Sam menatap para anggota Terrell. Hari ini, sebelum ia akan terbang ke Amerika untuk melanjutkan pendidikannya, ia perlu melepas jabatannya dulu.
Berat rasanya, satu tahun menjadi ketua mereka membuat banyak kenangan yang mereka berikan. Ahh, mungkin yang paling banyak adalah bertarung dengan Navarro. Mereka semua adalah teman seperjuangan Sam dalam melawan Terrell. Bertarung, tawuran, tetapi selalu bercanda bareng adalah yang dilakukan mereka semua.
"Makasih." Sam menatap satu persatu anggotanya itu. Di sampingnya juga sudah ada Zian yang akan melepas jabatannya juga.
"Terima kasih untuk kalian semua yang udah pernah jadi temen gue. Maaf kalau selama ini gue banyak salah sama kalian. Gue marahin kalian, gue ngomong kasar sama kalian, gue kayak ngekang kalian banget, gue berlaku seenaknya sama kalian. Sekali lagi gue minta maaf atas yang pernah gue lakuin sama kalian. Mungkin kesalahan gue terlalu banyak sebagai ketua kalian selama ini. Gue sadar, gue banyak kekurangan. Tapi, terima kasih kalian gak pernah ada yang mau ngingkarin Terrell, kalian masih setia di sini."
Sam mengulas senyum tipis, ia melepas kain merah yang melingkari lengannya sedari tadi. "Gue, Samudera Alfa Zudianto bukan lagi ketua kalian. Gue bukan Alfa kalian lagi. Gue melepas Terrell bersama kalian. Gue harap keputusan gue dan Zian ini tepat. Gue memilih Adnan untuk menggantikan jabatan gue di sini."
Seseorang yang bernama Adnan tadi langsung menegang di tempatnya. Ia tidak percaya ia akan menggantikan posisi Sam. Melihat gerakan Sam yang menyuruhnya untuk maju, Adnan maju ke depan, di hadapan Sam. Sam tersenyum, ia menepuk bahu Adnan, setelah itu ia memasang kain merah di lengan kanan Adnan.
"Dia Adnan, yang bakalan ngarahin kalian semua. Kami angkatan kelima Terrell, semua yang sudah kelas dua belas akan vakum dari Terrell."
Semua anggota Terrell mengangguk mendengar itu. Salah satu anggota Terrell, Aldi-siswa kelas 10, maju di depan Sam. "Alfa, makasih udah ada sama kami selama ini. Alfa tetaplah ketua kami, Alfa tetaplah Alfanya Terrell. Bukan berarti kami gak menghargai Adnan, tapi Alfa tetaplah Alfanya kami semua. Terima kasih atas selama ini yang Alfa berikan."
Sam mengadahkan kepalanya, menghalau agar air matanya tidak keluar. Ia menatap Aldi dengan matanya yang menggenang. "Kalian semua keluarga gue, jangan pernah sungkan datang ke gue kalau lagi ada masalah."
Mereka memang nakal, tapi bukan berarti persaudaraan mereka tidak ada. Di mata anggota Terrell, Sam bukan hanya ketua yang disiplin waktu, tetapi Sam juga ketua yang baik. Sam sering membelikan mereka makanan, minuman, bahkan ada anggota Terrell yang kesusahan dalam membayar SPP Sam akan membayarkannya tanpa meminta imbalan apapun. Sam tidak pernah memikirkan uang yang ia keluarkan untuk Terrell. Sam tegas, tapi itu hanya akan dilakukannya di saat anggotanya melakukan kesalahan.
Sam menatap Adnan, kemudian beralih ke satu persatu anggotanya. "Gue harap Adnan bisa jaga amanah gue. Gue harap kalian tetap seperti ini, kekeluargaannya jangan pernah berkurang. Gue memang udah gak di sini, tapi jangan harap kalau kalian ada yang mengkhianati Terrell kalian masih selamat. Gue bakalan langsung turun tangan saat mendengar itu. Tetap jaga Terrell."
Sam berjalan ke tengah lapangan. "Terrell!" Anggota Terrell yang mendengar itu langsung saja mengerubungi Sam, mereka tau apa yang bakalan Sam lakukan.
Mereka mulai menumpuk tangannya di atas tangan Sam, yang dibagikan belakang saling menggenggam bahu temannya. "Terrell! Kita satu kita bisa!"
***
Dyba menatap Sam dalam diam, ia tau apa yang dirasakan pemuda yang di sampingnya ini. Terrell bukan hanya geng semata untuk Sam, tetapi Terrell merupakan keluarga Sam. Dyba ingat, saat salah satu anggota Terrell dikeroyok anggota Navarro. Saat itu Sam langsung marah besar. Ia tidak peduli ia datang ke markas Navarro sendirian. Sam tidak mau Navarro menyentuh keluarganya, gengnya.
Dyba mengelus tangan Sam yang ada di atas paha Sam. Gerakan itu membuat Sam tersentak dan menatap Dyba. "Kenapa, sayang?"
"Jangan murung terus. Aku tau gimana perasaan kamu, tapi jangan murung terus kayak gini."
Sam tersenyum tipis. Setelah tadi mereka berteriak dengan semboyan Terrell di tengah lapangan tadi, satu persatu anggota Terrell memeluknya. Air mata Sam rasanya sudah menggenang di ujung mata, tetapi sebisa mungkin ia tahan.
Sam menatap Dyba, ia menggenggam tangan Dyba. "Maaf."
Mereka berdua sedang berada di apartemen Sam. Yang belum ia selesaikan, masalahnya dengan Erlan. Ia membenci Erlan, tetapi sebisa mungkin ia akan memaafkan lelaki itu. Mungkin mereka berdua akan bertemu di cafe nanti.
Dyba tersenyum, ia mengusap jari Sam dengan jempolnya. "Sam, mau makan?"
Sam mengangguk. "Ada bahan masakan emangnya di sini?"
"Enggak sih." Sam mendengus, ia menjitak pelan kepala Dyba. "Mau belanja dulu?"
"Kayaknya iya deh. Atau gak usah masak mau delivery aja?"
Sam menggeleng, ia berdiri kemudian mengulurkan tangannya ke arah Dyba. "Aku pengen dimasakin kamu. Ayok, kita belanja."
Dyba mengangguk. Ia menyambut uluran tangan Sam itu. Untungnya tadi Sam mau mengantarnya ke rumah dulu untuk berganti baju.
Mereka keluar dari apartemen Sam dan mulai memasuki lift. Sampai di basement gandengan mereka belum juga terlepas. Sam membuka pintu mobil untuk Dyba. "Silahkan masuk tuan putri."
Dyba terkekeh, pipinya memerah malu. Dyba menghadapkan duduknya ke arah Sam, salah satu kaki yang ditekuk naik ke atas jok mobil. "Mau makan apa?"
Sam mulai menghidupkan mobilnya. Sebelum menjalankan mobilnya Sam mengelus rambut Dyba. "Terserah kamu aja. Aku bakalan makan semua yang kamu masak."
Dyba mengangguk-anggukkan kepalanya. "Masak tumis kangkung, telor balado, sama udang goreng tepung mau?"
"Boleh."
Sam bukan seseorang yang pemilih terhadap makanan, ia akan memakan segala masakan. Kecuali, ia tidak bisa memakan segala jenis kacang-kacangan.
Sam memarkirkan mobilnya. Ia keluar dulu dari mobil untuk membukakan pintu mobil untuk Dyba. Pipi Dyba memerah, entah kenapa ia masih malu. Apalagi banyak orang yang melihat ke arah mereka berdua. Sam menggenggam tangan Dyba, mereka memasuki mall dengan tatapan kagum yang diberikan orang-orang. Mereka langsung memasuki area makanan.
Trolli yang mereka bawa sudah terisi dengan makanan. Bukan hanya makanan berat, tetapi banyak snack yang Sam beli, tidak lupa juga dengan es krim kesukaan Dyba. Saat ini mereka benar-benar seperti pasangan suami istri yang sedang berbelanja bulanan.
Selesai membayar itu semua mereka akan langsung pulang. Tetapi, Dyba mengerutkan keningnya saat melihat tatapan Sam mengarah ke salah satu pengunjung di sebuah cafe. Tubuh Dyba menegang.
'Apa yang akan dilakukan Sam saat ini?'
***
Tbc...
Warning! Typo bertebaran....
Jangan lupa vote and comment...
Terima kasih untuk yang udah baca, vote, and comment cerita aku....18 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Samudera [Selesai]
Teen Fiction"Aku gak suka kamu senyum sama dia!" "Ya Allah, masa aku gak boleh senyum sama pak Polisi sih? Waktu itu dia natap aku, jadi ya aku senyum lah, gak mungkin juga itu pak Polisi suka sama aku." "Tapi aku gak suka, kamu cuma milik aku, milik Samudera!"...