49

27.2K 1.9K 118
                                    

"Dy, besok kamu nganterin aku?"

Dyba mendongakkan kepalanya. Saat ini mereka tengah berpelukan di sofa apartemen Sam sambil menonton salah satu film animasi. "Jam berapa?"

Sam mengelus rambut Dyba. "Jam 6 pagi."

Dyba mengangguk. "Bisa kok. Kamu kapan ada libur lagi?"

Sam menatap iris coklat Dyba dengan lembut, ia mengelus punggung Dyba. "Gak tentu, sayang. Nanti aku bilang tiga bulan lagi aku ada libur, ehh ternyata aku malah ada tugas seabrek jadi gak bisa ke sini."

Dyba mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia membenamkan wajahnya di dada Sam. "Dyba pengen Sam selalu kayak gini. Dyba pengen Sam selalu perhatian, selalu ngelindungin Dyba, selalu berusaha biar maunya Dyba kesampaian. Jangan pernah berubah, Sam."

"Iya, sayang. Maafin Sam kemaren buat Dyba salah paham, maafin Sam karena udah buat Dyba nangis. Padahal di kamus Sam buat Dyba nangis itu gak ada sama sekali, gak pengen sama sekali. Tapi, Sam juga manusia, Sam pasti pernah khilaf buat hati Dy sakit."

"Sam, Dy mohon kalau emang Sam udah gak bisa sama Dy, udah gak sayang sama Dy bilang aja, Dy bakal berusaha untuk ikhlasin Sam sama yang lain. Emang sakit, tapi kalau emang nyatanya kita gak jodoh Dy mau paksain kayak gimana pun Sam gak bakalan sama Dy."

Sam mengerutkan keningnya mendengar perkataan Dyba. "Kenapa kamu bilang gitu? Kamu gak pengen jodoh sama aku? Kamu pengen aku sama yang lain gitu?"

Dyba mendongak, matanya sudah berkaca-kaca. Ia mengelus pipi Sam dengan lembut. "Dy cuma bilang aja, Dy sayang sama Sam."

"Sam juga sayang sama Dy, kamu itu selalu punyanya Sam, dan Sam bakalan selalu punya Dy."

Dyba membenamkan wajahnya kembali ke dada Sam. Dyba menikmati elusan tangan Sam di rambut dan punggungnya itu. "Dy."

"Apa?"

"Aku dah lama gak cium kamu." Mendengar itu Dyba langsung mendongak. Ia menatap Sam dengan bibir yang dikerucutkan. "Kamu mau cium?"

Sam dengan semangat mengangguk. Sam menjadikan tubuhnya di atas Dyba, ia menopang tubuhnya dengan sikunya agar tidak menimpa Dyba. Sam mengelus bibir Dyba. "Boleh?"

Dyba menggigit bibirnya. "Kalau aku gak ngebolehin aku yakin kamu bakal tetep nyium aku."

Sam tersenyum lembut, ia menyingkirkan rambut Dyba yang menghalangi wajah cantik gadis itu. "Aku gak bakalan maksa, kalau kamu gak mau gak papa. Kalau emang kamu selama ini gak nyaman sama hubungan kita yang kayak gini aku bakalan ngerubah kok."

Dyba mengalungkan tangannya di leher Sam. "Tiga menit."

"Ha? Apanya?" Dyba terkekeh, ia mengusap-usap rambut belakang Sam. "Katanya mau cium, ya udah, tapi cuma tiga menit aja."

Sam membulatkan matanya, ia tersenyum dan mulai mendekatkan wajahnya. Sam menyeringai, hidungnya ia gesek-gesekkan dengan hidung Dyba. "Gak yakin aku bisa kalau cuma tiga menit. Lima menit, dimulai dari sekarang."

***

Saat ini Dyba sedang memasak di dapur apartemen Sam. Setelah adegan cium-ciuman tadi Dyba memukuli tubuh Sam dengan brutal. Sam bilang hanya lima menit, nyatanya bibirnya sekarang terasa tebal dan bengkak. Mereka benar-benar hanya berciuman, tidak ada adegan lain yang mereka lakukan. Mereka masih ingat umur.

Sam terkekeh saat melihat Dyba masih mengerucutkan bibirnya kesal sambil tetap memotong wortel itu. Sam menghampiri Dyba dan memeluk tubuh itu dari belakang. "Udah dong jangan cemberut gitu. Aku kan tadi khilaf, sayang. Soalnya bibir kamu itu en-"

"Diem, jangan ngomongin itu lagi aku masih kesel sama kamu."

"Maaf dong sayang. Janji deh kamu minta apa aja aku turutin."

Dyba memotong wortel itu dengan kasar, membiarkan tangan Sam yang mengusap-usap perutnya. "Kamu kira aku cewek apaan kamu bilang kayak gitu."

Sam menyusupakan wajahnya di lekukan leher Dyba. "Ya maaf atuh, sayang."

"Iya, iya, sana kamu jangan di sini, ganggu aku aja."

"Enak tau kayak gini. Terus nanti kita kayak gini ehh anak kita nangis."

Dyba memukul tangan Sam. "Bayangan kamu terlalu jauh. Sana duduk, jangan gangguin aku di sini, kapan siap masaknya kalau kamu nemplok kayak monyet gini?"

"Jahatnya kamu." Sam melepas pelukannya dari Dyba. "Ya udah, aku duduk dulu. Nanti kalau butuh bantuan bilang."

"Iya, bawel."

Sam pergi dari dapur, ia akan menonton televisi. Baru saja akan menyalakan tv tapi suara Dyba membuat Sam berlari lagi ke arah dapur.

Mata Sam membulat melihat adanya darah di jari Dyba. Sam dengan panik menggeret Dyba ke westafel untuk membersihkan darah itu. "Aduh, kok bisa gini sih? Kita ke dokter ya. Takutnya nanti kamu infeksi atau gimana."

Dyba terkekeh melihat kepanikan Sam. "Tenang, aku gak papa, Sam. Ini cuma luka gores bukan luka apa kok. Kamu ini kayak aku patah tulang atau ketabrak truk aja paniknya gitu amat."

Sam menatap tajam Dyba yang masih bisa terkekeh itu. "Kamu malah ketawa, aku tuh panik. Udah gak usah masak lagi, kita delivery aja. Aku gak mau kamu kenapa-napa lagi."

"Sam, ini cuma diobatin betadine aja udah bisa, gak perlu bawa ke dokter."

"Tapi, Dy, ini tuh dalem loh kayaknya. Aku gak mau kamu kenapa-napa."

"Astaghfirullah, udah, aku gak papa, sayang. Aku tapi masih mau masak, Sam. Beneran, gak bakalan kenapa-napa lagi kok." Dyba mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V dan memasang wajah melas andalannya.

Sam memalingkan wajahnya, ia paling tidak bisa melihat wajah memelas Dyba. Sam pergi untuk mengambil P3K untuk Dyba. Sam meneteskan cairan betadine itu dengan perlahan. Ia meniup-niup luka Dyba itu. "Sakit gak?"

"Enggak, sayang. Udah ih, ini gak papa loh, Sam. Tadi aku aja yang ceroboh makannya jadi gini."

Sam menatap Dyba dengan lembut. "Nah itu yang aku gak suka. Kadang cerobohnya kamu itu bisa buat kamu terluka. Makannya, hari ini kita delivery aja ya."

Dyba menghela nafas kasar, ia mengangguk dengan pasrah. Sam tersenyum, ia mengecup luka Dyba yang sudah dilapisi hansaplast itu. "Cepet sembuh luka. Jangan buat princess-nya Sam kesakitan."

***

Tbc....
Warning!! Typo berterbaran....
Jangan lupa vote and comment....
Terima kasih yang udah mau baca, vote, and comment ceritaku....
Maaf lama up, otakku lagi mentok :"

29 Juni 2020


Possessive Samudera [Selesai] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang