Ada saat yang terluka akan sembuh yang sembuh akan terluka. Ingat itu, dunia tak selalu memihaknya, tak turut membayanginya. Berputar pada porosnya tapi dia juga berevolusi untuk membolak-balikkan keadaan.
***
GADIS itu berjalan menaiki tangga dengan senandung kecil, kemudian langkahnya berhenti pada sebuah pintu hitam bertulis lion. Sekilas senyuman gadis itu muncul, ia tau belum tulisan yang tergantung di papan itu, tulisan tangan pertamanya.
Perlahan Angelina mendorong pintu itu, seketika keadaan hening menyapanya. Dahinya mengkerut pandangannya menyusuri setiap sudut kamar itu.
"Ripan?"
Ceklek...
Ripan keluar dengan handuk melilit tubuh bawahnya dengan rambut yang juga masih basah. Berjalan dengan acuh ke arah lemarinya untuk mengambil baju dan juga celana.
Angelina melempar bantal ke arah cowok di hadapannya, bisa-bisanya cowok itu keluar hanya dengan handuk di sana.
"Kenapa sih Na? Basah bantal gue!" kesal Ripan memandang Angelina.
"Lu tuh gak waras! Keluar cuma pake handuk."
"Terserah gue dong, ini kan kamar gue." ucap cowok itu dengan seringai tipis kemudian masuk kedalam kamar mandi lagi untuk memakai pakaiannya.
"Ih~ nyebelin!"
Angelina berjalan ke arah balkon kamar Ripan, niatnya untuk menghibur cowok itu lenyap seketika. Sepertinya cowok itu baik-baik saja jafi dia tidak perlu khawatir lagi.
"Tumben kesini? Gak jalan?" Ripan mulai mendekat kali ini sudah lengkap dengan baju hitam polos dan juga training panjang.
"Gak ada temen jalan!" jujur saja Angelina masih kesal dengan sepupunya yang satu ini.
"Kan sekarang udah punya pacar. Bisa jalan sama diakan hitung-hitung irit uang belanja."
"Ih apaan sih, gue gak mau bahas si cowok abal-abal itu."
"Kenapa?"
"Ya pokoknya gak mau, lo kan tau gue gak suka bahas orang yang gak ada di sekitar kita apalagi dia. "
Ripan memandangi wajah gadis di sampingnya, rasanga nyaman. Mata itu, hidung itu, bibir itu semuanya terasa sempurnya melekat bersama disana. Andai dia bisa memiliki semuanya untuk dirinya sendiri betapa senangnya hidupnya nanti.
"Pan? Ripan?! Kok melamun sih gue tuh lagi ngomong dengerin dong!"
Seketika pandangan Angel meredup memandang wajah di hadapannya, sedikit hatinya merasa sakit. Perlahan tangannya menyentuh wajah pucat Ripan.
"Kok lu pucet banget? Sakit apa? Udah minum obat? Atau jangan-jangan lu belum makan lagi?! Bandel banget sih, kalo sakit tuh bilang gue kek apa gue HP kalo gini. Gimana Mama Dona gak setres ngurusin lo. Ayo makan!!"
Angelina hendak menarik Ripan untuk turun dan makan bersama, tapi tangannya tertarik kebelakang dan mendarat di dada bidang Ripan. Dengan mata membulat dan napas yang masih terengah karena kaget. Usapan kecil di puncak kepalanya mampu membuatnya mendongak.
Ripan memeluk Angel, sekarang jauh lebih nyaman. Sementara Angelina mencoba berpikir positif dengan apa yang ia dengar sekarang. Berkali-kali ia mencari jawaban atas detak jantung Ripan yang begitu cepat.
"Ri... Pan?"
"Hanya sebentar..."
Angelina masih diam disana tanpa bergerak dan tanpa membalas pelukan Ripan, pasalnya dia benar-benar tidak tau apa yang sedang terjadi. Ini memang bukan pertama kali ia dipeluk Ripan, tapi kenapa jantungnya juga berdetak dengan kencang.
"Ripan kangen Ina~"
"Pan..."
Perlahan tubuh cowok itu melemah merosot ke bawah karena Angelina tidak mempu menompang.
"Pan... Ripan... Jangan main-main! Ini gak lucu ya bangun pan. Ripan..." dengan panik Angelina menggoyangkan badan Ripan.
"BUNDAA...!!!"
Brak...
"Angel, Ripan?"
"Ripan pingsan Bun..., Pan gak usah bercanda deh pan!"
"Angel panggil Pak Dirman, siapin mobil!" Angelina berlari memanggil pak Dirman meeninggalkan keduanya.
"Sayang... Kamu kenapa, jangan buat mama semakin khawatir sama kamu sayang. Yang kuat buat Mama..."
Semua masih sama semesta masih menjungkir balikkan keadaan. Bermain dengan peran mereka masing-masing, membuat segalanya semakin terlihat samar. Semua terjadi bukan kehendak kita.
.
.
.
.Tunggu next chapter...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Sifat BadGirl ✅
Novela Juvenil[End] "Angelina Carly Argan" Seorang badgirl sekaligus troublemaker yang merasa bahwa perasaan yang ia alami hanya sebuah ilusi. Perasaan yang tidak tau ujungnya dimana. Kecelakaan 3 tahun lalu membuat hampir semua memori di masa kecilnya terhapus...