Part 26

72K 3.5K 90
                                    

Lestarikan budaya vote & comment.

Enjoy your reading. ^_^

🙂🙂🙂

Dengan malas, May menyendok nasi goreng buatan Natasha masuk mulutnya. Biasanya, masakan Ibu Trisha itu tiada duanya, tapi kali ini May seolah kehilangan nafsu makan.

"Nasi goreng kamu rasanya hambar," kata May seraya tetap mengunyahnya. "Kemampuan memasakmu mungkin ada masalah, sudah tidak seperti dulu."

Natasha mencobanya, tidak ada masalah dengan masakannya. Sebelumnya, May tidak pernah protes karena tahu diri tidak bisa masak. Jika rasanya sudah pas di lidahnya, May langsung bilang enak. Natasha mendengus, menggeleng melihat tingkah May yang ogah-ogahan menyantap masakannya.

"Situ kali yang bermasalah, enak begini dibilang hambar. Kalau suka, bilang suka. Tidak usah cari gara-gara sama nasi goreng."

"Ngomong apa, sih?" May mendorong piringnya menjauh. "Tidak enak." Dia meneguk habis segelas air di depannya.

"Bilang aja cemburu."

"Tidak. Aku tidak cemburu. Sudah kubilang kan, aku tidak akan pernah jatuh cinta pada customer-ku. Kesal aja sih, mengelak sedikit kek, atau usaha menjelaskan apa yang terjadi. Sama sekali tidak ada," ucap May menggebu-gebu.

"Tanpa dijelaskan sudah tahu, siapa suruh menstruasi minggu pertama kerja. Salah situ, kan." Natasha menyalahkan May.

"Aku perempuan, Nat. Hukum alam menakdirkanku saat itu," bela May.

"Terus, apa salahnya dia jajan di luar? Pria mana tahan nunggu kamu seminggu?"

"Itu konsekuensinya, perjanjian bilang tidak boleh, ya jangan."

"Perjanjian juga membolehkan bayar sanksi pelanggaran. Dia mau bayar sanksi, 2 kali lipat loh, dari bayaranmu. Coba kamu yang kena sanksi, anak cucu tidak akan lunas."

"Ini bukan masalah uang Nat, masalah kepercayaan."

"Memang kamu percaya pria itu akan memenuhi janjinya? Setia sama kamu dua bulan? Emang kamu siapanya?" singgung Natasha.

May mendesah lemah.

"Tuh, kan. Tinggal ambil saja uangnya, beres. Tujuan awalmu juga kan, demi uang."

"Tujuan uang itu lenyap seketika saat dia menawarkan lebih banyak. Entahlah, aku merasa harus menghindar darinya secepat mungkin, apalagi saat dia menyebut namaku." May bergidik. Dia tidak bisa melupakan suara dingin Edward saat menyebut namanya.

"Terus kenapa kamu seperti itu? Seakan tidak rela. Malah nasi goreng aku jadi sasarannya." Natasha mengernyit. "Jangan-jangan kamu ada rasa dengan dia?"

May mencebik, "tidak ada. Sudah kubilang tidak, ya tidak!" geram May makin kesal.

"Ya..., kalau tidak ada, ya sudah. Tidak usah tarik urat. Tadinya sih, kukira rasa enak nasi goreng pindah ke dia." Natasha masih saja mengganggu May.

May mendesis kesal. Dia tidak menyangka memutuskan kontrak perjanjian kerja dengan Edward jadi beban di kepalanya.

Saat pria itu menatapnya dingin, tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikit pun, malah terkesan percaya diri siap membayar sanksi denda, menyulut emosi May untuk mengakhiri hubungan apapun dengannya. Tapi, saat tiba di kost, May sedikit memaklumi kenapa Edward tidak bisa menahannya dengan wanita lain. Dia merasakan hasrat pria itu sangat tinggi karena baru ada waktu melakukannya di malam terakhir minggu pertama mereka.

May jadi serba salah.

Waktu menawarkan diri di mobil, May kira sekedar jadi wanita panggilan. Dia hanya akan bertemu Edward saat dibutuhkan, hanya sekedar pelampiasan nafsu. Ketika pria itu datang dengan surat perjanjian, itu di luar ekspektasinya. Perjanjian dengan hak dan kewajiban yang detail membuatnya terkesan. May cukup menaruh harapan besar padanya, namun malah berakhir kecewa.

Between Love & ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang