lima belas

3.6K 162 16
                                    

AYANA POV

Semua ini gara-gara manusia nyebelin bernama Pandu. Gara-gara pertanyaan paling ngeselin yang keluar dari bibirnya, gue tadi malam sampai nggak bisa tidur. Gimana gue bisa tenang kalo pertanyaan itu terus berputar bagai kaset rusak di kepala gue, terus berulang hingga membuat gue merasa frustrasi sendiri.

Dan gue masih belum bisa memahami kenapa Pandu begitu percaya diri mengajukan pertanyaan itu ke gue. Dia tanya kapan gue bakal bersedia nikah sama dia? Pertanyaan macam apa itu ya Tuhan! Gue cuma cewek berusia dua puluh satu tahun, gue juga belum jadi sarjana, kenapa ditanya nikah segala? Kalo kebelet banget pengin kawin, ya nggak usah ngajak-ngajak gue segala maemunah! Ah kesel terus gue jadinya kan!

Nggak cuma itu saja yang bikin gue gondok setengah meninggal. Gara-gara pertanyaan nyebelin yang bikin gue susah tidur, berakibat pada gue yang bangun kesiangan.

Dan sesuai sama prediksi gue, sampai di kampus gue sudah terlambat lima belas menit. Siapa yang bakal gue salahin kalau sudah begini? Ya jelas om-om jelek, kampret, nyebelin, dan sombong itu. Mau nyalahin siapa lagi coba? Diri sendiri? Oh no, big No! Gue nggak bakal bangun siang kalo tidur nyenyak.

Belum lagi kalo hari ini ada jamnya dosen paling nyebelin. Karena gue datang terlambat, gue harus dihukum dan nggak boleh masuk jam beliau. Awalnya gue minta maaf dan bernegosiasi, tapi begitu dosen gue mengajukan pertanyaan yang perlu gue jawab, gue malah nggak bisa sama sekali. Gue cuma diam, mati kutu lah pokoknya.
Dan akhirnya disinilah gue dihukum untuk berdiri di lapangan depan sambil hormat kepada sang merah putih yang berkibar.

Mendadak gue berasa menjadi artis. Tidak berhenti sampai disitu saja penderitaan gue wahai para pemirsa, gue harus rela di jemur lebih lama lagi di bawah sinar matahari yang teriknya nggak tanggung-tanggung. Ditambah gue harus menerima ceramahan dari dosen yang cerewetnya minta ampun. Nggak cuma itu saja, gue harus merelakan diri gue capek-capek buat nyuci WC.

Awalnya gue dikasih dua pilihan, membersihkan taman yang penuh daun-daun kering atau membersihkan WC. Dan pilihan gue jatuh ke opsi yang kedua. Selain nggak mau kulit gue tambah gosong, membersihkan taman membutuhkan waktu yang lebih lama. Gue cuma manusia lemah yang nggak punya stok tenaga tak terbatas. Walaupun sebenarnya membersihan toilet sama-sama enggak enaknya sih karena bau pesing bikin gue nggak nyaman.

Ini yang kadang gue males buat ke WC mahasiswa. Apa susahnya sih nyiram bekas air kencingo? Gue kan yang kena juga. Nasib bener hidup gue. Sungguh malang.

Setelah akhirnya gue berhasil menyelesaikan semua hukuman, gue nggak masuk jamnya pak Wahyu. Nanggung, mending masuk setelah istirahat aja. Lagipula dosen satu ini sering banget ngasih kuis, bikin gue nggak minat buat masuk kelas.

Saat ini, posisi gue berada di rooftop gedung. Gue tadi udah ngasih satu Cantika, sahabat gue, buat dateng ke sini untuk nemenin gue. Lagipula ini sudah waktunya istirahat. Cantika pasti mau ke sini.

Namun, sepertinya lagi-lagi gue nggak bisa lepas dari belenggu masalah. Saat gue mendengar langkah kaki mendekat, gue kira itu Cantika. Tapi dugaan gue salah besar, rupanya seorang dosen dan beberapa tukang kuli bangunan yang wajahnya sering gue lihat karena ditugaskan membuat gedung tambahan.

Gue kaget, begitupun mereka yang natap gue ada di sini.

"Kamu ngapain di sini?" Dosen yang bernama pak Sutrisno itu menunjuk ke arah gue dengan wajahnya yang terlihat sangar. Kumisnya begitu tebal hingga mulutnya nyaris nggak kelihatan.

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang