Part 34

72.3K 3.6K 195
                                    

Lestarikan budaya vote & comment.

Enjoy your reading. ^_^

🙂🙂🙂

Tidak ada hal paling menyebalkan yang dilalui May minggu ini kecuali duduk main game di smartphone-nya berjam-jam. Edward mengunci May di ruangannya saat rapat, setelah kembali pun dia tidak membiarkannya ke mana pun.

May tiduran di sofa sambil sesekali melirik Edward yang serius dengan laptopnya. Pria itu tidak pernah menyapanya seakan dia hanya salah satu pajangan yang tidak bernyawa di ruangan itu. May akhirnya bernapas lega karena Edward mengajaknya makan siang.

"Apa kamu akan kembali bekerja?" tanya May saat mobil Edward parkir di basement kantornya setelah makan siang di restoran.

"Hm," gumam Edward mengiyakan. Dia memeriksa pesan masuk di ponselnya.

"Kalau begitu biarkan aku keluar dari ruanganmu agar tidak jenuh. Aku akan menunggu di coffee shop sampai kita pulang."

"Tidak. Kamu terakhir ke sana malah membuatku kesal. Remember?"

"Ya. Itu salahmu bermain di belakang, kenapa coffee shop-nya disalahin?" May menimpali "Apa jangan-jangan masih ada yang lain?" tanyanya bercanda.

Edward memasukkan ponselnya ke saku celana, "maka akan ada yang bernasib sama dengan wanita itu," jawabnya menyelipkan rambut May yang tergerai ke belakang telinga agar bisa melihat wajah wanitanya dengan jelas.

May diam. Pria ini sensitif dengan masalah itu, dia akan langsung menanggapinya serius. Jika benar ada yang lain, dia berjanji tidak akan mempermasalahkannya lagi. Edward semakin membatasi ruang geraknya sejak itu. Posesifnya akut. Dia harus di sisi pria itu saat hari kerjanya, tidak sebebas dulu lagi.

"Aku hanya butuh kamu," ujar Edward lagi mengusap pipi May lembut.

"Kapan kita pergi dari sini?" tanya May melepas tangan Edward dari pipinya.

"Kamu sendiri yang membuat kita lama di sini." Edward menyengir seakan teringat sesuatu. "Aku juga tidak suka di basement, tapi aku pernah menyukainya sekali. Saat melakukannya bersamamu," goda Edward.

May mendesis kesal ingat yang dimaksud pria itu. Mesumnya kambuh. Dia segera membuka pintu menghindari percakapan yang lebih intim.

"Dia siapa?" tanya Rio saat berpapasan dengan Edward di depan lift basement. "Oh. Dia yang itu," lanjutnya mangut-mangut menjawab pertanyaan sendiri.

May hanya tersenyum sopan. Sepertinya dia tidak perlu tersinggung atau menyangkal apa yang ada di pikiran pria itu. Mungkin Edward sudah cerita tentang dirinya.

Rio memperhatikan penampilan May dari ujung kepala hingga ujung kaki. Bukan seleranya, terlalu biasa. Tapi saat melihat Edward, dia menggeleng tidak percaya. Selera pria itu di luar ekspektasinya.

"Jangan menatapnya seperti itu Rio," tegur Edward yang membuatnya salah tingkah. Walau May terkesan biasa, tapi dia punya pesona yang membuat Rio enggan mengalihkan pandangannya cukup lama. "Apa dia sekretaris barumu?" tanyanya karena wanita di samping Rio hanya menunduk tidak berani menatapnya.

May melihat perempuan yang dimaksud Edward. Dia mengenalnya, wanita yang tempo hari bicara dengan Mely saat dia mendengar perselingkuhan, ralat, pelanggaran Edward.

"Kamu punya selera yang sama dengan pendahulunya."

Rio menarik napas dalam. "Ya, dia kompeten dalam segala hal."

Between Love & ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang