"Assalamualaikum." Sam memencet bel yang berada di samping pintu itu, ia mengerutkan keningnya, apa gak ada orang? Masa gue disini udah hampir lima menit belum dibuka juga?
"Assalamualaikum." Sam masih tetap memencet bel itu. Melihat dari mobilnya keluarga Dyba sih ada di rumah, tetapi mengapa belum di bukakan pintu untuknya?
"Waalaikumsalam." Wajah seorang lelaki paruh baya langsung terlihat setelah pintu itu terbuka.
"Ayah." Sam menyalami tangan Difki-- ayah Dyba.
Difki memperhatikan Sam dari atas sampai bawah. "Ngapain kamu malam-malam sambil bawa coklat lagi, mau bikin anak ayah gendut?"
Sam langsung melotot mendengar itu.
"Ya enggak lah, Yah, Sam mau minta maaf sama Dyba makannya Sam bawain coklat. Lagipula kalau Dyba gendut Sam gak papa kok." Difki memutar bola matanya malas mendengar gombalan Sam itu."Masuk aja sana, Dyba lagi di kamarnya."
"Makasih, Yah, ini ada martabak buat ayah, bunda sama bang Gean."
Difki mengangkat martabak yang sudah berada di tangannya itu, kemudian ia tersenyum. "Menantu idaman kamu, tau aja yang ayah suka." Sam tersenyum bangga mendengarnya.
"Ya udah, Yah, Sam masuk ke kamar Dy dulu ya." Ziko mengangguk dan membiarkan Sam masuk ke kamar putrinya.
Hubungan Sam dan Dyba yang sudah berjalan dua tahun itu membuat orang tua Dyba percaya kepada Sam, membuat orang tua Dyba percaya bahwa Sam tidak akan menghancurkan anaknya.
"Malam, Bang Ge." Gean hanya mengangguk tanpa melepas pandangan dari ponselnya.
"Dasar! Game aja yang diurusin, hidup di dunia asli gak ada di perhatiin."
"Gue denger kampret!" Umpatan Gean itu membuat Sam menyengir saja.
Sam kembali berjalan menuju ke kamar Dyba. Ia membuka pintu kamar Dyba dengan perlahan-lahan takut pemilik kamarnya akan terganggu. Sam menutup pintu juga dengan perlahan. Sam berjalan dengan jinjit ke ranjang Dyba tapi sebelum itu ia menaruh dulu coklat yang ia bawa ke atas nakas dyba. Sam langsung memeluk gadis itu dari belakang, posisi Dyba yang membelakangi pintu membuat Sam semakin untung.
"Astagfirullah!" Dyba langsung memukul dan mencubiti tangan Sam yang ada di perutnya. Ia kaget, manusia mana yang tidak kaget saat kamu sedang menonton film horor dan tiba-tiba ada seseorang yang memeluk perutmu, mana tidak ada suara pintu yang di buka dan di tutup lagi.
"Biasa aja atuh muka kamu, beb, kayak orang habis liat apa aja." Sam tersenyum geli melihat wajah Dyba yang terlihat imut itu. Dyba mengerucutkan bibirnya kesal.
"Ya habis, kamu masuk kamar orang gak ngetok pintu, kamu nembus dinding ya kok gak denger suara pintu kebuka?"
"Ya salah kamu sih serius kali kalau udah nonton film. Lagipula nonton kok film kayak gitu gak seru."
"Gak seru kayak gini bisa buat kamu gak bisa tidur tau!"
"Nonton itu film trilogi Fifty gitu." Dyba melongo mendengar itu.
"Trilogi Fifty? Maksudnya? Fifty one, Fifty two sampe Fifty three gitu?" Sam menggaruk kepalanya, ternyata cewek gue polos banget ya Allah!
"Trilogi film Fifty shades of grey loh, sayang."
Dyba menggaruk kepalanya. "Film apa sih itu itu? Bentar ya aku cari dulu, kalau kata kamu filmnya seru berarti memang seru sih." Baru saja Dyba mengetikkan 'Fif' Sam langsung merebut laptop Dyba.
"Jangan dicari juga, sayang."
"Tadi katanya filmnya seru, lah sekarang aku mau nyari film itu gak boleh, gimana sih kamu?" Sam menggelengkan kepalanya.
"Gak usah dicari, kamu masih kecil." Dyba menatap Sam tajam.
"Kalau kayak gitu aku udah bisa nebak film apa, pasti blue film kan?" Sam langsung gelagapan mendengar itu.
"Enggak, di film itu ada adegan kekerasannya makannya anak baik kayak kamu gak boleh nonton." Akhirnya setelah mencari alasan yang tepat menurut Sam ia mengeluarkan alasan yang terbilang cukup logis.
"Whatever-lah, Sam." Dyba berjalan ke arah meja riasnya untuk mengambil ikat rambut karena rambutnya sedari tadi terurai.
"Tujuan kamu ke sini tadi untuk apa? Bawa coklat kayak gitu lagi?" Dyba melirik bingkisan coklat yang ada di atas nakasnya itu. Sam berjalan menghampiri Dyba, ia berhenti tepat dihadapan gadis itu dan mengusap pipi Dyba lembut.
"Itu permintaan maaf aku karena gak bisa nganter kamu pulang, Dy." Dyba mengelus rambut Sam dengan sedikit berjinjit karena perbedaan tinggi mereka itu.
"Kamu gak salah kok. Setelah dipikir-pikir kamu juga punya kesibukan sendiri, jadi ya gak mungkin kamu selalu ngantar aku pulang." Sam tersenyum mendengar kejadian Dyba itu, ia memeluk Dyba dan mengangkat Dyba sampai kaki Dyna sudah tidak menyentuh lantai.
"Makasih perhatiannya, sayang."
Bukannya menjawab Dyba malah memberontak di pelukan Sam. "Aku mau turun, Sam, rasanya aku melayang tau!"
"Gak mau, aku mau gendong kamu aja biar kamu gak capek jalan terus."
Dyba memutarkan matanya. "Jalan itu udah jadi kebiasaan jadinya gak akan pernah capek lah."
Sam mencubit hidung Dyba pelan. "Kamu jalan 10 km gak capek emangnya?"
"Ya capeklah." Tanpa berpikir dua kali pun Dyba langsung menjawab itu, jalan kaki 10 km itu dapat membuat betisnya menjadi seperti pahanya yang sekarang.
"Yah itu kamu capek makannya aku gendong aja."
"Terserah kamu lah, Sam, turunin!" Sam bukan malah menurunkan Dyba tetapi malah menggendong Dyba untuk ditidurkan di ranjang. Melihat Sam yang berjalan ke arah ranjangnya Dyba semakin memberontak di pelukan Sam.
"Sam turunin kamu mau ngapain bawa aku ke kasur?" Dyba mencubiti lengan Sam tetapi Sam malah tetap menggendong Dyba dan langsung menidurkan Dyba di ranjangnya.
Dyba membelalakkan matanya melihat Sam yang sekarang sedang berada di atasnya, memang tidak menindih Dyba tetapi posisi ini bisa dibilang sangat intim.
"Kamu mau ngapain, Sam?" Dyba menjauhkan wajah Sam yang mendekati wajahnya. Bukannya menjauh Sam malah menangkap tangan Dyba dan dijadikan satu di atas kepala Dyba.
Dyba meneguk ludahnya susah payah melihat mata Sam yang menatapnya sayu, Sam mengelus pipi Dyba dengan tangannya yang bebas.
"Kamu gak usah berpikir aneh-aneh sayang, aku gak bakalan ngapa-ngapain kamu. Cowok yang baik gak bakalan mau ngerusak ceweknya, dan aku mau menjadi cowok yang baik untuk kamu." Setelah mengucapkan itu Dyba merasakan keningnya di cium oleh Sam.
"Aku gak bakalan ngerusak kamu." Setelah itu Sam mengecup kedua pipi Dyba. "Selamat tidur, Sayang." Sam mencium bibir Dyba lama, tanpa lumatan maupun gigitan.
Sam menjauhkan diri dari atas tubuh Dyba dan memandang Dyba yang masih mengerjapkan matanya mencerna apa yang barusan terjadi. Sam memandang geli gadisnya yang terlihat imut itu.
"Udah tidur aja, gak usah dipikirin yang tadi. Aku pulang dulu, good night and have a nice dream, dear." Sam menaikkan selimut hingga batas dada Dyba dan mengecup kening Dyba. Dyba masih belum mencerna apa yang barusan terjadi dan baru sadar setelah mendengar pintu kamarnya ditutup.
"Bisa gila gue kalau Sam kayak gitu terus!" Dyba mengedarkan pandangannya.
"Kapan lampu kamar dimatiin? Ah tau lah, good night Sam and have a nice dream too, semoga kamu mimpiin aku."
***
TBC....
Warning!! Typo bertebaran...
Jangan lupa vote and comment...
Terima kasih yang udah mau baca dan votment cerita aku....
Double up untuk kalian 😄30 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Samudera [Selesai]
Teen Fiction"Aku gak suka kamu senyum sama dia!" "Ya Allah, masa aku gak boleh senyum sama pak Polisi sih? Waktu itu dia natap aku, jadi ya aku senyum lah, gak mungkin juga itu pak Polisi suka sama aku." "Tapi aku gak suka, kamu cuma milik aku, milik Samudera!"...