Agatha membuka kedua matanya secara perlahan. Kepalanya terasa sangat pusing, mungkin karena ia habis menangis tadi. Ia melihat ke sekitar.
"Gelap.." lirih Agatha. Ternyata hari sudah malam.
Agatha bangkit dari ranjangnya dan menyalakan lampu tidur yang berada di atas nakas samping tempat tidurnya. Setelah itu,tidak sengaja matanya melihat tas yang ia kenakan tadi tergeletak tak berdaya di lantai. Agatha segera mengambil tas itu. Ia melihat ponselnya mati. Agatha mengecas ponselnya itu. Kemudian ia kembali membaringkan tubuhnya di ranjang.
Ia menatap langit langit kamarnya. Memikirkan apa yang telah terjadi. Kemudian ia beralih menjadi tidur meringkuk memeluk dirinya sendiri saat perutnya terasa lapar, namun ia terlalu takut untuk keluar. Takut jika tidak bisa menahan rasa sakit hatinya ketika melihat keluarganya yang kecewa padanya. Dan lagi lagi air mata berhasil mengalir dari kedua mata biru ke abu abuannya.
Agatha menangis terisak. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada dirinya sendiri.
Tiba tiba ia terkejut saat merasakan kepalanya dibelai dari arah belakang. Agatha menoleh, dan ia terkejut saat ia melihat wajah dingin Artha yang sedang menatapnya. Meskipun penerangan disana cukup redup karena hanya lampu tidur saja yang menyala, Agatha bisa melihat jika Artha melihatnya dengan wajah dinginnya.
"Makan dulu, kamu belum makan seharian ini" ucap Artha dengan lembut.
Agatha segera bangkit dari tidurnya. Ia duduk bersila didepan Artha. Menatap dalam wajah ayahnya itu.
"Ayah..." Lirih Agatha dengan suara bergetar.
"Hm?" Balas Artha hanya dengan dehaman saja. Agatha mengambil kedua tangan Artha dan menggenggamnya erat.
"Ayah marah kan sama adek? Maaf. Adek bener bener minta maaf. Tolong maafin adek yah" Agatha mulai terisak. Ia menundukkan wajahnya, dan air mata berhasil menetes di atas tangan Artha yang masih digenggam erat oleh Agatha.
Artha menarik tangan Agatha dan beralih memeluk putri nya itu. Berkali kali Artha mengecup puncak kepala Agatha. Kemudian ia menyandarkan kepala secara miring di atas kepala Agatha. Air mata Artha juga mulai menggenang di kedua matanya dan siap meluncur kapan saja.
Marah,sedih dan kecewa. Itulah yang dirasakan Artha sebagai seorang ayah. Namun bagaimana pun juga, ia sangat menyayangi putrinya itu. Ia tidak tega melihat Agatha terus seperti ini. Artha tau jika Agatha hancur, dan hati ayah mana yang tidak sedih melihat hal itu. Dan Artha juga merasa jika ini adalah buah dari yang ia lakukan dulu dengan ataya. Dan ternyata hal ini terjadi juga pada putrinya. Bisa dikatakan sebuah karma untuk mereka
"Maaf.. hiks hiks" Isak Agatha yang terisak di dada kekar ayahnya itu.
"Ayah yang minta maaf. Ayah terlalu takut jika kamu disakiti olehnya. Itu sebabnya ayah melarang kamu bersamanya. Ayah tidak bisa menerima kehadiran keluarga Orlando di kehidupan kita lagi. Tidak satu pun. Entah itu dekat dengan kamu, agastya, bunda maupun ayah sendiri. Ayah sangat sayang sama kamu, ayah tidak rela jika kamu disakiti olehnya suatu saat nanti. Ayah juga takut kehilangan kamu. Ayah memang egois. Dan karena ke egoisan ayah semua ini terjadi. Maafin ayah" air mata Artha berhasil lolos. Agatha semakin mengeratkan pelukannya pada Artha.
"Ayah nggak salah, adek yang salah. Seharusnya adek bisa ngerti dengan kekhawatiran ayah. Seharusnya adek nggak perlu senekat ini. Adek nyesel yah, maafin adek"
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Fotosfer (END)
RomanceWARNING!! CERITA DEWASA Ini murni imajinasi author yang di tuangkan dalam sebuah tulisan kamu adalah bagian hidupku yang memancarkan cahaya ~•fotosfer•~ "kamu yakin?" Tanya Diaz pada Agatha. Agatha menganggukkan kepalanya. "Ga ada cara lain selain...