Lestarikan budaya vote & comment.
Enjoy your reading, guys.
🙂🙂🙂
Berulang kali Nathan mengetuk pintu dan memanggil nama May, tetap saja tidak ada sahutan. Dia tidak ingin memperparah keadaan dengan masuk tanpa izin seperti semalam, tapi May yang tidak membuka pintu malah membuat sisi laki-lakinya merasa diabaikan. Yah, emosinya belum sepenuhnya stabil sejak tahu perjanjian May dan Edward.
Emosi itu kian terbakar karena May tidak ada di dalam kamar kost. Nathan mengamati sekitar, lemari pakaian terbuka asal, kondisi kamar juga lebih berantakan daripada sebelumnya. Firasatnya mengatakan sesuatu terjadi.
Nathan memeriksa lemari yang nyaris kosong, matanya beralih mencari koper yang tadi dibawa May, nihil. Panas dalam hatinya semakin tersulut dengan prasangka yang tidak-tidak, May mungkin kembali ke rumah pria itu.
Berkali-kali dia menghubungi nomor kontak May tapi hanya dijawab operator. Dengan amarah tertahan Nathan mengubah panggilan teleponnya.
"Pram," ucapnya sebelum suara di seberang menyahut, "hubungi orang-orang kita yang posisinya paling dekat dengan ibu dan adik May, suruh mereka membawa kedua orang itu secara baik-baik ke mari dengan alasan pernikahanku. Jika tidak bisa, gunakan cara apa pun." Nathan menutup telepon tanpa menunggu tanggapan lawan bicaranya.
Nathan melihat map perjanjian yang tadi dibuang May. Dia memungutnya lalu duduk di kursi. Matanya pun menemukan potongan SIM Card yang dipotong May jadi empat bagian. Dugaannya bahwa May kembali ke apartemen Edward perlahan sirna, dia mungkin saja kabur ke tempat lain.
Lembaran-lembaran isi map itu dibaca Nathan lagi sambil menenangkan diri. Tidak ada alasan bagi May kembali ke sana berdasarkan dokumen itu. Dia berulang kali membaca poin yang menyatakan tidak boleh melibatkan perasaan dalam hubungan keduanya, murni hanya sebatas teman tidur.
Jika May menganggap Edward hanya teman tidur, berarti dia tidak akan menemui pria itu. Bagaimana jika iya? Bagaimana jika dia melanggar poin itu? Bagaimana jika ada rasa yang tumbuh selama dua bulan? Dada Nathan kian sesak dan membara. Dia harus memastikan May tidak bersama Edward.
"Halo," kata Nathan menerima panggilan masuk di ponselnya, "bagaimana? Apa mereka menolak?"
"Ibu dan adik May tidak tinggal di sana lagi." Nathan mengerutkan dahinya mendengar jawaban Pram. "Mereka pindah seminggu yang lalu dan tidak ada yang tahu ke mana."
Nathan diam sejenak meremas map plastik yang dipegangnya. May mungkin sudah lama merencanakan semuanya dan dia dengan bodohnya mematuhi larangan wanita itu mendekati keluarganya. Dia menarik orang-orang yang biasa mengawasi mereka sejak May setuju menikah dengannya.
"Suruh anak buahmu mencari mereka dan juga melacak keberadaan May, sepertinya dia baru saja meninggalkan kost. Cari informasi dari teman-temannya dan juga Tante Rara." Nathan merapikan map yang sudah kusut itu. "Malam ini aku akan menemui seseorang, aku ingin kamu ikut dan melakukan sesuatu," lanjutnya menyudahi percakapan mereka.
Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. The number you are calling....
Nathan tersenyum miris, bahkan nomor telepon ibu May juga tidak aktif. Sayangnya, dia tidak punya nomor telepon Dafha karena anak itu tidak suka padanya dan selalu menghindar darinya.
***
Edward terjaga sambil memijit kepalanya yang pusing. Dia bangun kesiangan karena pengaruh alkohol dan juga kelelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Love & Obsession
General FictionEROTIC MATURE (21+) Niatnya hanya bersenang-senang tapi malah menyiksa diri. Dia, perempuan yang kupilih secara acak, hanya untuk semalam, menjadi mimpi buruk bagiku jika tidak memilikinya. Dia harus memilih, tersiksa di sisiku atau mati di sisi ora...