Happy Reading ❤
"Kak Juan." Clara menahan lengan Juan saat laki-laki itu hendak meninggalkan apartemen Clara dan Nathan.
"Kenapa?"
"Ucapan Nathan nggak usah kak Juan pikirin yah." Pinta Clara.
"Kenapa? Kamu mau selamanya tinggal sama cowok bajingan kayak dia? Iya?" Tanya Juan kesal.
"Nggak gitu kak, aku... Aku harus perjuangin hak anak aku. Gimanapun dia harus dapat kasih sayang papanya."
"Terserah." Juan menepis tangan Clara.
Setelah itu pria itu melangkah pergi meninggalkan Clara yang terus menatapnya. Clara menghela napas pelan dan kembali masuk ke dalam, ia bisa melihat Rosi yang melangkah tergesa-gesa dan menghampiri Nathan. Wanita itu sudah memakai pakaiannya lagi.
"Nathan kamu nggak papa?"
"Mending kamu pulang." Ujar Nathan tanpa menatap Rosi.
"Tapi...."
"Pulang."
Rosi menatap Nathan, lalu ia bangkit dan meraih tasnya.
"Yaudah aku pulang, kamu istirahat yah." pamit Rosi. Tatapannya bertemu dengan Clara saat ia berjalan menuju pintu keluar. Saat Rosi telah pergi, cepat-cepat Clara mengunci pintu dan berjalan menuju Nathan dengan langkah pelan. Ia bisa melihat wajah Nathan yang membiru di beberapa sudut wajahnya, ada bekas darah yang mengering juga.
Clara bergegas ke dapur, ia mengambil air di baskom dan sebuah handuk kecil. Setelah itu ia kembali ke ruang tengah dan menemukan Nathan yang bersandar di sofa sambil memejamkan matanya.
Dengan hati-hati Clara menaruh baskom itu di atas meja, ia hendak membasuh luka Nathan dengan handuk kecil yang ia pegang akan tetapi mata Nathan tiba-tiba terbuka.
"Lo mau ngapain?" Tanya Nathan dingin.
"Mau... Mau ngompres luka kamu." Jawab Clara terbata.
"Nggak usah sok peduli." Nathan bangkit dan memasuki kamar mereka dengan sedikit membanting pintu.
****
Clara mengerang pelan, ia bisa merasakan sakit di punggungnya. Ia bangun lalu duduk, ia melirik pintu kamarnya dengan Nathan yang tertutup rapat. Ia bangkit menuju meja makan dan mengerutkan kening saat melihat makanan yang ia masak utuh. Tandanya masakan yang ia masak tak pernah disentuh oleh Nathan.
Karena cemas Clara mengetuk pintu kamar.
"Nathan. Bangun, udah pagi. Kamu nggak sholat subuh?"
Tak ada sahutan, Clara semakin kalang kabut.
"Nathan."
Tetap saja, tak ada sahutan dari Nathan. Clara bergegas menuju pantry dan mengambil kunci cadangan dari salah satu laci meja.
Buru-buru ia membuka pintu kamar, ia menghela napas lega saat melihat Nathan yang bergelung dengan selimutnya. Tapi, Clara merasa heran mengapa Nathan mengeluarkan banyak keringat, sedangkan Ac-nya sangat dingin.Ia meletakkan telapak tangannya di kening pemuda itu. Clara terlonjak saat merasakan badan Nathan yang panas.
"Nathan!" Clara sedikit menggoncang tubuh Nathan hingga pria itu mengerang pelan.
Nathan meringis saat merasakan sakit di kepalanya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah panik dari Clara.
"Ngapain lo?" tanya Nathan serak.
"Badan kamu panas, kamu tunggu disini. Aku ambil air kompresan dulu."
Beberapa saat kemudian Clara kembali sambil membawa sebuah baskom berisi air hangat dan juga handuk kecil. Ia duduk di pinggir kasur, lalu mencelupkan handuk itu pada air hangat, memerasnya dan menempelkannya ke kening Nathan.
Begitu seterusnya hingga ia merasa suhu tubuh Nathan sedikit menurun."Aku ambil makan dulu. Kamu harus makan, terus minum obat." Ucap Clara meninggalkan Nathan yang terdiam, entah apa yang sedang pria itu pikirkan.
Tak lama, Clara kembali dengan semangkuk bubur, ia meletakkan bubur itu di atas meja.
"Kamu bisa duduk?" Tanya Clara yang diangguki oleh Nathan.
"Yaudah sini aku bantu." Clara membantu Nathan untuk duduk. Ia menyerahkan semangkuk bubur pada Nathan, dengan tangan bergetar Nathan meraih mangkuk bubur itu. Namun, tiba-tiba Clara merampas mangkuk bubur itu dari Nathan.
"Aku suapin aja, tangan kamu gemeteran."
Nathan tak menolak, ia memperhatikan Clara yang sibuk mengaduk bubur yang ia buat.
"Aaaaa...."
Clara mengarahkan sesendok bubur pada Nathan yang di sambut oleh pemuda itu. Nathan mengernyit, ia sangat kesusahan menelan bubur itu.
"Udah, gue mual." Tolak Nathan saat Clara hendak menyuapkannya lagi.
"Ehh... Baru sesuap. Ayo buka mulut kamu."
"Enggak."
"Kamu jangan kayak anak kecil yah Nathan. Cepat buka mulut kamu."
Paksa Clara. Akan tetapi, Nathan tetap menolak untuk membuka mulutnya."Oke, kalau kamu nggak mau makan. Aku bakalan telpon mama kamu, biar dia bawa kamu ke rumah sakit."
Ancam Clara, ia mengeluarkan ponselnya dan hendak menelpon mama mertuanya."Jangan!" Nathan menahan Clara.
"Yaudah kamu harus makan."
"Ckk... Tapi buburnya pahit." Rengek Nathan.
"Nggak pahit, cuma perasaan kamu doang. Cepetan makan buburnya, terus kamu minum obat." Ucap Clara, kembali menyuapi Nathan. Saat suapan ke enam, Nathan sudah menyerah. Bubur itu sudah tak bisa ia telan. Clara meletakkan mangkuk bubur Nathan dan menyerahkan segelas air. Setelah itu ia memberikan obat pada Nathan yang langsung di minum oleh pemuda itu.
Nathan menatap Clara yang terdiam, jujur dari hati yang paling dalam ia sangat menyesal memperlakukan Clara seperti itu. Ini bukan dirinya, ia sangat menghargai wanita. Apalagi Clara adalah istrinya sendiri. Namun ia harus menyingkirkan wanita itu jika ia ingin bersama dengan Rosi. Jujur, sekarang Nathan bimbang. Menyingkirkan Clara dan hidup bahagia dengan Rosi tetapi ia harus membiarkan Clara menderita? Atau tetap bersama Clara dan menggantung Rosi selamanya?
"Makasih." Ujar Nathan tulus.
Clara menatap Nathan tepat di manik mata pemuda itu. "Sama-sama.
Yaudah kamu istirahat."Clara hampir membuka pintu, akan tetapi perkataan Nathan menghentikannya.
"Kenapa lo baik sama gue? Padahal gue jahat sama lo."
Clara tersenyum manis. "Nggak ada yang salahkan kalau istri berbakti sama suaminya? Meskipun suaminya punya banyak kesalahan, sudah tugas istrinya untuk menghormati, dan mengurus suaminya."
Jangan lupa untuk vote dan komen ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
NARA (TERBIT)
RomanceJudul awal: Mommy Clara Larasati, gadis sembilan belas tahun yang harus menerima nasib dihamili oleh Nathan William Chance, seorang artis terkenal. Keduanya terpaksa menikah untuk menutupi aib yang bisa merusak nama baik Nathan. Setelah pernikahan t...