57. Terancam

1.6K 126 2
                                    

AYANA POV

Gue merasa sangat beruntung karena hari ini gue berangkat siang ke kampus. Kalo nggak, sudah dipastikan gue bakal terlat karena gue baru saja bangun tidur. Dan tebak sekarang jam berapa? Pukul sepuluh pagi! Kalau saja saat ini gue tinggal bareng sama mama, sudah dipastikan bahwa gue sudah disemprot habis-habisan, lebih kejamnya mungkin saja mama bakal nyiram muka gue pakai air keran.

Gue mengumpulkan tenaga terlebih dahulu sebelum beranjak dari kasur. Entah kenapa pikiran gue tiba-tiba melayang pada kejadian semalam. Pipi gue seketika memanas membayangkan itu. Dan ketika gue menatap selimut yang masih membaluti tubuh gue, spontan saja gue mengerjapkan mata. Gue perlahan membuka selimut dan mengintip ke dalam.

Alamak!

Gue meringis pelan, sebelum akhirnya berdiri sembari melilitkan selimut ditubuh gue dan berjalan menuju lemari pakaian. Setelah itu, gue masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh, lalu keluar dari sana sepuluh menit kemudian.

Kembali gue duduk di kasur kamar untuk menyisir rambut, sebelum tiba-tiba saja sesuatu menarik perhatian gue. Diatas nakas, sebuah post note berwarna kuning langsung gue sambar. Gue menatap benda itu, ada tulisan tangan di sana. Dan gue pun akhirnya membaca tulisan itu.

Ayana, mas Pandu udah nyiapin sarapan buat Ayana di dapur. Mas pergi kerja dulu, Ayana tidurnya nyenyak banget, mas Pandu nggak enak mau bangunin pagi-pagi. Lagian Ayana juga kuliah siang, kan?

Nanti berangkatnya hati-hati ya. Ketemu nanti sore, i love you my little wife.

You husband, Pandu.

Senyuman gue dengan cepat mengembang membaca tulisan tangan mas Pandu. Suatu keberuntungan yang sangat gue syukuri mempunyai suami penyayang dan baik hati seperti mas Pandu. Dan gue sangat merasa aman apabila dekat dengannya.

Apa yang mama katakan memang benar adanya, bahwa mas Pandu adalah pria baik-baik yang akan selalu menyayangi gue. Memikirkannya membuat gue berpikir lagi. Benar, tidak ada orang tua yang mau anaknya tidak bahagia.

Mama, tiba-tiba gue ngerasa kangen banget. Udah berapa lama ya gue nggak ketemu mama? Gue nggak tau waktu lamanya berapa, tapi yang pasti gue ngerasa udah lama banget. Belum lagi gue juga jarang nelpon mama. Benar-benar nggak patut dicontoh gue ini.

"Mama lagi apa ya?" Gue bergumam pelan. Mungkin mama lagi di tempat butik. "Nelpon mama aja kali ya?"

Dikarenakan gue masih punya waktu cukup banyak sebelum berangkat ke kampus, belum juga perut gue merasa lapar, gue pun mencari keberadaan ponsel gue. Tapi sayang, setelah benda pipih itu ketemu dan gue nyalakan, baterainya rupanya sekarat.

"Ada-ada aja!" omel gue pelan. Akhirnya, gue memilih untuk mengurungkan niat menelepon mama. Gue perlu mengisi daya ponsel gue terlebih dahulu.

Selanjutnya, pilihan gue adalah keluar dari kamar. Berjalan pelan menuju dapur dan makan makanan masakan mas Pandu, yang jujur aja selalu bikin lidah gue terasa dimanjakan.

Masih ada waktu satu jam lebih. Selesai makan, gue diserang oleh rasa bosan. Gue pun akhirnya memilih berjalan menuju ruang keluarga, di mana ada televisi di sana. Sebenarnya, di kamar pun ada, tapi gue malas naik ke atas.

Ting tong!

Sebelum gue sempat mendaratkan bokoong gue di sofa, bunyi bel pintu membuat gue menolehkan kepala. Gue mengurungkan niat untuk duduk.

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang