Part 29

72K 3.7K 229
                                        

Lestarikan budaya vote & comment.

Enjoy your reading. ^_^

🙂🙂🙂

"Tadi ada orang nyari kamu," ujar Weny meletakkan teh kemasan botol plastik di depan May.

"Siapa?" tanya May tanpa menoleh dan tetap fokus di smartphone-nya.

"Entahlah. Aku tidak kenal. Kali ini juga cakep, apa dia pelangganmu lagi?"

May memberi tatapan mengancam ke Weny agar tidak mengucapkan kata pelanggan. Sayangnya, berapa kali pun dia menegur atau melarang, kata itu selalu keluar begitu saja dari mulutnya.

Mendengar jawabannya, berarti pria yang dimaksud bukan Nathan, bukan pula teman kampus yang dikenal Weny. Tidak mungkin juga pelanggan May, dia tidak pernah memberikan informasi pribadi pada tamu malamnya.

"Terus kamu bilang apa?"

"Tidak ada. Dia tanya bukan sama aku. Coba tanyanya ke aku, ya aku jawablah," jawab Weny tanpa ekspresi berdosa.

May berhenti bertanya, tidak peduli siapa yang mencarinya. Matanya kembali fokus dengan smartphone, mencari informasi lowongan kerja di sekitar tempat tinggalnya nanti.

"Hari ini aku dapat banyak," kata Weny mengeluarkan berbagai barang dari tasnya. "Aku dapat banyak di ruang workshop, beberapa di tempat beli minum tadi," lanjutnya memamerkan hasil jarahannya.

"Kamu tidak ada tobat-tobatnya, ya." May menggeleng beberapa kali melihat calon barang koleksi cewek klepto yang tersenyum puas di depannya.

"Entar kalau tobatmu berhasil, aku bakal nyusul."

Weny mulai memeriksa satu-persatu barang jarahannya. Bahagia terpancar di wajahnya setiap mengamati barang milik orang yang dicurinya. Sejenak May memperhatikan Weny membuka sebuah dompet hitam. Dia terlihat serius membaca satu persatu kartu nama yang ada di sana.

"Isinya banyak, Wen?" tanya May penasaran melihat ekspresi seriusnya.

"Yang punya dompet bisa jadi aset masa depan," jawabnya santai lalu memasukkan dompet itu ke dalam tasnya.

"May?"

May menoleh. Rans mendekat setelah memastikan orang yang dicarinya sudah ketemu. Dia melirik Weny sebentar lalu kembali melihat May.

"Aku diminta menjemputmu."

May mengernyit, "aku kan sudah bilang, pulang jam empat."

"Dia siapa?" bisik Weny. "Pelangganmu?" tanyanya lagi yang dibalas tepukan halus May di bibirnya.

"Sekarang 16:04," ujar Rans.

Dengan sigap May memeriksa jam di pergelangan tangannya. Shit! Waktu berjalan begitu cepat, umpatnya dalam hati.

"Wen, sepertinya aku harus pulang sekarang."

"Sama dia?" Mata Weny memberi isyarat ke arah Rans. "Masih sore loh, kan malam lebih seru," goda Weny mengerling yang disambut pelototan May.

"Yuk, Rans," ajak May tidak mengindahkan candaan Weny. Tapi Rans tetap tidak bergerak mengikuti May yang telah melangkah pergi. "Tidak usah pedulikan dia, ayo pergi," ajaknya lagi melihat Rans menatap Weny.

"Aku ada urusan dengan teman May sebentar."

Weny menaikkan alis, "aku?" tanyanya bingung menunjuk diri sendiri.

Rans mengangguk. "Sepertinya, dompet saya ada di tangan Anda." Weny mengangkat kedua tangannya yang kosong memperlihatkan sanggahan tuduhan pria itu.

Between Love & ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang