69

22.6K 1.7K 121
                                    

"Calon pengantin, bangun atuh." Gean menepuk-nepuk pipi adiknya dengan lembut. Ia tersenyum tipis, tidak terasa adiknya yang dulu bahkan sampai sekarang sering ia ganggu, sekarang udah mau menikah saja.

"Sayang, hari ini mau fitting baju kan? Bangun."

Dyba membuka matanya perlahan, mengerjap saat silau cahaya masuk ke matanya. Ia tersenyum saat melihat Gean yang tersenyum kepadanya.

"Pagi, Abang."

Gean mengelus rambut itu. "Bangun, shalat subuh dulu. Habis itu jangan tidur lagi, kan mau fitting baju."

Dyba merenggangkan tubuhnya sambil mengucek-ucek matanya. Ia mengulurkan tangannya ke Gean. Gean terkekeh, ia berdiri dan menarik tangan itu agar tubuh adiknya itu bangun.

"Mau nikah seminggu lagi masa masih manja sama abangnya sih?"

"Ya kan nanti kalau kalau dah nikah mah manja-manjanya sama Sam."

Gean menjitak pelan kepala Dyba. "Kamu ini memanglah. Jangan cepet-cepet punya anak, abang belum mau dipanggil uncle nanti."

"Lah, mana Dy tau. Nanti kalau udah di kasih rezeki gak mungkin Dy tolak dong?"

"Ya iyasih. Nanti anak kamu manggil anak abang jadi kakak deh walaupun tuaan anak kamu?"

Dyba mengangguk. "Kalau Dy punya anak cepet sih ya harus gitu dong."

"Ah, udahlah, sana mandi terus shalat."

Dyba mengangguk. "Siap."

"Jangan tidur lagi, nanti habis shalat bantuin bunda ke bawah masak untuk sarapan gitu. Udah mau jadi istri juga nanti."

Dyba mengecup pipi Gean. "Iya, abang bawel ku." Setelah itu Dy masuk ke kamar mandi dan mulai melakukan ritual paginya.

Gean mengelus pipi yang baru di cium Dyba tadi. Ia tersenyum tipis. "Adik kecil gue udah besar."

***

"Pagi Bunda, Abang."

"Pagi calon menantu." Sam mengulum senyumnya mendengar itu. Padahal sebutan itu sudah dari dulu ia dengar, tetapi untuk sekarang rasanya berbeda.

"Pagi kampret." Nah, kalau yang satu ini pengen Sam jitak rasanya. Untung abang ipar, kalau enggak udah Sam gibeng kepalanya dari dulu.

"Dy udah bangun, Bun?"

Nia mengangguk. "Udah, habis shalat subuh tadi bahkan dia bantuin bunda masak. Sekarang lagi ganti baju mungkin."

Sam tersenyum dan mengangguk. Tetapi, senyumnya sirna saat mendengar kata yang di ucapkan Nia.

"Kamu lima hari sebelum nikah gak boleh ketemu Dy." Mata Sam membulat, sedangkan Gean tertawa kesenangan mendengar itu.

"Bun, ini masih zamannya dipingit apa?"

Nia menggidikkan bahunya tidak peduli. "Ini udah kesepakatan bunda sama mama kamu. Lima hari cuma bisa video call aja sama Dy kalau pengen lihat wajahnya."

Sam menatap Nia memelas. "Tapi kan, Bun ...."

"Masih untung dibolehin video call. Harusnya sih gak boleh."

Sam memajukan bibir bawahnya mendengar itu. Gean terkekeh geli melihat itu. "Lo hampir tiga tahun gak ketemu Dy gara-gara LDR aja tahan, masa ini cuma lima hari gak tahan sih? Just five day, Sam. Lo bisa gunain itu untuk ngehafal ijab kabul, belajar untuk malam pertama atau apalah gitu."

Possessive Samudera [Selesai] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang