NARA-29

37.9K 1.5K 53
                                    

Happy Reading ❤








"Itu, gado-gado aku mana?" Tanya Clara pelan.

Nathan menatap Clara heran, bingung dengan pertanyaan ajaib Clara. Normalnya, orang yang baru sadar dari pingsan akan bertanya, "aku dimana?" atau "bayi aku nggak kenapa-kenapa kan?" atau paling tidak ia akan berkata sesuatu yang tidak membuat pasangannya semakin khawatir dengan keadaannya.

"Itu... Anu...."

"Kenapa? Penjual gado-gadonya mati?" Tanya Clara sembari terus menatap Nathan sayu.

"Bukan!" Seru Nathan.

"Terus?"

"Warungnya tutup." Dustanya. Ia ingat betul, dimana ia membuang gado-gado milik Clara karena khawatir akan gadis itu.

"Yah.... Padahal aku lapar banget." Lirih Clara sambil menatap sekeliling lalu mengerutkan keningnya bingung.

"Ini dimana?" Tanya Clara, "kok tempatnya asing banget. Bukan kamar aku." Lanjutnya.

Baru nyadar....

"Lo lagi di rumah sakit, tadi lo pingsan." Terang Nathan.

Clara terdiam, kembali mengingat saat Rosi dengan gilanya menyerang dirinya. Clara tiba-tiba tersentak, sambil memegang perutnya.

"Bayiku? Nathan bayi aku nggak kenapa-kenapa kan?" Tanyanya panik.

Nathan tersenyum tipis, ia menggerakkan tangannya lalu mengusap kepala Clara menenangkan.

"Dia baik-baik aja. Kata dokter, dia kuat. Kayak mamanya."

Clara bernapas lega, ia mengusap perutnya.

"Maafin mama yah sayang. Mama mentingin nanyain gado-gado mama daripada nanyain kamu. Jangan sedih yah." Gumam Clara yang masih bisa di dengar oleh Nathan.

"Maafin istri bodoh Nathan ya Allah." Gumam Nathan dalam hati.

Nathan tersentak, istri? Apa dia baru saja mengatakan bahwa Clara itu istrinya? Apa dia sudah mulai menerima Clara? Entahlah, dia masih bingung. Nathan menormalkan mimik wajahnya, ia meraih gelas di atas nakas dan menyodorkannya pada Clara.

"Minum dulu."

Clara menggeleng pelan. "Nggak haus."

Nathan kembali meletakkannya di tempat semula. Kini ia menatap Clara serius.

"Lo ingat kenapa lo bisa pingsan?"
Bukannya menjawab, Clara malah terdiam.

"Clara." Panggil Nathan. Clara tersentak saat mendengar nada tegas dari ucapan Nathan.

"Aku... Nggak ingat."

Nathan menatap Clara tajam, ia tahu Clara sedang berbohong padanya.

"Jangan bohong Clara."

Clara menatap wajah Nathan yang kini menunjukkan aura menyeramkan. Ia menatap tepat di manik mata Nathan.

"Bukannya aku nggak mau cerita, tapi aku nggak mau ungkit-ungkit kejadian itu lagi. Aku pengen lupain kejadian yang hampir nyelakain bayi aku Nat. Kalau aku ingat kembali kejadian tadi, itu bikin aku merasa bersalah sama bayiku. Karena, aku nggak becus jagain dia."

Nathan terdiam mendengar perkataan Clara. Usahanya untuk memancing Clara mengadu padanya tidak berhasil. Ternyata Clara tidak selemah yang ia pikirkan, mentalnya sangat kuat.

"Maafin Rosi yah." Sahut Nathan tiba-tiba.

"Hm, aku maafin."

"Dia... Sebenarnya orang yang baik. Tapi, setelah dia tahu gue nikah sama lo dia tiba-tiba berubah jadi seperti sekarang ini."

Clara mengangguk. Dia mengerti, ia tahu betul bagaimana perasaan Rosi. Wanita mana yang tak kecewa saat ia tahu kekasihnya menikahi wanita lain? Clara juga pasti akan marah jika ia tahu Juan menikahi wanita yang bukan dirinya. Hanya saja ia tidak se-ekstrim Rosi. Mungkin dia hanya akan mendoakan agar wanita itu... Mati mungkin.

Nathan kembali mengusap kepala Clara, "lain kali kalau Rosi datang lagi, lo sembunyi. Atau jangan bukain dia pintu. Atau paling nggak, ngomong sama gue kalau dia jahatin lo lagi. Lo tahu Clara, gue juga ngerasa bersalah kalau gue nggak bisa jagain istri dan anak gue. Jadi, ngomong sama gue kalau ada orang yang jahatin lo lagi, oke?"

Clara tersenyum manis. "Oke."

Perhatian keduanya teralihkan saat mereka mendengar ketukan pintu. Nathan beranjak dari tempatnya lalu membuka pintu ruang perawatan Clara. Ia tersenyum saat tahu siapa yang datang.

"Thanks Seno." Ucap Nathan sambil mempersilahkan Seno masuk. Pria itu membawa beberapa barang milik Clara dan Nathan.

"No Problem." Ia meletakkan barang-barang milik Nathan di sofa lalu menghampiri Clara sembari menenteng kantong kresek hitam.

"Keadaan lo gimana?" Tanya Seno.

"Udah baikan."

"Ck... Gara-gara si setan itu lo jadi kayak gini. Lain kali kalau dia nyerang lo lagi, lo harus lawan dia."

"Iya." Ucap Clara. Ia melirik kresek hitam yang dibawa oleh Seno.

"Itu apa?"

"Oh... Ini gado-gado punya lo."

Mendengar itu Nathan terlonjak, ia menatap Seno was-was.

"Loh? Kata Nathan warungnya tutup."

"Ini kan...."

"Lo pasti beli di persimpangan depan kan? Di warungnya mak Odah, iyakan?" Tanya Nathan sembari memberi Seno kode. Tapi, entah karena Seno yang tak peka, atau karena ia goblok. Ia malah menjawab.
  
"Bukannya ini gado-gado Clara yang lo buang dekat tempat sampah tadi?" Ujar Seno yang hampir membuat Nathan ayan di tempat.

*****

Di lain tempat, Rosi tengah meneguk wine sambil menatap foto Nathan yang sedang tersenyum sembari merangkulnya. Kilasan saat ia hendak pergi dari apartemen Nathan akan tetapi ia bertemu dengan seorang yang tak ia kenal kembali mengusiknya.

Rosi berjalan dengan langkah tertatih menuju tempat ia memarkirkan mobilnya. Belum sempat ia meraih pintu mobilnya tiba-tiba ia ditarik paksa oleh seseorang. Seorang pria yang tak ia kenal menyudutkannya dan menatapnya tajam.

"Lo siapa?" Tanyanya sambil menatap pria tampan itu.

"Kamu nggak perlu tahu siapa saya, tapi saya peringatkan sama kamu. Sekali lagi kamu berniat mencelakai Clara saya tidak akan segan-segan untuk membalas perbuatan kamu itu."

Rosi tersenyum mengejek. "Dan lo pikir gue takut?" Ucap Rosi sambil berusaha melepaskan diri dari pria itu.

"Roseanne Alandra Smith, anak dari James Smith. Pengusaha yang sedang berada di ujung kebangkrutan. Dan juga diam-diam ia menggelapkan uang perusahaan dari rekan bisnisnya. Kira-kira, bagaimana reaksi beliau saat perilaku buruknya itu tersebar di media. Dan bagaimana rekasinya saat ia tahu putri kesayangannya itu ju...."

"Diam!!" Rosi mendorong tubuh pria itu.

"Lo nggak tahu lagi berurusan sama siapa! Dan asal lo tahu, ancaman basi lo itu nggak akan buat gue takut. Gue bakalan tetap hancurin hidup Clara. Bahkan kalau perlu lo juga gue singkirin!!" Ancam Rosi, setelah itu memasuki mobilnya dan berlalu meninggalkan pria itu.



Wanita cantik itu bangkit, ia mencengkram gelasnya erat.

"Clara...." Geramnya.

"Lo udah ngerebut Nathan dari gue, dan jangan harap hidup lo bakalan hidup tenang setelah ini." Ucapnya sambil menenggak habis minumannya, setelah itu ia melemparkan gelasnya ke tembok hingga gelas itu pecah dan berserakan di lantai kamarnya.

Rosi menatap pecahan kaca itu dengan tangan mengepal.

"Gue bakalan bikin hidup lo hancur, sehancur-hancurnya. Nathan cuma milik gue seorang, kalau gue nggak bisa milikin Nathan orang lainpun nggak akan bisa."

Rosi tersenyum manis. "Lebih baik Nathan mati asal dia nggak jadi milik siapapun."































Jangan lupa untuk vote dan komen ❤❤❤

NARA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang