tiga empat

2.4K 134 5
                                    

AYANA POV

Emang benar-benar ya Cantika, gara-gara omongannya tadi, gue jadi kepikiran terus. Ngeselin banget deh. Tapi siaalnya lagi, ucapan Cantika benar-benar nyampe ke ulu hati gue, nggak ada kemungkinan yang nyangkal bahwa Pandu masih mau mempertahankan rencana perjodohan gilaa bin konyol ini.

Gue menggeleng, kesal sama diri gue sendiri. Lagian gue ngapain sih mikirin hal itu? Bukannya harusnya gue seneng kalo Pandu bakal minggat dari gue, kalo bisa, gue sekalian aja ngerayain syukuran atas kepergian Pandu. Tapi entah kenapa, justru sekarang yang gue rasakan kok malah gini?

Kenapa gue takut kalo ucapan Cantika benar-benar terjadi? Bahwa Pandu bisa saja nggak betah nunggu gue yang terlalu lama membukakan hati. Sebenernya yang gue rasain ini apa? Kenapa gue cemas sendiri?

Demi Neptunus, gue nggak mungkin jatuh cinta sama Pandu. Itu mustahil. Gue cuma sayang sama Adit, bahkan meskipun cowok itu sudah ngilang entah ke mana.

Membayangkan gue sama Pandu nikah, terus dia manggil gue dengan sebutan sayang, sweetie, love, cinta, honey ... shit! Kenapa pikiran gue malah ngelantur nggak keruan begini?

"Ayana ...."

Satu tepukan dibahu, membuat lamunan liar gue pecah begitu saja. Gue sedikit tersentak, membulatkan mata lebar-lebar, sebelum akhirnya gue memalingkan wajah ke arah Pandu. Menatap Pandu yang sekarang juga natap gue lurus-lurus.

"Kenapa kamu ngelamun? Mikirin apa, hm?"

"Nggak mikirin apa-apa!" Gue menjawab tajam, disusul menyentak tangannya yang masih saja berada dibahu gue.

"Oke, sekarang bisa turun, kan?"

Gue mengedarkan pandangan ke luar lewat jendela mobil, mengernyit kening bingung. Asik melamun membuat gue nggak sadar kalau Pandu mengajak gue ke suatu tempat.

Seolah paham kalau gue kebingungan, Pandu kemudian menjawab. "Kita makan dulu, sekalian saya mau ngasih tahu kamu sesuatu di dalam."

"Ngasih tahu apa?" tanya gue, spontan saja kata-kata itu keluar dari mulut. Gue memicingkan alis, menatap Pandu.

Pandu tersenyum, tipis. "Nanti kamu tahu sendiri di dalam," jawabnya. Gue mendengkus sambil memutar bola mata. Gue sebenarnya nggak mau kepo apa yang akan Pandu sampaikan, tapi rupanya rasa penasaran gue kali ini lebih tinggi.

"Nggak mau turun? Atau mau saya bukain pintu buat kamu biar romantis kayak di film-film?"

"Gue punya tangan yang nganggur," balas gue seraya mengibaskan tangan di depan wajah Pandu. Seraya tersenyum miring, gue hendak keluar. Namun suara Pandu menahan pergerakan gue. Jadilah gue urung membuka pintu.

"Ayana, tunggu dulu."

Gue kembali duduk seperti semula. "Kenapa? Katanya tadi disuruh keluar, kebetulan gue lapar. Niatnya tadi mau ke kafe sama Cantika, sebelum lo tiba-tiba datang dan ngerusak semua rencana gue itu."

"Bentar, saya mau ngomong sama kamu."

"Tentang?" Gue memicingkan alis, lalu kemudian tersadar sesuatu. "Bukannya lo mau nyamperin ini di dalam nanti?"

Pandu menggeleng. "Bukan, ini lain lagi. Itu nanti ada sendiri."

"Terus?"

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang