AYANA POV
Posisi gue saat ini masih berada di toilet. Setelah membaca informasi yang berada di mading yang sepenuhnya menyangkut tentang gue, keberanian gue benar-benar terkuras habis sampai ke dasar. Jantung gue terasa masih berdetak cepat. Sudah berulang kali gue menekankan diri untuk tenang dan berpoikir positif. Namun, gue belum bisa mengendalikan diri. Terlalu terkejut dan takut membuat gue nggak bisa fokus. Tarikan napas gue masih terlalu cepat, butuh waktu untuk menormalkannya kembali.
Menarik napas sedalam mungkin, gue menatap pantulan diri gue di cermin wastafel. Cukup lama gue berdiam diri, sampai akhirnya gue sudah sedikit tenang. Gue memejamkan mata sejenak sembari melangkah pelan menuju tembok, lalu gue menempelkan punggung di sana.
Mendongak ke atas menatap langit-langit kamar mandi, pikiran gue kembali terpusat kepada kejadian beberapa saat yang lalu. Pantas saja Cantika paniknya bukan main, rupanya informasi tersebut sangat mengejutkan. Dan tak heran pula semua mahasiswa dan mahasiswi menatap gue seperti tadi. Penyebabnya sudah cukup jelas.
Dan kini, pertanyaan yang terpusat di kepala gue cuma ada satu, siapa yang menyebar informasi tersebut?
Gue sudah mencoba berpikir kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, tapi otak gue benar-benar blank, nggak bisa buat mikir. Gue mendesah kasar, kening dan leher gue sudah banjir oleh keringat. Rasa malu dan takut sungguh membuat gue nggak punya keberanian untuk keluar dari toilet. Bagaimana ini? Apa yang harus gue lakukan? Nggak mungkin gue harus bertahan di sini terus, kan? Gue pengin keluar dari toilet, yang sungguh, bau busuknya membuat hidung gue nggak tahan jika berlama-lama berada di sini.
Selama menikah dengan mas Pandu, semua teman-teman kampus gue emang nggak ada yang tahu, kecuali Cantika dan Adit tentunya. Hanya mereka berdua saja. Jarak umur gue dan mas Pandu emang terpaut enam tahun, dan itu nggak terlalu jauh, menurut gue pribadi.
Informasi yang berada di mading tersebut tidak sepenuhnya benar, tapi nggak salah juga. Secara teknis, mas Pandu memang akan terlihat cukup berumur jika disandingkan dengan gue. Dimana jika dilihat pasti orang-orang berpikir gue nikah sama om-om. Ya nggak salah, tapi nggak tepat juga. Entahlah, gue juga bingung sendiri.
Dan apa yang tertulis di mading tadi? Sugar Daddy? Astaga, itu terlalu berlebihan. Itu bahkan salah besar menurut gue. Semua orang pasti berambisi bahwa gue sudah menjadi simpanan om-om. Etdah, bukan seperti itu!
Gue memang berusaha menjaga rahasia bahwa gue sudah menikah, namun bukan berarti gue malu mengakui bahwa mas Pandu adalah suami gue. Tapi ini lebih kepada kenyamanan saja. Tapi sekarang, gue nggak bisa menyangkalnya lagi jika informasi gue sudah menikah sudah terkuak. Dan mau bagaimana lagi sekarang? Gue nggak bisa menghindar.
Jadi siapa pelaku dibalik ini semua? Gue nggak bisa nuduh Cantika. Dia nggak mungkin nyebarin hal-hal kayak gitu. Gue percaya sama sahabat gue, gue kenal siapa Cantika. Lagipula, nggak ada untungnya bagi Cantika sendiri jika dia benar-benar menyebar informasi tersebut.
Bukan Cantika, sudah pasti.
Lalu siapa? Adit? Gue berpikir sejenak. Lumayan masuk akal jika Adit yang melakukan ini semua ke gue. Tunggu dulu, jika ini benar perbuatan Adit, apakah dia mau balas dendam? Secara juga dia pernah minta gue balikan sama dia, tapi gue nggak mau. Terus ini balasan Adit? Tapi gue nggak bisa nuduh dia sembarangan juga. Gue nggak punya bukti apapun bahwa Adit yang sudah mempermalukan sekaligus membuat harga diri gue terkoyak kayak gini. Belum tentu Adit yang melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey-shit!
Teen FictionGimana gue nggak kesel coba? Ditengah sibuk-sibuknya ngurus tugas dari Dosen yang rasanya bikin kepala mau pecah, dengan kejamnya mama mau ngejodohin gue! Ya ampun, wisuda aja belum, ini malah disuruh nikah. Mama emang ada-ada aja kelakuannya. Kalo...