dua sembilan

2.8K 162 2
                                    

AYANA POV

Memang cari mati sih gue, tugas praktikum Minggu lalu sampai gue lupa buat ngerjain. Terlalu mikirin tunangan yang nggak gue harapkan sama sekali itu, gue jadi lupa semuanya. Untung saja, ada Cantika yang selalu bisa gue andalkan. Tugas dia sudah beres semua. Gilaa sih emang Cantika, tugas sebegitu ngeselin dah susah berhasil dia sambat. Ya walaupun gue yakin pasti ada yang salah atau mungkin nggak tepat. Tapi tetep aja Cantika hebat. Kalo gue sih, langsung nyerah duluan. Angkat tangan. Ngibarin bendera putih.

Tapi ini Cantika, nggak heran lagi. Waktu tinggal sedikit waktu gue menyalin tugas dengan asal-asalan. Nggak perlu bagus-bagus soal tulisan, yang penting masih bisa dibaca. Lagipula ini keadaaan genting, sangat nggak masuk akal kalo gue sibuk mempercantik tulisan tangan.

Tepat waktu, gue berhasil menyalin semua jawaban milik Cantika ketika gue datang ke kelas. Nggak semuanya gue salin sih, ada sedikit hal yang gue bedain. Tujuannya biar nggak dikira nyontek hehe ...

Sekarang gue bisa bernapas teratur. Nasib baik masih mau berpihak pada gue rupanya. Untung saja sebelumnya Cantika ngomong kalo ada tugas yang harus dikumpulkan sekarang.

"Makasih loh Can," bisik gue, sedikit mencondongkan tubuh ke arah Cantika. Gue nyengir pelan.

"Makasih doang? Nggak pake bakso?" balas Cantika. Sedangkan gue detik itu juga langsung tertawa.

Gue mengangguk, tanpa pikir panjang lagi. "Oke, istirahat pertama kita langsung meluncur ke kantin, nggak cuma bakso aja. Lo bisa milih apa yang lo mau di sana."

"Seriusan nih?" Raut wajah Cantika terlihat antusias banget. Kalo dia seneng, gue pun merasakan hal yang sama.

Gue mengangguk, lagi. Gue sanggup untuk memanjakan Cantika. Sahabat gue ini selalu ada buat gue, meskipun kadang agak nyebelin. Tapi lebih banyak membantu gue. Gue emang gini kalo sudah berteman sama orang, nggak pernah pelit meskipun gue harus mengeluarkan duit. Kalo dia baik, semaksimal mungkin gue bakal lebih baik lagi. Tapi, sekalipun ada teman yang munafik dan bermuka dua, gue paling benci dan bisa aja gue mendendam kebencian yang berlarut-larut.

"Tenang aja Can, kapan sih gue pernah bohong sama lo soal traktiran?"

Gantian Cantika yang sekarang nyengir kuda. "iya juga, ya Na? Lo nggak pernah bohong soal ginian. Oke deh, gue nggak sabar istirahat kalo gini."

"Gue juga."

Cantika masih tertawa kecil, hingga akhirnya tawanya sudah mulai memudar. Sahabat gue menyipitkan mata, lalu menarik tangan kiri gue. Gue melotot, sempat menahan napas sebentar.

Cantika lagi melihat-lihat cincin di tangan gue wahai permisa yang budiman! Ini gawat, genting, harusnya gue simpan aja cincin gue di tas. Untuk antisipasi agar Cantika nggak bertanya ini dan itu. Lagipula gue juga males jawabannya.

"Lo pakai cincin baru Na? Baru beli, ya? Bagus banget ini, agak sedikit kuno sih. Tapi kelihatan antik sih menurut gue."

"Gue ...."

"Semuanya, bapak minta kalian kumpulkan tugas praktikum kalian di meja depan sini."

Pak Dosen yang ganteng, i love you so much udah nyelamatin gue dari pertanyaan Cantika. Gue mengelus dadaa, mengeluarkan napas lega. Seenggaknya gue nggak perlu jawab pertanyaan Cantika sekarang. Cantika juga mulai sibuk denger penjelasan dosen didepan sana.

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang