Part 17

94.8K 3.3K 89
                                    

Weny melipat lengannya di meja lalu menyandarkan kepalanya di sana seraya menatap wajah serius May di sampingnya. Sejak dua jam yang lalu dia berkutat dengan berbagai novel sastra di perpustakaan sambil menemani May yang mengetik di laptopnya. Sebenarnya, tidak bisa dianggap menemani sih, karena May tidak minta ditemani. Weny saja yang kurang kerjaan.

"Tiga hari ini aku melihatmu diantar pria itu, apa sekarang kamu kencan dengan pelangganmu?"

Tanpa menoleh May menepuk lemah bibir Weny lalu kembali fokus ke laptopnya. Gadis ini masih suka asal bicara di kampus.

"Tau langgananmu gitu, aku juga mau jual diri."

Kali ini May menoleh menjepit dengan jari bibir gadis yang berbaring di meja itu lalu menengok ke segala arah. Beruntung orang terdekat dari mereka dibatasi dua meja.

"Ngomong begitu, bakal kujahit bibirmu!" Ancam May.

Ancaman itu malah membuat Weny cekikikan saat May melepas jepitan jarinya. Weny mengangkat kepalanya lalu menyusun beberapa novel yang tadi diborongnya dari rak namun tidak ada yang terbaca sampai dua halaman.

"Sedih aja tidak ada yang bisa aku gangguin nantinya. Sudah daftar seminar hasil?"

May hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.

"Jadwalnya kapan?"

"Jumat depan."

"Bukan Jumat ini?"

May menoleh lagi menatap Weny kesal karena terus saja mengganggunya dari tadi.

Weny hanya cengar-cengir, "kan aku cuman nanya, May. Kalau salah jadwal, nanti aku tidak bisa datang di seminarmu."

May menghela napas lalu kembali menatap laptop. "Skripsimu tidak akan selesai jika kamu tidak mengerjakannya, Wen."

"Aku suka status mahasiswa."

"Sampai kapan?"

"Sampai semester darurat drop out. Mau jadi master senior mahasiswa," jawab Weny bangga.

May hanya menggoyangkan kepalanya ke kanan-kiri dua kali menimpali jawaban Weny. Dia tidak yakin gadis itu serius atau tidak, yang jelas Weny tidak perlu mengkhawatirkan masa depannya seperti May.

"Kalau kamu sudah selesai, aku bakal kesepian."

"Kan, banyak teman yang lain."

"Soalnya tidak ada yang seperti kamu. Ayam kampus lainnya sibuk gaya, kamu malah biasa saja. Mereka pada sibuk pamer barang, kamu tampilannya malah kayak ayam kampung."

Ketiga kalinya May menoleh kesal ke arah Weny sebagai isyarat jaga mulut tapi gadis itu tidak merasa bersalah sedikit pun dan terus bicara.

"Kamu dibayar apa tidak, sih? Shopping kek kayak mereka. Jangan tahunya hanya kost-kampus, kost dan kampus melulu. Upsss. Aku lupa kamu sering singgah di hotel." Weny tersenyum mengejek saat raut muka May berubah.

"Maksudmu apa bilang begitu?" Tanya May mulai emosi.

Melihat reaksi May yang mulai marah, Weny membaringkan kembali kepalanya di meja menghadap May. "Kesal aja kamu tidak bisa temani aku shopping gara-gara pria itu. Aku belikan baju dan tas mahal deh, biar kamu gaya ala ayam kampus lainnya."

Ponsel May bergetar dua kali di atas meja. Weny mengangkat kepalanya melihat nama sang pengirim pesan.

"Tuh, kan. Baru aja diomongin, panjang umur tuh orang," sindir Weny.

May membaca pesan Nathan tanpa menggubris Weny.

Aku sekarang menunggumu di parkiran.

May menarik napas menatap wajah cemberut Weny. "Aku betul-betul tidak bisa sekarang, Wen. Besok juga. Aku baru bisa Senin."

Between Love & ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang