NARA-56

22.7K 1.2K 123
                                    

Happy Reading ❤







Clara menatap Olin yang kini terlelap di sampingnya. Wanita cantik itu mengelus surai anaknya sambil tersenyum tipis.

"Nggak nyangka kamu sekarang sebesar ini."

Clara kembali teringat saat dimana ia harus melahirkan Olin tanpa didampingi oleh suaminya. Hanya Aryan beserta papa dan kakaknya.

Ia ingat betul saat Papanya melantunkan iqamat di telinga Olin dengan linangan air mata. Saat Aryan dengan senyum lebarnya mengatakan bahwa Olin adalah anaknya, dan juga saat pria itu memberikan nama pada anaknya.

Semuanya berjalan dengan lancar, ia juga sedikit melupakan Nathan. Sampai dimana kakaknya mengirimnya ke Amerika hanya untuk belajar ilmu bisnis dan merubah dirinya. Dan sosok yang selalu mendapinginya adalah Aryan.

Ia sedikit bersalah saat mengingat wajah kecewa Aryan tadi. Tapi mau bagaimana lagi, Aryan sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Bohong jika ia bisa menghapus rasa cintanya pada Nathan begitu saja. Bahkan sampai sekarang perasaan itu masih ada, hanya saja ia belum sanggup menerima Nathan kembali.

"Kenapa kamu kembali lagi Nat? Aku udah pergi dari hidup kamu, tapi... Kenapa kamu gangguin aku? Aku juga nggak bisa benci kamu segitunya, itu bukan salah kamu. Saat itu kamu amnesia. Aku paham, tapi... Kata-kata kamu, tuduhan tidak berdasar kamu itu yang buat aku sakit. Aku masih ingat dengan kata-kata kamu, untuk selalu percaya kalau kamu cinta sama aku. Tapi... Kenapa dulu sulit banget untuk buat kamu ingat sama aku Nat."

"Aku cinta sama kamu. Tapi... Takdir kayaknya nggak ingin kita bersatu."

Clara masih mengelus surai Olin, "muka Olin mirip kamu banget Nat. Aku juga nggak nyangka, dia bakalan nyaman sama kamu saat pertama kali kalian ketemu. Olin bukan orang yang gampang akrab, tapi... Naluri seorang anak pada ayahnya itu nggak akan pernah salah kan?" Lirih Clara.

Clara menangis seorang diri, sebenarnya ia tak menyadari bahwa sedari tadi Calum mendengar semua perkataannya.

"Segitu cintanya kamu sama si tolol itu Ra."

Keesokan harinya, Clara bersiap-siap menuju kantornya. Ia ada dua meeting hari ini, namun yang menjadi kendalanya adalah Olin ingin ikut ke kantornya.

"Mama Olin ikut yah. Olin janji bakalan jadi anak yang cantik, imut dan penurut." Olin kini gelendotan di kaki Clara. Memeluk erat kaki wanita itu.

"Enggak usah sayang. Nanti Olin bosan disana. Kan nggak ada teman main, kalau disini kan ada bi Rara sama bi Dea yang nemenin.

"Ahh males main sama mereka. Kerjaannya godain papa Olin terus." Olin memberenggut kesal.

"Tapi papa bilang dia senang digodain sama cewek. Tandanya papa masih ganteng. Papa nakal mama, dia genit sama perempuan, Olin nggak suka." Ketus Olin.

"Papa dalam masa pencarian, Olin nggak usah marah sama papa." Sahut Clara asal.

"Olin ikut yah mama. Olin janji jadi anak yang baik." Olin mendongak menatap Clara penuh harap.

"Yaudah."

"Yeyyy!!!" Pekik Olin senang.

Tiinn... Tiin....

"Tuh papa udah datang, ayo." Clara menuntun Olin.

Ia tersenyum manis pada Aryan, namun senyumnya luntur saat melihat siapa yang duduk di jok belakang.

"Pagi sayangnya papa." Seru Aryan pada Olin. Olin hanya melirik Aryan sekilas lalu bergegas naik ke dalam mobil.

"Idih... Idih... Sok jual mahal." Aryan menggoda Olin.

NARA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang