Secepat kilat gue menutup pintu kamar, menguncinya dengan sangat rapat, kemudian gue menyandarkan punggung gue di daun pintu. Apa yang sudah terjadi barusan?
Ini sungguh gila!
Kenapa Pandu semakin menjadi-jadi sama gue? Kemarin dia narik tangan gue sampai gue duduk dipangkuannya, dan sekarang dengan beraninya dia berbisik dengan kata-kata yang nggak mau gue ingat-ingat lagi, kemudian yang paling gila diantara yang paling tergila, Pandu mendaratkan kecupan ringan di kening gue!
Holy shit!
Ini sudah diluar batas, selanjutnya apa lagi yang bakal Pandu lakuin ke gue? Nggak, gue nggak mau memikirkan kemungkinan yang belum tentu terjadi.
Anehnya lagi, gue nggak bisa langsung menghindar. Gue seolah sudah terkunci dan seperti sudah ditakdirkan bahwa gue nggak bisa menghindar. Nggak cuma itu aja yang aneh, jantung gue bahkan berpacu sangat cepat dan bergetar hebat.
Membayangkan kecupan pelan itu, meskipun tadi gue memejamkan mata, sukses membuat pipi gue tiba-tiba saja terasa panas. Kenapa dengan gue? Ada apa? Ini aneh, sungguh sangat aneh. Sial, pipi gue masih terasa panas hingga saat ini.
"Oke Ayana, lo nggak boleh mikirin kejadian barusan. Lo harus lupain itu semua, jangan ingat-ingat lagi. Iya, lo bisa!"
Gue bermonolog sendiri, gue kemudian mendongak sambil merapatkan bibir. Gue mengepalkan tangan.
Memang seharusnya gue nggak mikirin kejadian tadi. Harusnya begitu. Tapi kenapa susah banget diilangin dari otak gue kampret! Nggak ada gunanya bagi gue berusaha terlalu keras agar pikiran gue nggak melayang ke arah kejadian Pandu yang mencium kening gue.
Semakin gue berusaha lupain, semakin ingat pula gue akan kejadian itu. Argh! Dasar Om-om nyebelin, gara-gara lo, gue jadi meradang kayak gini.
Gue berusaha menetralkan tarikan napas gue yang memburu kencang, dada gue nampak naik turun. Ayana, lo harus tarik napas dalam-dalam, lalu keluarkan secara perlahan. Lo cuma perlu menenangkan diri, agar kepala lo berangsur dingin.
Dengan gerakan langkah cepat, gue mendekat ke arah meja rias gue. Tatapan gue mengarah ke kaca, menatap raut wajah gue sendiri. Rambut gue sedikit berantakan, benar-benar kacau.
Gue belum mandi pagi, dan tentu saja penampilan gue enggak banget. Tapi, kenapa Pandu nyium kening gue gitu aja? Kenapa dia seberani itu? Kenapa dia nggak jijik sama gue yang belum mandi ini?
Perlahan, gue mengangkat tangan gue, meraba kening gue yang terasa hangat.
Dan lihat sekarang, gue lihat pantulan wajah gue di kaca kalau wajah gue udah semerah tomat. Astaga, ada apa sih dengan diri gue ini?
Gue nggak nyangka kalo kecupan nggak lebih dari sepuluh detik itu memberikan efek sebegini besarnya. Dan bahkan, waktu Adit nyium jidat gue sekalipun, entah kapan itu, gue nggak uring-uringan seperti ini.
Fiks, ini ada yang salah sama diri gue!
Ting!
Suara notifikasi ponsel mengalikan fokus gue. Gue mengambil benda pipih tersebut, membuka pesan. Rupanya dari Adit.
Adit:
Na, jalan-jalan yuk? Ke mall gimana? Atau ke mana gitu? Aku bosen nih, nggak ada kegiatan di rumahAdit, lo benar-benar penyelamat hidup gue! Pas banget, gue lagi kesel, terus tiba-tiba pacar gue ngajak jalan-jalan. Oh my God, Adit sungguh pacar yang pengertian. Tersenyum lebar, gue pun langsung mengetik pesan balasan buat Adit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey-shit!
Teen FictionGimana gue nggak kesel coba? Ditengah sibuk-sibuknya ngurus tugas dari Dosen yang rasanya bikin kepala mau pecah, dengan kejamnya mama mau ngejodohin gue! Ya ampun, wisuda aja belum, ini malah disuruh nikah. Mama emang ada-ada aja kelakuannya. Kalo...