NARA-52

25.8K 1.2K 151
                                    

Happy Reading 😍










"Pada ngapain?"

Rosi dan Rafa sontak menengok pada suara seseorang yang mengagetkan mereka.

"Aryan sumpah, lo kayak dedemit. Muncul tiba-tiba." Rosi menatap Aryan yang hanya memandangnya datar. Pria tampan itu menatap Rafa dengan tatapan lasernya.

"Kamu udah tahu nggak ini jam berapa?" Tanya Aryan.

Rafa menengok jam tangannya, ternyata sudah pukul sepuluh malam.

"Maaf." Rafa tiba-tiba bangkit. Ia menatap Aryan tak enak.

"Aku bukannya ngelarang kamu buat ketemuan sama Rosi. Tapi, aku punya jam malam untuk semua orang yang tinggal di rumah aku. Cuma sampai jam sembilan malam mereka bisa hangout." Aryan menatap Rosi.

"Dan kamu sudah lewat dari jam malam." Ujarnya datar.

"Sekali lagi maaf Aryan. Yaudah Rosi, aku pamit dulu. Mari, Aryan." Pamit Rafa yang diangguki oleh Aryan.

Aryan kini menatap Rosi yang hanya diam setelah Rafa pergi.

"Aku nggak ngelarang kamu ketemuan Rosi. Tapi bukannya kamu juga lagi dekat dengan Juan?" Tanya Aryan.

Rosi menatap manik mata Aryan. "Gue sama Juan cuma teman Aryan. Bahkan udah lama gue nggak komunikasi sama dia. Lo nggak usah mikir yang aneh-aneh deh." Ucap Rosi sebal.

"Terserah. Itu urusan kamu. Dan satu lagi, besok kamu pergi belanja bulanan. Malu saya ngeliat kamu kayak gini, setiap malam di datangin sama cowok terus dibawain makanan gitu. Kayak saya nggak bisa ngasih kamu makan aja."

"Ya emang. Andai lo niat mau nampung gue di rumah lo, nggak mungkin gue kelaperan kayak gini."

"Saya lupa ngasih kamu uang." Jujur Aryan.

"Yaudah, gue masuk deh. Bye." Pamit Rosi, ia mengambil kotak martabaknya dan meninggalkan Aryan seorang diri.

"Kenapa mereka berdua mirip?" Gumam Aryan.

Aryan menatap langit yang dihiasi bintang. Senyum manis tercetak di bibirnya.

"Calum, Clara, kalian itu salah paham. Saya nggak mungkin suka sama Rosi. Saya bersikap kayak gini ke dia karena kejadian yang dia alami dulu hampir mirip dengan yang dialami adik saya. Bahkan, sikap dan jidat mereka berdua sama, mengingatkan saya pada almarhumah adik saya."


Beberapa tahun yang lalu....

Kedua remaja saling berpegangan tangan menyusuri jalanan yang sepi di kota New York. Mereka berdua menatap was-was keadaan sekitar.

"Kakak, aku takut." Remaja perempuan memeluk erat lengan saudara laki-lakinya.

"Laura kamu tenang, ada kakak yang bakalan lindungin kamu."

"Tapi, perasaan Laura nggak enak kak Aryan. Kita pulang ke rumah mama ajak yuk." Ajak Laura pada Aryan.

"No! Kamu mau disiksa sama mereka lagi?" Tanya Aryan yang langsung disambut gelengan oleh Laura, gadis berusia tiga belas tahun itu menatap sekelilingnya takut.

"Tapi disini nyeremin kak. Kalau ada orang jahat gimana?"

"Kamu tenang saja. Ada kakak."

Tiba-tiba mereka dihadang oleh tiga orang preman.

"Adik kecil lagi ngapain disini?" Tanya salah satu pria sambil mencolek pipi Laura yang langsung di tepis oleh Aryan.

NARA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang