Part 62

60.5K 3.6K 212
                                    

Hei, I'm back!😁
Kangen baca celotehan kalian di komen, yang jelas bukan tagihan updet.😂

Tenkyu yang setia nungguin EMay, walaupun ini juga comeback yg bakalan masih tersedak updet. Masih rada sybuck dengan alasan yg sama di skefo gak penting eyke.😅

Tapi gak apalah nungul menyapa.🙂
Sapa tahu kalian baik hati nyemangatin eyke pake VoMen.😁

Enjoy it ^_^

🙂🙂🙂

Dengan kecepatan di atas rata-rata dan suasana hati kacau, Edward melaju ke sebuah hotel. Panggilan dari nomor tidak dikenal mengalihkannya setengah jam yang lalu. Pria yang dengan santai menanyakan keberadaan istrinya membuat Edward kian meradang. Dia baru akan puas setelah melepaskan satu pukulan di rahang pria yang mencium istrinya.

Berkali-kali Edward membanting stir menyesali perbuatanya barusan hingga May ketakutan. Beruntung deringan ponsel mencegah tindakan brutal lainnya di luar kendali. Ya. Mungkin sebaiknya dia memberi tambahan pukulan sebagai ucapan terima kasih pada pria itu.

Edward masih perlu mengontrol diri, apalagi pada May. Sialnya, wanita itu mampu menetralisir emosi negatifnya dengan cara yang salah. Hanya setelah melampiaskan kekesalan padanya, dia baru bisa berpikir jernih. Edward bisa membalas orang lain dengan penuh perhitungan dan strategi matang tapi pada May, dia spontan bertindak dan gelap mata melakukan apa pun yang diinginkan.

Hanya May yang bisa bertahan di sisinya dengan segala keegoisan dan obsesif-posesifnya. Hanya wanita itu yang diinginkannya. Karena itu, dia tidak akan pernah melepaskannya pada pria lain.

"Kamu datang lebih ce...." Welcome speech Nathan terpotong dengan hantaman keras di sisi kiri pipinya. Tubuhnya langsung tersungkur seketika.

"Itu balasan karena mencium istri orang." Edward menutup pintu dengan kakinya. Meski tangannya juga terasa ngilu, dia tidak peduli. Kepalannya makin mengeras mendapatkan senyum tipis tapi sarat sindiran dari bibir yang ingin dia remuk.

Nathan memegang rahangnya. Ngilu merambat di mulut tapi bibirnya masih bisa bergerak asimetris. Edward memberi hukuman terhadap apa yang tidak dilakukannya. Pukulan pria itu tidak lantas membuatnya berdarah seperti di film action tapi cukup merobohkan pertahanan tubuhnya seketika karena serangan tiba-tiba.

Sekali lagi tinju Edward mengenai titik yang sama. "Dan itu karena kamu memeluknya," ujarnya melenggang santai duduk di sofa. Kakinya menyilang dan tangan bersedekap di dada. Matanya jeli mengawasi Nathan mengerang kesakitan.

Nathan mengambil sapu tangan di saku lalu mengusap sudut bibirnya. Sedikit darah segar menodai kain biru gelapnya. Hantaman ketiga mungkin membuat rahangnya retak. Dia tidak seharusnya meremehkan pukulan Edward.

"Kenapa tidak sekalian membunuhku?" Nathan duduk di hadapan Edward terkekeh memprovokasi. "Kamu tidak berani karena aku masih punya efek pada May jika terbunuh."

"Jangan sebut nama istriku!" geram Edward.

"Ah, panggilan istri membuatku iri." Nathan tertawa getir. "May seharusnya jadi milikku." Dia mengambil minuman dingin di kulkas lalu menahannya di jejak pukulan Edward guna mengurangi ngilu.

"Kamu memanggilku hanya untuk mendengar omong kosongmu."

"Aku menunggunya di bandara tapi dia tidak datang. Mungkin dia tidak menemukan waktu yang tepat lari darimu."

Edward lagi-lagi mengepalkan tangannya, apa May berniat meninggalkannya bersama pria ini? Pikirannya kembali beberapa jam yang lalu, May terlihat gugup dan menghindar. Wanita itu juga selalu memperhatikan ponselnya. Edward memejamkan mata, menenangkan diri. Cemburu makin membuatnya berpikiran yang tidak-tidak.

Between Love & ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang