Part 8

135K 4.6K 40
                                        

May menatap wajah Edward yang sedikit mendengkur di sampingnya. Tangannya yang ada di genggaman pria itu pelan-pelan dilepaskan. Sekali lagi May memastikan Edward tidur pulas dan tidak mengigau sebelum beranjak dari tempat tidur.

Setelah May dan Edward mencapai puncak kenikmatan di basement, Edward mengajaknya mandi di hotel. Keringat yang tadinya menambah gairah mereka memberikan rasa tidak nyaman dan bau tidak sedap setelah nafsu mereka hilang. May setuju karena tidak mau pulang membawa sperma Edward yang mulai kering dan lengket di tubuhnya.

Hal di luar dugaan May malah terjadi, Edward menuntut Ronde 2. Awalnya May menolak, tapi Edward menyerangnya saat dia selesai mandi dan hanya mengenakan handuk. Alhasil, butuh waktu lama bagi May menjinakkan burung pria itu hingga tertidur pulas.

Dengan jari kakinya, May menjepit handuk di bawah tempat tidur yang tadi di lepaskan Edward dengan paksa. May menggeleng kepalanya beberapa kali mengingat bagaimana dia mempertahankan handuknya namun lepas juga. Entah kenapa sebelum bercinta dengan pria itu selalu saja dimulai dengan tindakan anarkis.

May bisa merasakan Edward pria yang suka mendominasi termasuk dalam bercinta. Hal itu jelas saat hubungan intim mereka yang pertama, Edward tidak membiarkan May memimpin. Tapi May punya rasa tanggung jawab dan lebih suka keseimbangan. Karena itulah, demi totalitas pekerjaannya dan membalas Edward di pertemuan pertama, May mengambil alih semuanya di mobil dan meredam dominasi pria itu di laga ke-3 mereka.

Sebelum ke kamar mandi, dompet dan jam tangan Edward di atas nakas samping tempat tidur menarik perhatian May. Dia tidak mengacuhkan jam Edward, tapi lebih tertarik membuka dompetnya. Bukan karena May ingin tahu jumlah kartu debit atau kreditnya, atau jumlah uang tunai yang terselip di sana. May butuh informasi tentang pria yang sudah menidurinya 3 kali. Bahkan nama pria itu dia tidak tahu. Toh pertemuan pertama mereka yang seharusnya diawali perkenalan malah jadi serangan.

Namanya Edward Adhitama Raharja. Terpaut 6 tahun dari May yang berusia 21 tahun. Alamatnya di salah satu perumahan elit di ibu kota. May cukup lega membaca status belum kawin. Dia memilih sekali bercinta untuk satu pelanggan karena tidak tahu yang mana yang berstatus sudah atau belum beristri. Tidur sekali menurutnya masih wajar sebagai perempuan malam, tidur berkali-kali bisa dituduh pelakor.

May masih ingin membuka kartu lainnya tapi diurungkan karena Edward bergerak merubah posisi tidurnya dari menyamping jadi tengkurap. May menatap Edward, cukup lama, kemudian memperbaiki selimutnya. May pun beranjak ke kamar mandi.

Setelah mandi, May duduk memikirkan apa yang harus dilakukan. Meninggalkan Edward saat masih tertidur seperti biasa atau menunggunya terbangun? Banyak masalah yang didapatkan May karena pergi saat Edward tidur tapi dia tidak tega membangunkannya sekedar pamit.

May memutuskan pergi. Dia mengambil sticky note di tasnya, ditulisnya nomor rekening atas namanya, May Anjayani Putri. Sekarang dia jadi independent worker dan Edward harus membayar kerja kerasnya. May juga menulis nomor teleponnya, pria ini akan menempuh banyak cara jika tidak bisa menemukannya dan May tidak mau melibatkan orang di sekitarnya.

***

May tiba di kosannya jelang subuh. Saat membuka pintu kamar dia buru-buru meraba saklar lampu lalu ke meja ambil minum. Lidahnya serasa kaku dan tenggorokannya kering. Mungkin dehidrasi menyerangnya karena dia cukup berkeringat dalam aksi dua ronde dalam semalam.

"Kamu telat pulang."

Air yang sudah ditenggorokan May tercegat di kerongkongan lalu menyembur keluar. Suara itu mengagetkannya.

"Ka-ka-kamu ss-ssiapa?" Tanya May menoleh melihat punggung seseorang yang sedang membuka lembaran tumpukan kertas di atas mejanya.

"Hanya dalam hitungan jam kamu sudah lupa suaraku." Orang itu menghadap ke May tersenyum tapi matanya berkata lain.

Nathan!

Botol minuman yang ada di tangan May terjatuh, dia mundur dua langkah hingga bersandar di tembok. Yah, kamar kosnya memang tidak luas untuk menjaga jarak.

"Ba-bagaimana ka-kamu bi-sa ma-suk?" Tanya May terbata-bata.

"Lewat pintu, seperti yang kamu lakukan," jawab Nathan sambil menunjuk pintu.

"Kenapa kamu datang ke sini?"

"Untuk menemuimu, sesuai janjiku." Suara Nathan serius dengan tekanan yang lebih berat pada kata janji.

"Aku tidak memintamu memenuhi janji karena aku tidak ingin bertemu lagi denganmu."

Nathan menarik napas dalam. Dia tahu apa pun yang dikatakannya akan sia-sia jika ingin membujuk May.

"Kemarilah!" Nathan memanggil May mendekat.

"Tidak!" Tolak May judes.

"Baiklah. Aku yang akan ke sana."

"Jangan mendekat!" Bentak May saat Nathan mulai melangkah.

"Aku rindu padamu, May. Aku ingin memelukmu." Nathan tidak peduli.

"Jangan mendekat! Pergi! Jangan...." Teriakan May tercekat di tenggorokannya saat Nathan membekap mulutnya.

"Jangan membuatku marah, May. Jika kamu berteriak, besok kamu akan mendengar kabar duka dari adikmu," ancam Nathan.

Pelan-pelan Nathan melepaskan tangannya. May berusaha menormalkan napasnya yang tersengal-sengal tapi tidak cukup ruang karena Nathan seakan mengunci tubuhnya di tembok. Pria itu menyelipkan ke belakang rambut sebahu May yang tergerai di depan wajahnya.

"Aku cukup menahan amarah melihatmu memegang tangan pria lain, tapi kamu malah tidak menyambutku."

Nathan berusaha mencium bibir May tapi gagal karena dia menggerakkan kepalanya ke kanan hingga Nathan hanya mengenai pipinya.

"Kenapa kamu tidak mau denganku dan malah membiarkan para lelaki hidung belang itu menciummu, bahkan kamu membiarkan mereka mencoba milikku!" Bisik Nathan ditelinga May lalu tangan kanannya meremas kasar bagian sensitif May.

"Ahhh...," jerit May yang menahan rasa sakit di pangkal pahanya, saat itu juga Nathan menciumnya lalu memasukkan lidahnya ke mulut May.

May mencoba melawan. Tidak! Dia tidak bisa membiarkan Nathan mendapatkannya lagi.

Nathan tetap memaksa May dalam permainan lidahnya dan menggiring May ke tempat tidur. Dihempaskannya tubuh May ke atas kasur lalu dia menindihnya lagi, menahan tubuh May tetap dalam kendalinya. Dengan bringas dia mencium dan menjilat leher bagian kiri May. Napas tersengal-sengal May makin menarik berahinya. Dengan paksa Nathan merobek baju bagian depan May, dan saat itu dia terpaku.

"Kamu bersama pria itu semalaman?" Tanya Nathan dengan emosi tertahan melihat bekas merah dan gigitan di dada May. Dia memeriksa leher bagian kanan May.  Dan mendapatkan tanda yang sama.

May terdiam. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Bukan berarti karena dia ketahuan selingkuh atau tidur dengan pria lain membuatnya takut. Ini sesuai rencananya, Nathan harus tahu May bukan miliknya. Tapi, karena tatapan pria ini pas di manik matanya dan masih dalam keadaan menindihnya, rasa khawatir menyelimuti May.

Nathan beranjak dari tubuh May, duduk di sampingnya, mengacak rambutnya prustasi.

"Arghh...." Teriak Nathan lalu meninju tembok hingga tangannya terluka.

May yang melihat itu beringsut mundur ke pojokan kasur, berusaha menutupi area dadanya yang terekspos dengan kedua tangan.

"Kamu tahu, rasanya aku ingin membunuh semua pria yang pernah menidurimu tapi si mucikari itu tidak menyimpan daftar pelangganmu." Nathan menatap May tajam dan semakin jengkel saat melihat ekspresi May yang  datar. May sengaja memilih tempat itu karena sistem dalam bisnis Tante Rara cukup terorganisir tentang privasi costumer. "Setidaknya aku mengenal satu orang," lanjut Nathan dengan seringaian sinis melihat wajah May yang mulai jadi pucat.

*** 19/10/18 ***

Heiiii... para pembaca EMay!
Malam Minggu kalau gak ada janjian sama gebetan singgah di lapak EMay ajah.

Jang lupa vote & comment, ya!

Oh ya, kalo ceritanya kurang dimengerti atau tidak nyambung antar parts, atau apalah gitu, sarannya ya, guys!

Happy reading. ^_^

Between Love & ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang