PANDU POV
Sewaktu orangtuaku bertanya perihal kedatanganku ke rumah Tante Wiwi kemarin, aku hanya bisa tersenyum dan semaksimal mungkin merangkai kalimat-kalimat indah yang membuat mereka bernapas lega dan mengusung senyuman paling bahagia.
Mau tau apa yang aku katakan kepada mereka? Yap, dugaan kalian semua benar. Aku berbohong jika semuanya berjalan lancar, tidak ada masalah apa-apa. Mereka semakin berseri-seri, bahkan dengan gamblangnya nyokap ngomong jika pernikahan ini sebaiknya dipercepat saja. Aku bahkan langsung tersedak mendengar kalimat yang meluncur tanpa beban dari mulut nyokap.
Ayolah, tidak gini juga. Pernikahan bukanlah perkara yang gampang, setidaknya itulah menurutku. Boro-boro nikah, calonku saja belum memberikan jawaban yang pasti.
Kemarin aku langsung pamit pulang setelah terdengar bantingan pintu di lantai atas, yang aku yakini bahwa Ayana mengeluarkan rasa kesalnya. Tante Wiwi bahkan meminta maaf atas tindakan putrinya tersebut. Aku sih nggak masalah, aku paham betul apa yang Ayana rasakan. Pernikahan memang tidak mudah untuk dijalankan, terutama karena perjodohan atau paksaan seperti yang Ayana dan aku rasakan ini. Belum lagi Ayana juga masih kuliah, membuatnya pasti merasa frustrasi.
"Mas ...," Suara mama berhasil masuk ke dalam telingaku ketika aku sedang bermain ponsel, berbalas pesan dengan Tiara, rekan kerjaku.
Setelah membaca pesan dari Tiara dan membalasnya, aku langsung mematikan ponsel dan menatap mama dengan kening berkerut. "Kenapa ma?"
Saat ini aku dan mama sedang duduk di ruang keluarga, membiarkan televisi menyala tanpa di tonton. Sedangkan papa mengurus kebun di belakang rumah. Mama yang duduk di hadapanku, menatap sangat fokus ke arah wajahku. Ah, aku jadi takut sendiri.
"Berhubung hari ini kamu libur, sana gih pergi ke rumah Tante Wiwi lagi," ucap nyokap.
Aku menghela napas pendek. "Ya elah ma, beberapa hari yang lalu aku kan udah pergi ke sana. Masa ke sana lagi sih?" protesku.
Bukan tanpa sebab aku menolak perintah mama. Baru kemarin aku pergi ke rumah Tante Wiwi dan bertemu dengan Ayana juga. Dan siaalnya, Ayana tidak bersikap cukup baik kepadaku. Selain itu, ini hari libur. Hari terbebas dari belenggu pekerjaan yang memusingkan. Seharusnya aku bermalas-malasan di rumah, mengusir rasa jenuh dan capek.
"Ya enggak pa-pa dong mas," lanjut nyokap tidak menyerah untuk membujukku. Beliau memperbaiki posisi duduknya, lalu melanjutkan ucapannya. "Seharusnya kamu memang harus pergi ke sana mas, kenal lebih dekat dengan Tante Wiwi, terutama sama calon istri kamu." Sebagai sentuhaan terakhir di ujung kalimatnya, mama mengerlingkan matanya dengan jahil ke arahku.
Aku mengeluarkan napas panjang sambil menyenderkan punggungnya ke arah sofa empuk. Aku melipat tanganku. Berusaha memilih kata-kata didalam otak untuk diucapkan.
"Ya tapi nggak keseringan juga dong ma," ujarku, tidak mau kalah.
Mama terdiam. Aku pikir mama menyerah membujukku. Aku memang agak keras kepala. Hal itu membuatku mengucapkan syukur dalam hati. Beliau kini sibuk dengan ponselnya. Dan, tidak lama kemudian aku dibuat tercengang dengan apa yang mama lakukan.
"Hallo? Iya, cuma mau bilang jeng kalo si Pandu katanya mau ke rumahmu. Mau ngajak jalan Ayana." Sambil berucap seperti itu, dengan tanpa dosanya mama melirikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey-shit!
Teen FictionGimana gue nggak kesel coba? Ditengah sibuk-sibuknya ngurus tugas dari Dosen yang rasanya bikin kepala mau pecah, dengan kejamnya mama mau ngejodohin gue! Ya ampun, wisuda aja belum, ini malah disuruh nikah. Mama emang ada-ada aja kelakuannya. Kalo...