NARA-51

27.9K 1.4K 152
                                    

Happy Reading ❤






Olin yang tengah sibuk dengan makanannya, tiba-tiba menatap Clara.

"Ma, papa Aryan sama daddy Calum mana?" Tanya Olin.

Clara yang terdiam sambil menatap ponselnya terkejut, "oh, bentar lagi mereka sampai."

"Mama kenapa?" Olin menatap Clara khawatir. "Mama sakit?" Tanya Olin lagi.

"Enggak kok sayang. Mama... Cuma capek aja, di kantor tadi banyak kerjaan."

"Ra!"

Clara dan Olin berbalik, mereka tersenyum saat melihat dua pria tampan berbadan kekar berjalan ke arah mereka. Para gadis yang duduk tak jauh dari meja Clara memekik heboh.

"Eh, kayaknya yang brewok itu manggil gue deh. Kan nama gue Rani." Ucap gadis berambut cokelat dengan nada centilnya.

"Enggak usah kepedean lo, dia pasti manggil gue. Soalnya kan, gue yang paling cantik disini." Gadis berambut pirang menatap Aryan penuh minat.

"Papa!! Daddy!!" Olin melambaikan tangannya.

"Hai sayangnya papa." Aryan mencium pipi Olin, lalu mengelus rambut Clara. Begitupula dengan Calum ia melakukan hal yang sama. Membuat orang-orang di dekat mereka terheran-heran.

Tubuh Clara menegak saat salah satu dari gadis yang memekik tadi menatap Clara tak suka.

"Serakah amat jadi perempuan. Lakinya dua loh, mana ganteng-ganteng lagi." Sahut perempuan berambut pirang itu.

"Iya. Tapi, coba lo perhatiin anaknya deh. Nggak ada mirip-miripnya sama papa-papanya. Jangan-jangan, itu anak suami ketiganya lagi." Kini wanita berambut cokelat yang berbicara, ia melirik Clara sinis.

Aryan yang kebetulan duduk di dekat Clara mendesah pelan.

"Aku belum genap semenit duduk disini udah dengar bisikan-bisikan setan. Yang kayak gini mesti dikasih pelajaran."

"Aryan, jangan." Lirih Clara. Namun Aryan tak mengindahkannya, ia menatap kedua perempuan itu lalu tersenyum manis.

"Mbak-mbak yang cantik, mulutnya nggak pernah di tusuk garpu?" Tanya Aryan, ia memang tersenyum namun matanya terus menatap tajam kedua wanita itu.

"Ehh... Enggak mas." Jawab si wanita berambut pirang.

Clara menggigit bibirnya, ia melirik Calum. Untung saja kakak tampannya itu sedang sibuk menyuapi Olin.

"Kalian udah pada nikah?" Tanya Aryan lagi.

"Aryan." Tegur Clara.

Kedua gadis itu tersenyum kikuk, lagu menggeleng.

"Belum mas." Jawab keduanya.

Aryan tersenyum miring, senyum khas seorang Aryanka jika ia ingin menjuliti orang lain.

"Oh, pantes aja. Mulut kalian asem sih. Cuma tahu gosipin orang, jadi jodoh kalian pada lari." Aryan berujar enteng. Clara yang mendengarnya mencubit paha pria itu. Bukannya takut, ia kembali melanjutkan ucapannya.

"Saran saya nih mbak, itu mulutnya di cuci pake air bilasan beras supaya bersih. Jadi itu mulutnya nggak julit-julit amat, kasian embaknya kalau nggak nikah-nikah."

Wajah kedua perempuan itu memucat, mereka tak lagi menatap Aryan.

Aryan tersenyum kemenangan, "beres." gumamnya.

"Aryan, kamu keterlaluan." Tegur Clara.

"Biarin aja, Ra dengar. Spesies kayak mereka itu emang harus di kasarin baru sadar diri."

NARA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang