PANDU POV
Nggak salah lagi, Ayana pasti ingin tahu siapa nama perempuan yang pergi denganku di supermarket dan restoran kemarin itu. Hanya saja, gadis itu gengsi untuk bertanya. Aku juga nggak mau jelasin apapun sebelum Ayana menanyakan sendiri kepadaku. Dan aku sangat yakin, jika keingintahuan Ayana sudah berada dipuncak kepala, gadis tersebut akan menurunkan gengsinya, lantas bertanya kepadaku.
Aku turun dari mobil setelah memarkirkannya dengan tepat di pekarangan rumah. Lalu aku berjalan menghampiri Ayana yang masih berdiri.
"Mau berdiri di sini terus atau mau masuk?" Aku menginterupsi Ayana yang masih berdiri layaknya patung. Kusentuh sedikit bahunya.
Ayana sedikit terlonjak kaget, ia melotot sambil menoleh. Sambil menepis kasar tanganku, gadis itu berbicara seperti biasa, penuh luapan emosi.
"Nggak usah modus sama gue! Tangan lo itu bau tauk!"
Setelah mengucapkan sederet kalimat penuh tekanan emosi seperti tadi, disusul dengan tatapan tajam seperti biasa, Ayana langsung berjalan maju menuju teras rumah. Sedangkan aku sendiri masih berdiri di tempat, mengecek tangan dan mengendusnya.
"Nggak bau kok, perasaan malah wangi," gumamku pelan. Aku kembali memusatkan perhatian ke arah punggung mungil Ayana, lalu menggeleng pelan. Gadis itu benar-benar ... Ah aku bahkan tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya. Ada terlalu banyak hal unik dan spesial di diri Ayana.
Aku pun akhirnya melanjutkan langkah mengejar Ayana yang sekarang berdiri di depan pintu depan. Aku sedikit meliriknya, lalu tersenyum. Sementara Ayana langsung memalingkan wajah dengan bibir yang mencibir. Pintu akhirnya terbuka.
"Ayo masuk," perintahku.
Ayana nggak mengangguk, ia langsung menuruti permintaanku. Aku tutup kembali pintu depan. Sementara Ayana berdiri mematung dengan bola mata yang menatap ruangan sekeliling.
"Kenapa berhenti? Kagum sama rumah ini?"
Biasanya, Ayana bakal selalu berkelit dan tidak mau mengaku saat aku mengeluarkan pertanyaan yang jelas-jelas aku tahu jawabannya. Namun kali ini, gadis tersebut mengangguk meskipun terlihat samar.
"Ya, rumah keluarga lo nggak bisa dikatakan buruk."
"Kamu boleh nginep di sini kapan aja kalo kamu mau."
Ayana yang masih sibuk memperhatikan ruangan di dalam rumah, seketika saja langsung menoleh ke arahku. "Ogah! Entar lo apa-apain gue lagi. Secara kan lo udah tua, jadi napsu lo pasti gede!"
Aku membuang napas pelan, mengunci senyuman. "Nggak bayar kok, kamu nggak usah khawatir."
"Ish ... Nggak usah nyebelin sedikit aja bisa nggak?!" Dia melotot lagi, dibumbui pukulan yang lumayan keras dibahuku. Jika Ayana terus mendelikkan matanya seperti itu, aku jadi khawatir kalau matanya bakal keluar dari tempatnya.
"Kamu lucu kalo lagi marah-marah."
"Diem deh!"
"Dan kamu imut juga kalo lagi emosi."
"Gue bilang berhenti ngomong!" Ayana berkata tegas. Bukannya berhenti, aku malah semakin jail dan mempermainkan emosinya.
"Satu lagi, kamu cantik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey-shit!
Teen FictionGimana gue nggak kesel coba? Ditengah sibuk-sibuknya ngurus tugas dari Dosen yang rasanya bikin kepala mau pecah, dengan kejamnya mama mau ngejodohin gue! Ya ampun, wisuda aja belum, ini malah disuruh nikah. Mama emang ada-ada aja kelakuannya. Kalo...