata Jocker di serial Batman menjelma jadi pria tampan. Lengkungan bibirnya jadi teror bagi kelangsungan hidup May.
"Salah satu bisa terjadi jika ada kesepakatan bersama. Aku tidak ingin keduanya."
Edward mendapatkan informasi dari Rans bahwa May belum menyentuh sedikit pun uang yang pernah dikirimnya. Tidak mengherankan jika May cukup percaya diri membayar denda pembatalan dan pelanggaran. Tapi Edward tidak butuh uang, dia hanya butuh May.
"Jadi apa maumu?" tantang May.
"Dua hari dua malam, May mangkir dari tanggung jawab pekerjaan ditambah membuatku menunggu dengan pesan konyol itu." Tekanan suara Edward mulai menunjukkan kesal yang terpendam dalam. "Waktumu yang seharusnya untukku dibayar dua minggu."
Dahi May berkerut dan alisnya naik. Dia belum sepenuhnya mengerti apa yang diucapkan Edward.
"Mulai saat ini, sejak May memasuki pintu di luar sana sampai dua minggu ke depan, May harus bersamaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Love & Obsession
General FictionEROTIC MATURE (21+) Niatnya hanya bersenang-senang tapi malah menyiksa diri. Dia, perempuan yang kupilih secara acak, hanya untuk semalam, menjadi mimpi buruk bagiku jika tidak memilikinya. Dia harus memilih, tersiksa di sisiku atau mati di sisi ora...