55. Bisikan Mimpi

1.7K 121 0
                                    

AYANA POV

Sejak menikah kurang lebih tiga bulan yang lalu, yang sama sekali nggak gue sesali. Akhirnya, gue dan mas Pandu memilih untuk pisah dari orang tua kami masing-masing. Sekarang kita berdua tinggal di atap yang sama, di sebuah apartemen yang mas Pandu beli.

Gue hanya ikut saja, menurut apa kata mas Pandu. Kata mas Pandu, lebih baik kita yang sudah menikah ini harus berpisah dari orang tua agar lebih mandiri menuntun sebuah keluarga. Walaupun gue dan mama sekarang sudah pisah rumah, tapi nggak jarang pula gue mampir ke rumah mama, yang dulu gue tempati. Terkadang saja kalau lagi pengin, gue nginep di sana. Sekarang mama kasihan harus tinggal sendiri.

Tugas dari dosen yang bikin kepala gue mau meledak membuat gue sepanjang malam berkutat di depan meja. Laptop di hadapan gue terbuka, sedangkan gue sedang mencatat tugas di buku gue. Malam ini sudah pukul sepuluh malam, dan sebenernya gue sudah ngantuk luar biasa. Kepala gue pusing, pandangan mata sudah mulai kabur. Berulang kali pula gue menguap dan mengerjapkan mata. Bahkan mata gue sampai berair. Nggak cuma itu saja, otak gue terasa kram banget, sama sekali nggak bisa mikir.

Sialnya, tugas ini harus dikumpulkan besok. Ini benar-benar membuat gue merasa tersiksa.

Cklek.

Pintu kamar mandi terbuka, gue sempat meliriknya sekilas, dari dalam sana keluarlah mas Pandu dengan celana training pendek dan kaus hitam polos. Gue kembali memusatkan perhatiannya kepada tugas gue lagi.

"Ayana ngerjain tugasnya udah selesai?"

Pertanyaan dari mas Pandu sedikit membuat gue tersentak. Tapi itu nggak masalah, gue bisa menguasai diri. Posisi mas Pandu sekarang ada di belakang tubuh gue.

Gue sedikit mendongak dan memutar kepala untuk menatap wajah mas Pandu. Gue pun kemudian menggeleng lesu.

"Iya belum selesai, masih kurang banyak mas."

Mas Pandu mengangguk pelan, kemudian dia meletakkan kedua tangannya di bahu gue, memberikan remasan pelan.

"Mau mas Pandu pijitin nggak?"

"Ayana emang pegel, capek juga. Tapi nggak usah, Ayana harus fokus. Mas Pandu mending sekarang tidur aja, besok pagi harus ke rumah sakit lagi, kan?"

Mas Pandu nggak langsung menjawab, laki-laki itu kemudian mengambil duduk di kasur, tepat di sebelah kanan gue. Tatapan kami beradu lagi, mas Pandu lalu tersenyum.

"Mas nggak mau tidur sebelum Ayana tidur juga."

Spontan saja gue mendesah berat. "Mas Pandu harus tidur, Ayana tidurnya nanti juga bisa kok. Ini tugasnya lagian belum selesai, masih tersisa setengah lagi. Mas Pandu pasti capek."

"Ayana juga capek."

"Terus mas Pandu mau ngapain?"

"Nemenin Ayana di sini sampai tugasnya selesai, baru kita tidur."

"Mas Pandu nggak masalah?"

"Mas Pandu nggak tega lihat Ayana pusing mikirin tugas kayak gini, nggak mungkin mas ninggal kamu tidur gitu aja."

Gue pun akhirnya pasrah, mengangguk lemas. Gue tahu kalau niat mas Pandu itu baik. Tapi dia sendiri pasti juga capek banget. Dari raut wajahnya, gue juga dapat melihat bahwa matanya sudah lelah. Dia butuh tidur.

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang