tiga lima

2.2K 68 1
                                    

AYANA POV

Kata orang-orang sih setaan takut sama manusia. Tapi, setaan bakal kesenangan kalau manusia malah ketakutan terhadap makhluk astral tersebut. Dan mereka nggak segan-segan bakal memunculkan wujudnya agar para manusia yang ketakutan ini bakal semakin takut.

Dan gue adalah salah satu diantara orang-orang yang takut sama setaan. Demi apapun, gue paling nggak tahan kalau sudah mendengar kata-kata berbau mistis, horor, dan menyeramkan. Apalagi kalau ada temen yang ngajak nonton film bergenre horor. Ogah banget, gue bakal langsung nyerah, angkat tangan, kalau bisa gue bakal ngibarin bendera putih.

Dan kejadian yang siaalnya menimpa gue adalah, mama pergi ke Bandung, nenek gue yang tinggal di sana lagi sakit. Sebenernya nenek tinggal bersama om gue, adiknya mama. Tapi dikarenakan om gue super sibuk banget dan seringnya gak ada di rumah. Jadilah, mama yang berangkat ke Bandung setelah di telpon oleh om gue itu.

Kasihan juga sih nenek kalau sakit, terus sendirian di sana, apalagi nggak ada yang ngurusin. Tapi, sekarang gue yang kena imbasnya juga. Karena gue cuma tinggal berduaan sama mama, gue yang takut setaan harus terpaksa sendirian di rumah. Membayangkan saja sudah bikin bulu kuduk gue berdiri seketika.

"Mama di Bandung sampai sore aja, kan?" Sambil menggeret koper mama keluar ke teras depan, gue bertanya. Sekalian juga gue mau ke kampus, ada jam siang hari ini.

Meskipun gue nggak yakin soal pertanyaan gue itu, tapi gue mencoba bertanya. Barangkali mama niatnya memang sampai sore aja.

"Mama nggak tau Ayana, mama bakal pulang kalau pekerjaan om kamu sudah tidak terlalu sibuk atau minimal pas nenek kamu sembuh. Dan kayaknya, kemungkinan besar mama bakal di sana seminggu."

"Seminggu? Gak kelamaan tuh ma?" tanya gue langsung.

Oke, ini diluar pemikiran gue. Gue mengira, paling-paling mama bakal di Banding cuma tiga hari, mentok sampai lima hari. Bukan seminggu, itu kelamaan banget. Terus, gue harus tahan berdampingan sama setaan sebegitu lamanya di rumah?

Enggak! Gue nggak mau. Apalagi rumah ini besar banget, gue jadi takut sendiri. Seperti layaknya di film horor, rumah segede ini pasti menyimpan banyak sekali setaan. Dan gue benar-benar nggak mau sendirian.

"Bisa lebih cepat, atau bisa jadi lebih lama lagi," mama menjawab pelan, dia meremas pelan tanganku. "Semua tergantung kesehatan nenek kamu Ayana."

"Oke deh ma kalo gitu," sahut gue, lemah. Walaupun sebenarnya gue sangat keberatan dengan ini.

"Kamu nggak usah khawatir, apalagi sampai takut. Selama mama pergi, nak Pandu bakal tinggal di sini bareng sama kamu."

Gue seketika menegang di tempat. Tunggu, gue nggak salah denger, kan? Gue bakal tinggal sama Pandu? Berduaan doang? Oke, mama pasti nggak serius soal ucapannya.

"Mama serius?" tanya gue memastikan. Bukan apa, gue cuma nggak habis pikir aja. Kenapa setiap yang berhubungan sama gue, mama pasti bakal libatin Pandu di dalamnya? Iya gue tahu kalo gue sama om-om itu udah tunangan, tapi bukan berarti setiap persoalan harus melibatkan Pandu. Gue kesel kalo kayak gini terus-terusan!

Mama menoleh ke arah gue, alisnya memicing bingung. Kemudian, mama mengendikkan bahunya. "Kenapa enggak?" tanyanya.

"Kenapa harus om-om nyebelin itu sih ma? Ayana nggak mau," tolak gue mentah-mentah.

Gue emang takut setaan, banget malahan. Meskipun seharusnya gue nggak begitu. Tapi, akan lebih horor lagi kalau Pandu ikut pindah ke sini, tidur di sini, dan berduaan doang sama gue. Ini bahaya, gue nggak mau! Bagaimana kalau pas gue lagi tidur, tiba-tiba Pandu masuk ke kamar gue, terus dia ... Argh! Memikirkannya saja gue sudah muak sendiri.

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang