"Astagfirullah!!"
Kedua insan itu tersentak. Dengan kompak keduanya melihat ke arah pintu yang menampilkan seorang pemuda dengan masih menggunakan jas berkacak pinggang ke arah mereka.
"Gak berniat turun, Adyba?" Nada datar itu membuat Dyba langsung tersentak dan cepat turun dari pangkuan Sam. Dengan cepat Dyba langsung berlari dan memeluk pemuda itu tanpa memperdulikan luka di perutnya yang masih lumayan sakit.
"Jangan kasih tau mama, Bang." Galaksi Agam Zudianto, anak pertama keluarga Zudianto sekaligus kakak satu-satunya untuk Sam.
"Bang." Dengan santainya Sam hanya menyapa Agam dan berjalan masuk ke kamar mandi.
"Kalian mau langsung abang nikahin?" Mata Dyba membulat, ia langsung mendongak untuk melihat pemuda berusia 23 tahun ini.
"Jangan lah, Bang, Dyba masih pengen kuliah." Dyba belum melepaskan pelukannya. Pacaran tiga tahun dengan Sam membuat Dyba mengetahui seluk beluk keluarga Zudianto, bahkan kakek dan nenek Sam sudah Dyba kenal juga. Apalagi dengan Agam, Dyba sangat mengenal baik.
"Terus tadi ngapain?"
"Dyba cuma nyari ketombe di rambut Sam bang, kata Sam rambutnya gatel ya udah Dyba cari deh siapa tau ada ketombenya."
Agam mengeratkan pelukannya dan memandang gemas gadis ini, ia sudah menganggap Dyba sebagai adiknya. "Baru abang tinggal tiga bulan aja kamu udah pinter boong ya, apalagi tadi kamu udah berani ya."
Dyba memajukan bibir bawahnya. "Maaf, Bang."
Agam melepaskan pelukannya. "Sana, mama udah nungguin kamu di dapur katanya kamu disuruh untuk bantuin nyiapin sarapan. Abang mau mandi dulu, capek ini udah lengket juga badan Abang gak mandi dari kemaren sore."
"Pantesan Dyba mencium bau-bau kayak kaos kaki Sam yang gak dicuci satu semester itu." Agam mendelik kesal, dengan cepat ia berjalan ke arah pintu samping kamar Sam.
Sebelum menutup pintu kamar Sam, Agam memunculkan sebagian kepalanya. "Abang ngambek sama kamu!"
***
"Mama." Nita tersenyum hangat sambil menuangkan soto itu ke dalam mangkuk.
"Sam udah bangun?"
"Udah, Ma, tapi ya itu dia bangunnya lama banget kayak kebo." Nita terkekeh mendengar itu.
"Udah ketemu sama Agam?" Dyba berjalan ke arah Nita dan mengambil soto ayam itu untuk diletakkan dia tas meja makan.
"Udah, Ma, Bang Agam makin ngeselin."
"Apa kamu bilang abang ngeselin? Nanti abang bocorin tentang tadi, habis kamu!" Dyba mengerucutkan bibirnya.
"Kan abang memang ngeselin." Nita terkekeh pelan mendengar pertengkaran kedua orang itu.
"Adek sama papamu kemana?" Agam mencomot satu paha ayam yang sudah tersedia di atas meja.
"Sam masih berendam, mama kayak gak tau Sam aja. Kalau papa masih di ruang kerja."
"Ya udahlah mama mau keatas manggil papamu, di sini baik-baik berdua jangan berantem."
"Dy, gimana rasanya di pangku? Enak gak?"
Dyba langsung melotot kemudian melihat ke arah tangga. Ia menghela nafas lega, setidaknya mama Sam sudah tidak mendengar pembicaraan mereka.
"Bang, jangan ngomong aneh-aneh atuh."Agam hanya terkekeh sambil tetap memakan paha ayamnya itu. "Ya kan abang cuma nanya sama kamu, gimana rasanya dipa-"
Dyba langsung menyumpal mulut Agam dengan tisu. "Rasain! Dibilangin jangan bahas yang aneh-aneh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Samudera [Selesai]
Teen Fiction"Aku gak suka kamu senyum sama dia!" "Ya Allah, masa aku gak boleh senyum sama pak Polisi sih? Waktu itu dia natap aku, jadi ya aku senyum lah, gak mungkin juga itu pak Polisi suka sama aku." "Tapi aku gak suka, kamu cuma milik aku, milik Samudera!"...