Part 55

61.1K 4K 222
                                    

Keep vote & comment, guys.

NexUP 820++ votes.

Enjoy your reading.

🙂🙂🙂

May cemberut sejak Edward menjemputnya dari rumah sakit, pasalnya pria itu menolak diantar Rans. Meski tangannya sudah tidak menggunakan kain penyangga, tetap saja dia khawatir. Bukan karena May perhatian dengan kesembuhan Edward, tapi dia masih sayang dengan nyawanya.

Kondisi tangan Edward yang masih kaku menggerakkan kemudi membuat May was-was. Dia terus berpegangan di tali seatbelt-nya siap siaga jika terjadi sesuatu. Seandainya May pintar menyetir, dia akan menawarkan diri mengganti Edward. Sialnya, pria itu tidak merasa terganggu sedikit pun dengan cara menyetirnya yang mengancam keselamatan penumpang.

Edward menoleh ketika mereka berhenti di lampu merah, senyum kecil terbentuk di bibirnya melihat wajah tegang May. Tangannya terjulur menyelipkan rambut wanita itu di telinga dan menarik kalung yang tersembunyi di balik kerah blouse-nya. May terdiam kaku dengan perlakuan tiba-tiba pria itu.

"Jangan melepaskannya seperti yang terakhir kamu lakukan," ucap Edward menekan pedal gas hingga mobil perlahan melaju. "Aku akan membuat tato namaku di punggungmu jika kamu berani melakukannya." Suaranya datar hingga May berpikir tiga kali menerka apa itu ancaman atau gurauan.

"Kenapa? Apa kamu kira aku kucing peliharaan yang punya tanda pengenal di lehernya? Atau, kamu memasang GPS agar kucingmu tidak hilang?" gerutu May setelah yakin kalimat Edward barusan bukan gurauan.

"Hm," gumam Edward halus nyaris tidak terdengar.

"WHAT?!" May tersentak menangkap respons Edward, tangannya spontan memegang kalung di lehernya. Telinga May sedang sensitif hingga menangkap suara sehalus makhluk halus itu yang seakan mengiyakan ucapannya. "Kalau begitu, kamu akan menikahi kucing," lanjutnya kesal mendapat senyum tipis menyebalkan dari pria itu.

"Tidak akan sulit menemukanmu seandainya tidak kamu lepas."

"Aku memang tidak berniat ditemukan," balas May lugas.

"Jangan memancing pertengkaran, aku sedang tidak mood berdebat."

"Aku juga tidak ingin bicara denganmu."

May memalingkan mukanya ke kiri, menatap lalu-lalang pejalan kaki di trotoar. Jalan cukup padat sehingga mobil bergerak pelan membuat May leluasa menikmati hiruk pikuk jalanan. Trotoar jadi ramai karena cuaca yang tidak terlalu panas.

"Kamu apakan notes yang ada di laci tempatmu meninggalkan kalung itu sebelum pergi?"

"Aku buang," jawab May ketus tanpa menoleh. "Lagian, kenapa juga sampah seperti itu dikoleksi?"

Edward menghela napas panjang, "itu barang berharga. Hanya dua wanita yang meninggalkan pesan seperti itu setiap aku tertidur jadi kusimpan."

Bagi Edward, notes itu sudah jadi miliknya sehingga May tidak punya hak membuangnya. Dia sering membaca catatan satu kata yang ditinggalkan ibunya untuk mengenang kepergiannya. Berhubung May sudah kembali dan tidak akan dibiarkan pergi lagi, Edward tidak mau mempermasalahkan.

"Siapa yang satunya?" May menanyakan wanita yang disebut Edward bukan karena cemburu, dia hanya penasaran dengan satu catatan yang tidak diambilnya karena itu bukan tulisan tangannya.

"Kamu akan ketemu ayahku dan istrinya, apa pun yang dikatakan mereka jangan diambil hati," balas Edward tanpa menjawab pertanyaan May.

Istrinya? Apa salahnya bilang ibu, rutuk May dalam hati.

Between Love & ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang