tiga sembilan

2.1K 143 1
                                    

PANDU POV

Melihat Ayana yang nggak memedulikan bahwa kami sudah bertunangan, membuat perasaan resah dengan cepat merambat ditubuhku. Belum lagi, ketika aku melihat Ayana yang pulang diantar oleh pacarnya itu. Entah kenapa aku dibuat kesal oleh pemandangan itu. Aku nggak suka jika Ayana deket-deket dengan laki-laki selain aku. Bukan, aku bukan bermaksud menjadi pasangan yang posesif. Hanya saja, Ayana sepertinya tidak mempedulikan sama sekali bahwa dia dan aku sudah menjalin sebuah ikatan.

Kalau Ayana sendiri masih berhubungan dengan pacarnya itu, bagaimana bisa hubunganku dengan Ayana akan cepat mendapatkan respons positif? Tujuanku sekarang memang ingin sekali dekat dengan calon istriku itu, mengenal lebih dalam sifat dan karakter Ayana, ingin tahu apapun yang berhubungan dengan gadis itu. Makanan favoritnya, apa yang dia sukai dan tidak disukai, takut akan hal apa. Well, untuk ketakutan, sepertinya aku sudah tahu jawabannya sedikit. Ayana takut hantu, oleh karena itu sekarang posisiku ada di rumah Tante Wiwi, menjaga Ayana.

Aku ingin semua itu terkabulkan, tapi ... Semuanya seolah menjauh ketika aku berusaha untuk mendekat.

Dan sekarang, perasaanku sedikit lebih tenang ketika berhasil mencurahkan isi hatiku kepada Ayana, bahkan aku sungguh, sangat-sangat keberatan jika Ayana masih saja berhubungan dengan pacarnya itu. Entahlah siapa namanya.

Ini adalah malam kedua aku tinggal di rumah Tante Wiwi, dan aku belum merasa ada kemajuan yang berarti. Aku sama Ayana masih sama-sama jauh, aku belum bisa menggapainya. Ayana benar-benar sulit untuk didekati. Seolah ada sekat yang membatasi kita masing-masing.

Reaksi Ayana kemarin sore, sewaktu dia pulang dari kampusnya, dan sewaktu aku mengatakan bahwa aku meminta dia dan pacarnya berhenti untuk melanjutkan pacaran mereka, Ayana hanya diam saja, kemudian langsung berdiri dan berjalan ke arah kamarnya.

Aku tidak tahu dia marah kepadaku atau tidak, dan opsi kedua adalah mungkin yang terjadi. Malam hari setelah kejadian itu, Ayana benar-benar tidak keluar dari kamarnya. Ya, dia sepertinya marah. Ketukanku di pintu kamarnya tidak membuat Ayana serta merta menyahut ataupun membukakan pintu untukku. Dia diam saja, dan tentu saja aku khawatir.

Sampai akhirnya aku kelelahan sendiri dan memutuskan untuk menyerah. Mungkin saja Ayana butuh sendirian saat ini, ketenangan memang penting.

Kalau sudah seperti ini, aku menjadi sangat bersalah. Apa kemarin seharusnya aku tidak ngomong seperti itu? Apa seharusnya aku diam saja? Apakah aku sudah egois?

Tapi, kita sudah bertunangan. Dan Ayana bukan anak kecil lagi yang harus dijelaskan secara rinci, aku rasa dia sudah tahu bahwa seharusnya dia sendiri paham kalau harus putus dengan pacarnya.

Pusing yang mendadak saja menyerang kepalaku, membuatku refleks saja memijit pelan ke arah kening. Aku mendesah kasar, memejamkan mata sejenak sambil berselonjor di sofa.

Ayana ... Semakin kamu sulit untuk aku dapatkan, aku justru malah semakin tertantang untuk membuatmu jatuh cinta kepadaku.

Aku tidak akan menyerah sampai kapanpun. Tidak akan pernah.

***

AYANA POV

Rasa lelah yang bergelantungan manja ditubuh, membuat gue tadi malam tidur dengan sangat cepat. Sekitar pukul jam delapan malam, gue sudah terlelap. Dan sekarang sudah pagi, rasanya badan gue seger. Pegal yang gue rasakan sudah berkurang. Sudah lama sekali rasanya gue tidak bangun tidur seceria ini.

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang