Keep Vote & Comment, ya.
Enjoy your reading.
🙂🙂🙂
Edward duduk di depan ibu tirinya lalu menuang segelas air, tangannya langsung mengambil nasi yang tersaji di meja.
"Apa sekarang kita makan siang sebagai keluarga?!" Ujar ibu Edward saat duduk di kursi. Sudah lama mereka tidak makan bersama. "Hm, sepertinya aku masih kekurangan satu putra lagi," gumamnya menuang air ke gelas ayah Edward.
"Dia tidak akan pulang tanpa alasan," komentar ayahnya yang tidak kaget dengan kedatangan Edward di kediaman mereka. "Ayah senang kamu kembali ke sana." Senyum kecil terbentuk di bibirnya.
"Harusnya kamu bilang di sini," celetuk ibu Edward.
"Aku selalu ke sana tapi tidak tahu ada tempat seperti itu." Edward menimpali, "aku tidak percaya ayah memberiku pusaka yang katanya paling berharga tapi hanya berupa sampah yang tidak berguna."
"Memang ayahmu punya keris?" sela ibunya mencoba terlibat dalam percakapan.
Ayah Edward tertawa renyah sambil meminum segelas air yang dituang istrinya, "Itu sangat berguna. Ayah membuatmu di sana dengan menggunakan benda-benda itu," lanjutnya menikmati santapan siangnya.
Ibu Edward tersedak hingga terbatuk. Dia menyadari tema pembahasan ayah dan anak itu tidak akan pernah dalam jangkauannya. She is out of the conversation. Seperti biasa, dia hanya jadi pendengar sejati.
"Aku akan membuangnya."
"Jangan munafik, kamu membutuhkannya," balas ayah Edward tidak senang dengan perkataan putranya. "Itu ada dalam dirimu, sensasi yang akan membuatmu lebih hidup jika menggunakannya."
"Aku tidak segila ayah." Edward tidak menyangkal dia pria dominan seperti ayahnya, tapi dia punya batasan tertentu karena apa yang dialami ibu kandungnya. Dia berjanji pada dirinya sendiri tidak akan melakukannya lagi tanpa seizin May.
"Well. Kalau begitu gunakanlah sekali-kali. Ayah lihat kucingmu tidak penurut, mungkin kadang kamu perlu menghukumnya di dalam sana." Ayahnya menyeringai melihat perubahan raut muka Edward.
Dengan adanya cctv aktif dalam kamar itu, Edward tidak perlu mempertanyakan dari mana ayahnya tahu tentang May. Selama ini, dia pasti menunggu putranya membuka ruangan tersebut. Edward memang sering ke sana dulu waktu kecil, tapi dia mengabaikannya karena tempat itu butuh password.
Setelah bertahun-tahun, saat membawa May kemarin, dia juga tidak tertarik membukanya. Entah dari mana May tahu akses masuk ke sana, tapi ruangan yang dijadikan ayahnya sebagai museum mengenang ibunya itu akan jadi batu sandungan meyakinkan May.
"Aku tidak mau seperti ayah." Edward melirik ke ibu tirinya, "menyia-nyiakan perempuan yg mencintaimu dan menyiksa wanita yang tidak mencintaimu. Aku akan membuat perempuan yang kucintai tapi tidak mencintaiku jatuh cinta kepadaku," lanjut Edward setenang mungkin.
"Dia kucing jalanan, tidak mudah bagimu membuatnya patuh apalagi jatuh cinta," ujar ayahnya tersenyum mengejek.
Edward menatap ayahnya serius, "I will. She is not as weak as my Mom. I am going to marry her."
"Dan kamu jadi goyah karenanya, jadi lemah, Ed." Ayah Edward menghela napas. Dia tidak peduli putranya menikah dengan perempuan mana pun asal tidak meninggalkan jati dirinya. Dia tidak suka jika Edward berubah karena wanita itu.
"Aku akan melakukan apa pun yang ayah minta jika membiarkanku memilikinya."
Ayah Edward tersenyum sumringah mendengar putranya. Kedua tangannya menopang dagu menunggu kalimat Edward selanjutnya. Dia selalu suka jika anaknya itu mengajukan suatu perjanjian, seakan jadi permainan seru antara dia dan Edward. Dan, dia selalu jadi pemenangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Love & Obsession
General FictionEROTIC MATURE (21+) Niatnya hanya bersenang-senang tapi malah menyiksa diri. Dia, perempuan yang kupilih secara acak, hanya untuk semalam, menjadi mimpi buruk bagiku jika tidak memilikinya. Dia harus memilih, tersiksa di sisiku atau mati di sisi ora...