Maafin part kali ini yang mungkin gak nge-feel atau gimana gitu 🤧
***
Dyba menatap ayahnya tidak percaya. Ayahnya tau bahwa nanti malam ia akan flight ke Amrik, tetapi kenapa malah dipindahkan jadwalnya menjadi pagi hari ke Prancis? Memang, ini sudah berjalan enam bulan setelah Sam melamarnya saat acara wisudanya, dan besok Sam akan mendapatkan gelarnya juga.
"Ayah, apa maksudnya? Kan ayah tau besok Dy mau flight untuk wisudanya Sam."
Difki menatap putri bungsunya itu dengan wajah memelas. "Ayah minta kali ini aja Dy. Ayah gak mungkin nyuruh Gean yang sekarang jelas-jelas ada di Kanada untuk terbang ke Paris sedangkan di Kanada lagi ada masalah. Dan ayah gak mungkin ninggalin kantor gitu aja sedangkan lagi banyak investor yang bakalan datang."
Dyba menghentakkan kakinya sebal. "Ayah, tapi Dy kan mau ke wisudanya Sam."
"Sayang, Sam pasti ngerti kok. Nanti ayah yang bakalan bilang ke dia deh."
"Tapi kan besok wisuda Sam ayah, wisuda gak bakalan bisa diulangin lagi."
"Cuma wisuda, bukan nikahan Sam."
Dyba membulatkan matanya. "Sam kan nikah sama Dy, ayah kalau ngomong tuh gitu, gak suka jadinya."
Difki mengerjap-ngerjapkan matanya. "Anak ayah yang paling cantik, bantuin ayah kali ini aja. Dy mau entar tiba-tiba pembangunan yang ada di Paris nanti ternyata orangnya korupsi? Perusahaan kita jadi kena masalah, bisa aja berakibat fatal sama perusahaan lainnya. Dy mau itu terjadi?"
"Enggak."
"Nah makannya bantuin ayah kali ini aja ya? Ayah yang bakalan bilang sama Sam kalau Dy ayah suruh ke Prancis. Sam pasti paham kok."
Dyba menghela nafas panjang. "Emang orang bawahan ayah gak ada gitu sampai harus nyuruh anak sendiri?"
"Gak ada, sekalian kamu liburan ke Paris. Kamu kan suka sama Paris. Dy minta apapun nanti di Paris bakalan ayah turutin. Dy minta apartemen di sana, rumah, atau apapun di sana bakalan ayah turutin, asalkan jangan menara Eiffel aja yang Dy minta. Uang ayah gak sebanyak itu juga."
Dyba mengerucutkan bibirnya. "Ya emang Dy suka sama Paris, tapi gak waktu kayak gini juga, Yah."
"Tapi mau kan bantuin ayah?"
"Mau aja, tapi Dy juga mau ke wisuda Sam. Jadi Dy kan bingung mau gimana."
"Bantuin ayah dong, ayah yang tanggung jawab kalau Sam entar bakalan ngambek sama kamu."
Dyba memajukan bibir bawahnya, sebal dengan ayahnya ini, tetapi ia tidak bisa menolak permintaan ayahnya. Apalagi ini bersangkut paut dengan perusahaan. Ayahnya mempunyai penyakit jantung yang bisa menyerang kapan saja, dan bisa jadi kalau pembangunan di Paris nanti ada masalah penyakit ayahnya itu pasti kambuh. Tapi, di sisi lain Dyba mau melihat Sam dengan baju wisuda dan topi toga! Pemandangan yang gak bisa terulang-- aslinya bisa kalau Sam kuliah lagi, tapi itu tidak mungkin. Setelah Sam lulus, Sam pasti akan sibuk dengan perusahaan.
Sekarang ganti Dyba yang menatap melas ayahnya. "Ayah, cari orang lain aja ya, Dyba mau ke Sam. Ayah pasti paham gimana rasanya jadi Dy."
Difki tersenyum tipis. Ia menganggukkan kepalanya. Sorot wajahnya seakan menunjukkan kekecewaan. "Ya udah gak papa, ayah besok yang bakalan flight sendiri. Biarin aja investor itu gak usah kerjasama sama perusahaan ayah. Ya udah Dy ke kamar aja, ayah besok pagi yang bakalan berangkat."
Mata Dyba berkaca-kaca saat melihat tatapan kecewa itu. Ah, Dyba pusing sendiri! Mengapa pula ayahnya harus mengirimnya besok pagi? Kenapa tidak dua hari atau tiga hari lagi?
Melihat Difki yang sudah beranjak dari depannya membuat Dyba menahan tangan ayahnya itu. Ia menghela nafas panjang. Mungkin benar kata ayahnya, Sam akan mengerti. "Dy yang bakalan terbang ke Paris. Ayah ngurus perusahaan yang ada di sini aja."
Difki melepas tangan Dyba yang menahannya untuk pergi itu. "Gak usah ayah sendiri aja yang bakalan ke sana kalau kamu gak ikhlas."
Dyba menahan tangan itu lagi saat ayahnya sudah akan beranjak. "Dyba ikhlas."
"Walaupun kamu gak bisa lihat wisudanya Sam?"
"Iya, ikhlas gak ikhlas Dy harus ikhlas demi ayah. Dy gak mau ngecewain ayah."
Mata Difki berbinar, ia langsung memeluk putri bungsunya ini. "Makasih, kamu memang anak ayah yang paling cantik. Kamu minta apa aja di sana bakalan ayah turutin."
Dyba hanya mengangguk dan membalas pelukan itu. Walaupun berat memang, tapi ia tidak mungkin bisa mengecewakan ayahnya yang selama ini berjuang untuk kebahagiaannya.
***
Seorang gadis yang tengah berada di pesawat itu menatap kosong jendela sampingnya, menatap gumpalan awan putih dari atas sini. Harapannya untuk melihat sang pangeran wisuda pupus karena sang ayah. Walaupun memang semalam ia sudah ikhlas, tetapi tetap saja berat rasanya.
Air mata Dyba perlahan menetes saat ponsel Sam tidak bisa dihubungi sama sekali. Apakah lelaki itu sebegitu sibuknya sampai tidak bisa mengangkat telfonnya?
"Maafin aku, Sam. Padahal aku dah janji sama kamu mau hadir di wisuda kamu."
Dyba menunduk, ia mengusap air matanya yang mengalir. Ia menormalkan nafasnya sambil terus mengusap air matanya yang mengalir. Setelah merasa dirinya cukup tenang ia membuka ponselnya dan membuka kamera depan, mengarahkan kamera itu ke wajahnya.
"Assalamualaikum calon imam. Maaf beribu maaf aku gak bisa ke sana. Padahal tiga hari yang lalu aku dah janji sama kamu bakalan ke sana, bakalan ngehadirin wisuda kamu, tapi ternyata ayah ngirim aku ke Paris. Sengaja buat video karena kamu di chat gak dibalas, ditelpon gak diangkat, mungkin kamu sibuk."
Dyba mengusap air matanya yang lagi-lagi turun. "Hehehe maaf Dybanya Sam cengeng. Sedih soalnya harusnya Dyba di sana nemenin Sam, ehh malah ayah nyuruh Dyba ke Paris. Dy awalnya nolak, tapi wajah ayah yang kecewa karena Dy nolak kemauan ayah buat Dy gak tega. Sam memang kebahagiaan untuk Dy, tapi maaf Dy harus ngikutin kemauan ayah. Ayah yang selalu berjuang untuk kebahagiaan Dy, walaupun Sam juga pasti juga gitu. Padahal mah ayah gak tau apa anaknya ini mah datang ke acara wisuda calon suaminya."
Dyba memperlihatkan senyumnya. "Selamat sekarang udah jadi seorang sarjana. Bentar lagi pasti kamu sibuk sama perusahaan, tapi gak papa lah demi masa depannya kamu. Selamat sayang, maaf aku gak ada di samping kamu. Harusnya ini hari bahagia kamu karena kamu udah wisuda, tapi aku malah gak ada di sana. Padahal aku dah nyiapin kado spesial."
Dyba menunjukkan kotak merah dengan pita hitam di atasnya itu. "Nih, niat mau ngasih sama kamu langsung tapi gak bisa. Ya udahlah gitu aja, aku mau bobo dulu aja. Sekali lagi selamat dan maaf aku gak bisa hadir di sana. Assalamualaikum, happy graduation my Bae."
Setelah itu Dyba mematikan video itu dan mengirimkan kepada Sam. Pesawat pribadi milik keluarga yang dinaiki Dyba ini memang sudah berteknologi tinggi.
Dyba menghela nafasnya, ia menyenderkan tubuhnya dan mulai menutup matanya. Mungkin tidur bisa membuatnya lebih tenang. Dan harapannya semoga saja pembangunan di Paris tidak ada masalah dan Sam bisa mengerti keadaannya.
***
TBC....
Warning!! Typo berterbaran....
Jangan lupa vote and comment....
Terima kasih yang udah mau baca, vote, and comment ceritaku....08 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Samudera [Selesai]
Teen Fiction"Aku gak suka kamu senyum sama dia!" "Ya Allah, masa aku gak boleh senyum sama pak Polisi sih? Waktu itu dia natap aku, jadi ya aku senyum lah, gak mungkin juga itu pak Polisi suka sama aku." "Tapi aku gak suka, kamu cuma milik aku, milik Samudera!"...