Saling menatap dan tersenyum itulah yang dilakukan kedua orang ini. Senyum yang sama-sama menggambarkan kebahagian yang sebenarnya. Baju pengantin bahkan belum dilepas dari tubuh keduanya. Dyba masih memakai kebayanya, tetapi sanggulannya sudah di lepas. Mereka hanya duduk di sofa kamar Dyba dan saling berhadapan.
"Makasih." Dan akhirnya satu kata muncul di antara keheningan itu. Sam mulai membuka suaranya yang sedari tadi seperti tercekat di tenggorokannya.
Dyba mengangkat sebelah alisnya. "Makasih untuk apa?"
Sam tersenyum. Ia berjalan ke arah Dyba dan berlutut di depan gadisnya itu. Menggenggam kedua tangan itu sambil sesekali menciuminya. "Makasih kamu udah mau jadi istri aku. Aku beneran gak nyangka ini bakalan terjadi. Aku pikir nikah sama kamu cuma hayalan aku aja. Makasih kamu udah mau nerima lelaki yang akhlaknya bahkan belum sempurna itu, tapi aku pasti bakalan menyempurnakan itu. Dan yang pasti terima kasih udah mau bertahan sama aku yang kadang gak jelas ini. Sekarang, kalau aku salah bilangin aku, tegur aku. Aku gak mau gara-gara kesalahan aku terus kamu gak nyaman dan akhirnya kamu minta pisah. Aku mau aku nikah cuma sekali seumur hidup, ngehabisin masa tua sama kamu, sama anak-anak kita nanti. Kita lewati bareng-bareng cobaan yang ada di depan nantinya. Sekarang kita jangan pernah mentingin ego sendiri, kita udah hidup berdua, jadi harus saling bertukar pikiran."
Dyba mengusap air mata yang turun di pipi Sam. Mengelus pipi itu dengan lembut sambil tersenyum hangat. "Aku juga bukan perempuan sempurna, aku pasti bisa banyak melakukan kesalahan. Kalau aku salah atau apapun jangan pernah gak bilangin aku. Bantu aja jadi istri yang baik nantinya. Aku juga sama kayak kamu, cuma mau nikah sekali dan ngehabisin hidup sama kamu. Yang aku minta, semoga di antara kita jangan pernah tergoda sama cobaan dunia. Pelakor ataupun pebinor pasti banyak, dan aku harap kamu gak bakalan nyangkut sama itu semua. Sekarang nyelesaiin masalah jangan pakai emosi ya, jangan suka cemburuan. Seseorang kalau dia benar-benar mencintaimu dia akan jaga hatinya untukmu dan akan menolak banyak hati yang mendekati dia. Kamu posesif? Boleh sayang, atas dalam batas wajar."
Sam mengangguk. Ia menarik tangan Dyba dari pipinya dan mencium tangan itu dengan lama. "Selamat datang di kehidupan kita yang baru, istriku."
Wajah Dyba memanas, pipinya bersemu merah. Ia menubruk tubuh Sam begitu saja dan Sam terjungkal ke belakang. Sam mengusap punggung Dyba yang sekarang ada di atas tubuhnya yang telentang di karpet kamar ini. "I love you. Now, you're my world."
"Love you too. Aku malu!" Dyba memekik pelan di lekukan leher Sam.
Sam terkekeh, ia mengusap punggung itu naik turun dengan lembut. "Kamu gak panas pakai kebaya terus?"
"Nanti aja deh, lagi nyaman kayak gini."
"Dy." Dyba hanya bergumam untuk menjawab panggilan Sam itu.
"Ena-ena yok!"
***
Dyba meringis pelan, tubuhnya serasa remuk untuk bangun malam ini. Setelah tadi mengatakan itu, Sam tanpa persetujuan langsung menyerangnya begitu saja. Walaupun bermain lembut, yang namanya untuk pertama kali tubuh Dyba rasanya sudah remuk. Belum lagi beban tangan Sam yang melingkar erat di perutnya.
Dyba mendongak menatap wajah Sam yang tampak pulas saat tertidur. Dyba mengelus pipi itu, hidupnya sekarang sudah ada bersama lelaki di hadapannya ini. Semua yang akan terjadi nantinya akan mereka hadapi bersama. Semua yang Dyba miliki juga sudah Dyba berikan untuknya.
"Sam." Sam mengerang, ia masih nyaman memeluk guling kesayangannya ini.
Dyba berdecak, udah dikasih enak malah gak bangun-bangun. "Sam, bangun, aku laper, anuku sakit."
Kata-kata terakhir itu membuat Sam langsung membuka matanya. Ia memeluk Dyba dan mengelus punggung polos itu. "Maaf. Aku main kasar ya tadi? Harus diapain? Bentar, aku cari di google dulu ya?"
Dyba merapatkan tubuhnya dengan tubuh Sam. Kepalanya ia duselkan di dada Sam. AC kamarnya membuat tubuh polosnya menjadi dingin. "Gak usah, sembuh sendiri nanti. Aku mau makan aja."
Sam tersenyum, ia mengecup rambut Dyba. "Makasih udah jaga harta berharga itu. Makasih juga udah mau ngasih itu ke aku."
"Iya, udah sana ambilin aku makan. Perih kalau mau jalan."
Sam terkekeh. "Gak mau mandi dulu? Emang gak lengket?"
"Ya lengket lah, tapi harus ada tenaga dulu supaya bisa mandi. Ambilin makan aja dulu." Dyba menatap Sam dengan mata memelasnya.
Sam gemas, ia mencium bibir itu sekilas. "Iya, iya, nanti mandi bareng ya?"
Dengan segala tenaga yang dikerahkan Dyba melempar guling yang ada di belakang tubuhnya ke arah Sam. "Mesum! Udah tadi nyerang gitu aja, sekarang malah minta mandi bareng! Dasar kampret!"
Tawa Sam meledak mendengar itu. Ia mengecup pipi Dyba. "Bercanda, gak mungkin juga aku mau gempur kamu lagi. Yang tadi udah nikmat banget. Bener kata orang kalau kayak gituan itu surga dunia."
Dyba menjambak rambut Sam. "Jangan frontal banget! Aku malu!"
"Udah gak usah malu, aku dah liat semuanya. Sekarang kamu pakai baju dulu, habis itu makan, baru nanti mandi." Dyba mengangguk.
Sam melepaskan pelukannya dan berjalan dengan santai dengan tubuh tanpa busana itu ke lemari Dyba untuk mengambil celananya. Dyba yang melihat itu mengumpat kasar, walaupun sudah menjadi suaminya, tetapi tetap saja Dyba malu melihat pemandangan yang seperti itu. Dyba langsung menutup wajahnya dengan selimut.
"Ini, pakai baju dulu." Sam menarik-narik selimut Dyba. Ia terkekeh saat melihat wajah Dyba yang memerah malu. "Masa sama suami sendiri masih malu sih?"
"Habisnya kamu kayak udah gak ada malu lagi kayak gitu di depan aku." Dyba mengulurkan tangannya dengan manja. "Bangunin."
Sam menarik tangan itu dengan pelan, sedangkan Dyba sibuk mengeratkan selimutnya agar tubuhnya tidak terlihat oleh Sam. "Manja banget sih kamu."
"Ya siapa suruh ngehabisin tenaga aku."
"Gak papa sih, kamu manja aku tambah suka."
"Gombal terus! Sana ambilin aku makan."
"Bisa pakai baju sendiri kan?" Sam menatap Dyba yang tengah memakai kaosnya itu.
"Bisa. Ambilin makan, aku laper, Sam."
Sam mencium bibir yang mengerucut itu dengan gemas. "Siap tuan putri."
***
"Yailah, pengantin baru turun nih." Sam menyengir saat mendengar perkataan Gean itu.
"Udah bobol gawang?" Kegiatan Sam untuk menuangkan lauk-lauk ke piringnya itu terhenti.
"Menurut abang udah atau belum?"
Gean memengetuk-ngetuk jarinya di dagu seperti berfikir. Ia kemudian menatap Sam dari atas sampai bawah. "Menurut wajah cerah lo, mata lo yang berbinar-binar, pasti udah sih ini."
"Nah, tuh abang tau."
"Anjir! Gercep banget! Untung aja kamar Dy kedap suara, coba kalau enggak? Telinga gue bakalan denger suara aneh-aneh pastinya."
Sam meletakkan sebuah piring dan dua gelas air putih itu di atas nampan. "Tenang, gue main halus kok."
Gean menjitak Sam. "Malam ini jangan ditempur lagi, besok kalian resepsi. Gue gak mau adik gue nantinya kesakitan, apalagi besok pasti pakai hak tinggi."
Sam hanya mengangguk. Ia mulai berjalan ke arah tangga lagi. "Tenang aja abang ipar."
***
TBC....
Warning!! Typo bertebaran....
Jangan lupa vote and comment....
Terima kasih yang udah mau baca, vote, and comment ceritaku....19 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Samudera [Selesai]
Teen Fiction"Aku gak suka kamu senyum sama dia!" "Ya Allah, masa aku gak boleh senyum sama pak Polisi sih? Waktu itu dia natap aku, jadi ya aku senyum lah, gak mungkin juga itu pak Polisi suka sama aku." "Tapi aku gak suka, kamu cuma milik aku, milik Samudera!"...