Part 25

76.2K 4.1K 264
                                    

Lestarikan budaya vote & comment.

Enjoy your reading ^_^

🙂🙂🙂

Seminar hasil May berjalan lancar. Walaupun pengujinya membantai habis-habisan dengan berbagai pertanyaan, May berhasil melaluinya. Revisi juga tidak terlalu banyak hingga dia langsung menyelesaikannya dalam seminggu. Jika tidak ada masalah, minggu depan dia sudah bisa sidang tutup dan mengakhiri statusnya jadi mahasiswi setelah yudisium.

Semuanya berjalan damai tanpa Edward. Dan ketika aura gelap pria itu muncul melalui pesan singkat, May seperti kehilangan jiwanya. Dia belum siap bertemu lagi dengan Edward.

Ke kantor Rio jam 13:30 siang, tunggu di Coffee shop lantai 1.

Perintah Edward melalui chat disertai screen shoot lokasi.

May mendengus lemah, membuka aplikasi transportasi online yang akan mengantarnya ke kantor yang dimaksud Edward. Hujan di luar makin menyurutkan semangat. Seandainya bisa memilih, May lebih suka ke apartemen Edward. Di sana dia bisa melanjutkan tidur karena tadi malam begadang nonton drama favoritnya. May lupa kalau keesokan harinya harus menemui Edward.

Coffee shop yang dimaksud Edward tidak terlalu ramai. Ada beberapa pegawai kantor yang sibuk dengan laptopnya di sudut. Diantarai satu meja di samping May, dua perempuan berpakaian formal sibuk bercengkerama. May mengedarkan pandangannya mencari sosok Edward, tapi nihil. Pria itu telah membuatnya menunggu dua puluh menit.

Menunggu di tempat asing dan tanpa kenalan membuat May seperti orang bodoh. Dia hanya bisa menikmati interior yang lumayan nyaman di sana dengan segelas cafe latte. Sesekali dia melihat ponselnya jika ada balasan pesan yang dikirim saat sampai tadi.

"Masih sering gituan dengan Pak Rio?" Tanya perempuan yang menggunakan blouse biru. May melirik penasaran karena kenal nama pria yang baru disebut.

"Masih, tapi yang aku incar temannya," balas perempuan yang duduk di depannya dengan posisi membelakangi May.

"Yang baru balik LN itu, ya?"

Yang ditanya mengangguk, "Pak Rio tidak ada apa-apanya dibanding dia."

"Ya iyalah, anak bos besar."

"Bukan hanya sekedar anak bos, dia sangat hebat hingga aku tidak bisa mengimbanginya. Mungkin karena energiku habis di Pak Rio."

"What do you mean?" Si blouse biru mengangkat alis bingung. "WHAT?!" Dia kemudian heboh dengan suaranya yang cukup nyaring hingga May tersentak kaget.

"That's what I meant."

"Mely, kamu melakukannya dengan Pak Rio dan Pak Edward? Bersamaan? Seriously?!"

Kali ini ada nama yang menarik perhatian May.

Mely tersenyum bangga, "tapi tidak bersamaan. Bisa dibilang mereka antri di depanku." Senyum itu berubah jadi tawa sombong.

"Sama Pak Rio saja, pegawai perempuan lain pada iri. Apalagi kalau mereka tahu kamu juga melakukannya dengan Pak Edward. Kamu beruntung, Mely."

Tadinya May sangat kagum, kedua perempuan itu berpenampilan anggun bak sekertaris dari drama Korea yang sering ditontonnya. May ingin seperti itu, anggun dan punya pekerjaan mapan. Tapi saat tahu kelakuan mereka tidak lebih baik darinya, rasa kagumnya hilang seketika.

May menghela napas kecewa.

Cemburu?

Edward hanya pelanggannya. May tidak ambil pusing pria itu pernah tidur dengan siapa pun, toh dia memang pria brengsek. Selama tidak melanggar kesepakatan, tidak ada masalah.

Between Love & ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang