NARA-6

44.5K 1.7K 28
                                    

Happy Reading ❤






Rosi menyilangkan kaki jenjangnya, ia menatap Nathan yang duduk di hadapannya. Kini mereka berada dalam ruang kerja gadis itu, ia menatap Nathan dengan pandangan menuntut.

"Jelasin semuanya." Rosi memecah keheningan diantara keduanya.
Nathan menghela napas pelan, pemuda tampan itu menunduk dan memainkan jemarinya.

"Sekitar satu bulan yang lalu, mungkin lebih. Hari itu jam sebelas malam, teman aku Jacob ngajak aku party di bar untuk merayakan keberhasilan iklan yang ia bintangi. Karena dia sahabat aku, makanya aku mutusin buat datang ke pestanya, awalnya semua berjalan lancar. Aku nggak minum sama sekali, aku cuma mesan jus. Sampai Bastian, musuh aku datang. Dia mancing emosi aku, dia bilang dia pengen ngerebut kamu dari aku." Nathan terus menunduk, tanpa memperhatikan perubahan raut wajah Rosi.

"Dia bilang kamu bakalan ninggalin aku. Dia bakalan ngerebut kamu dengan mudah dari aku, aku nggak terima dikatain sama cowok banci kayak dia. Aku pengen nonjok wajah jeleknya dia, tapi Jacob keburu bawa aku pergi. Karena emosi, aku minum. Mungkin sekitar tiga botol alkohol yang aku habisin, dan aku nggak tahu kenapa hari itu aku bisa mabuk hanya karena minum tiga botol, biasanya aku minum lima botol nggak mabuk. Aku mutusin untuk pulang, Jacob sempat menawarkan diri untuk ngantar aku tapi aku nolak. Sampai aku lihat Clara yang baru pulang dari kerja, tepat di gang yang sunyi aku cegat dia. Entah kenapa aku ngebayangin wajah kamu dan.... Kamu tahu sendiri semuanya terjadi."

Rosi hanya terdiam ia terus menatap Nathan dengan pandangan yang sulit untuk pemuda itu artikan.

"Sampai berita tentang aku merkosa seseorang tersebar. Aku nggak tahu siapa yang nyebarin, dan papa aku tahu berita itu. Aku disuruh ngaku, jadi mau nggak mau aku ngaku kalau aku merkosa Clara. Dan papa nyuruh aku untuk tanggung jawab. Jujur, aku nggak mau, tapi papa ngancam bakalan hancurin karir kamu makanya aku nurut. Sebenarnya, sebelum papa nyuruh aku buat nyari Clara, aku sudah tahu dimana dia tinggal. Aku sempat ngambil dompetnya sebelum aku pergi. Aku juga udah ngirim sejumlah uang buat gugurin kandungan dia, tapi satu minggu aku mantau kondisinya, dia  nggak gugurin kandungannya. Papa juga udah desak aku buat nemuin Clara segera, jadi mau nggak mau aku bawa Clara ke rumah. Dan... Seperti yang kamu lihat sekarang."

"Jadi yang papa kamu omongin itu benar? Kalian bakalan nikah?" Tanya Rosi lirih.

Nathan hanya mengangguk. "Papa bahkan nyuruh aku supaya aku jauhin kamu love."

Mata Rosi membulat ia menatap Nathan sedih. "Dan kamu bakalan ninggalin aku?"

Nathan menggeleng. "Enggak! Aku bakalan tetap pertahanin hubungan kita. Pernikahan aku sama Clara itu hanya sekedar pertanggung jawaban aku supaya anak yang ia kandung punya nama dari ayahnya."

"Nathan... Kamu yakin dia hamil anak kamu?"

Nathan hanya terdiam, wajah Rosi mengeras.

"Dia belum tentu hamil anak kamu Nat!" Seru Rosi.

Nathan mendongak dan terdiam, ia menatap manik mata Rosi.

"Bisa aja dia ngambil kesempatan, dia tahu kamu itu kaya. Mungkin, dia cuma pengen meras kamu."

"Aku juga mikirnya gitu. Makanya aku nggak mau nikahin dia, tapi orang tua aku ngotot buat nikahin aku dengan Clara."

"Jadi gimana dengan hubungan kita? Kamu mau putus?" Tanya Rosi.

"Enggak, aku bakalan pertahananin hubungan kita. Kalau perlu kita backstreet." Jawab Nathan.

Rosi terdiam, ia bangkit dan duduk diatas pangkuan Nathan. Mengalungkan tangannya di leher Nathan dan menggesekkan hidungnya pada hidung mancung pemuda itu.

"Aku sayang banget sama kamu Nathan, aku bakalan sedih kalau kamu ninggalin aku." ia memeluk Nathan erat yang dibalas pelukan tak kalah erat dari Nathan.

"I love you." Lirih Nathan.

*****

Clara duduk sambil bersandar di kepala ranjangnya, ia mengelus perut ratanya. Tiba-tiba ia merasakan ponselnya bergetar, perempuan cantik itu merogoh ponsel dari saku celanya dan membulatkan mata saat tahu siapa yang mengirimkannya pesan.

Kak Juan: Kamu dimana? Kenapa menghilang.

Tubuh Clara menegang, dia lupa bahwa ia memiliki kekasih. Dan seminggu belakangan ini ia tak pernah mengabari kekasihnya itu. Secepat kilat ia segera membalas pesan dari pacarnya.

Clara: Maaf, aku nggak pegang hp belakangan ini.

Tak butuh waktu lama Juan membalas pesan Clara.

Kak Juan: Bisa kita ketemu? Aku ingin bahas berita yang lagi viral.

Mata Clara membola, mati-matian ia mengatur detak jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya.

Clara: Kakak pengen ketemuan dimana?

Kak Juan: Di taman tempat kita biasa ketemu. Kamu bisanya kapan?

Clara terdiam, ia melirik jam dinding di kamarnya. Baru pukul tiga sore.

Clara: Hari ini aja deh kak, kakak bisa nggak?

Kak Juan: Bisa, kita ketemuannya jam berapa?

Clara: Jam 4

Kak Juan: Oke, kamu siap-siap gih aku jemput.

"Ehh... Dia mau jemput aku? Gimana ini?" Ucap Clara panik.

Clara: Emm... Nggak usah kak, aku naik taksi aja.

Kak Juan: Oke, sampai ketemu nanti.

*****

Clara meletakkan ponselnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak butuh waktu lama ia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan dress selutut berlengan panjang berwarna biru laut. Ia menatap wajahnya di pantulan cermin, memoleskan sedikit bedak di wajah putihnya dan lipstik berwarna pink di bibir tipisnya.

Clara meraih tas selempang yang ia letakkan di meja riasnya, memasukkan ponselnya kedalam tas itu dan berjalan keluar dari kamarnya.Wanita itu menuruni anak tangga dengan langkah pelan, dan melihat William sedang duduk sambil membaca majalah otomotif.

"Pa."

William mendongak dan tersenyum saat melihat Clara.

"Kamu mau kemana sayang?"

"Mau keluar sebentar pa, aku pengen ketemu sama teman aku."

"Mau papa antar atau kamu mau diantar supir?" Tawar William.

"Ehh... Nggak usah, aku naik taksi aja."

"Beneran?"

"Iya."

"Oke. Kamu hati-hati yah, kalau ada apa-apa hubungin papa."

"Iya."

Clara berjalan keluar dari rumah, saat di pintu utama ia berpapasan dengan Nathan. Pemuda itu hanya meliriknya sekilas lalu melengos masuk kedalam rumah.

"Nathan."

Nathan berhenti dan menatap papanya datar.

"Gimana? Kamu sudah memutuskan perempuan itu?"

Nathan terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan.

"Iya."

William memicingkan matanya dan menatap putranya itu curiga.

"Kamu nggak bohongkan?"

"Nggak pa."

"Oke."

Nathan kembali melanjutkan langkahnya, baru diundakan tangga ketiga suara william kembali menghentikan langkahnya.

"Papa harap kamu jujur Nathan. Kamu akan tahu sendiri akibatnya kalau sampai kamu bohongin papa."




















Jangan lupa untuk vote dan komen ❤❤

Follow instagram aku juga @ufipuspitasari

NARA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang