Fotosfer 17

16.5K 575 8
                                    

Suara dari alat electrocardiogram memenuhi ruangan itu. Berbagai alat penunjang kehidupan melekat di tubuh Diaz. Kaki dan tangannya mengalami patah tulang. Wajahnya penuh luka. Matanya terus terpejam. Dan Agatha tidak suka itu.

Ia duduk di samping ranjang Diaz yang berada di ruang ICU ini sambil terus menatap wajah pria itu lekat lekat. Air mata tak berhenti menetes membasahi pipinya sejak dokter mengatakan bahwa Diaz mengalami masa koma. Dan ini semua lagi lagi karenanya.

"Bangun...." Lirih Agatha dengan isakan kecilnya. Tak ada balasan dari Diaz. Pria itu masih diam.

"Kamu ga pernah nyuekin aku kayak gini. Kamu jahat" Agatha semakin terisak. Hatinya benar benar hancur.

Artha, ataya dan juga Dipta memperhatikan Agatha dari kaca besar yang mengarah ke ranjang Diaz. Dipta diam, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya sejak ia tiba di rumah sakit. Sejak tadi ataya sudah menangis. Ia tidak tega melihat Agatha seperti ini. Sedangkan Artha diam dengan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana dan rahangnya yang masih mengeras. Ia tidak suka putrinya hancur seperti itu, dan kehancuran Agatha adalah karena Diaz. Ia beranggapan bahwa menjauhkan Agatha dari Diaz adalah hal yang benar.

Seorang dokter dengan beberapa perawat datang, memberitahu Agatha agar keluar dari ruangan itu karena mereka akan memeriksa keadaan diaz. Dengan berat hati Agatha keluar dari sana. Sebelum itu ia menyempatkan diri untuk mengecup kening Diaz sejenak.

Agatha menghapus air matanya, namun tetap saja matanya itu masih sembab karena terlalu lama menangis. Ataya langsung memeluk putrinya itu. Namun Agatha hanya diam, tidak membalas pelukan itu. Matanya menatap ke arah Artha penuh kebencian. Sedangkan Artha menatapnya dengan datar.

"Sayang kamu gapapa kan?" Tanya ataya membingkai wajah Agatha.

"Gimana aku bisa baik baik aja kalau orang yang aku cintai ga sadarkan diri seperti itu" ucap Agatha. Matanya masih menatap Artha. Artha mendekat dan menatap tajam agatha.

"Ayah ga suka kamu kayak gini. Ayah kasih kamu satu hari ini untuk bersama diaz. Besok kamu harus meninggalkan Madrid dan jangan pernah menemui dia lagi" ucap Artha dengan nada datarnya. Ataya menatap Artha dengan tatapan sengit. Ia tidak habis pikir dengan perkataan suaminya itu.

"Kenapa ayah cuman bawa aku pindah negara aja? Kenapa ga sekalian kirim aku kembali ke Tuhan. Biar aku ga bisa ketemu kak Diaz selamanya dan ayah ga perlu khawatir lagi"

"AGATHA!!" bentak Artha dengan emosi memuncak. Sedangkan ataya membekap mulutnya, ia terkejut dengan perkataan putrinya.

"Ayah ga pernah ngerti perasaan aku. Aku hancur, bukan karena kak Diaz tapi karena ayah yang selalu membatasi pergerakan aku. Aku udah dewasa, aku punya cinta yang harus aku perjuangin yah, ayah ga bisa menggenggam aku terus"

"Terserah kamu ingin jika ingin mengejar cinta kamu, tapi tidak dengan pria itu. Kamu pergi ke arah yang salah, bagaimana ayah hanya bisa diam"

"Apa sih kesalahan kak Diaz sampai ayah begitu membencinya? Ga ada. Bukan dia yang berbuat kesalahan, tapi Daddy nya. Dia ga tau apa apa. Dia bukan pria brengsek seperti yang ada di pikiran ayah"

"Kalau dia memang pria baik baik kenapa dia menidurimu" ucapan Artha terdengar sangat dingin. Seketika semua hening. Dipta juga masih ada disana mendengarkan perdebatan itu

"Bukan maunya kak Diaz. Tapi aku yang meminta. Karena aku berfikir setelah ini ayah akan ngizinin aku sama kak Diaz. Awalnya dia menolak dengan keras, tapi aku terus meminta padanya hingga hal itu terjadi"
Jelas Agatha

Jlebbb

Dipta merasa hatinya seperti di remas remas. Tentu saja, siapa yang tidak sakit mendengar pengakuan orang yan di cintai memilih tidur bersama orang lain. Namun Dipta tetaplah Dipta. Pria murah senyum berhati malaikat. Ia masih diam disana. Ekspresi wajahnya masih tenang, tidak menunjukkan rasa sakitnya.

2. Fotosfer (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang