56. Terancam

1.7K 119 0
                                    

Tanpa sadar, gue meremas botol air mineral yang sudah nggak ada isinya. Gue geram dam menggeretakkan gigi. Tatapan gue nggak mau beralih dari seorang cowok, yang pernah menyambangi jadi pacar gue.

Mendengkus kasar, gue melempar botol plastik itu ke tong sampah terdekat. Emosi yang sudah berkumpul dipuncak kepala membuat gue bertambah kesal.

"Mau apa lo nemuin gue lagi?" tanya gue, menatap Adit dengan bola mata yang sengaja gue pertajam, bertujuan agar Adit tahu kalau gue sudah muak dengannya. Sedangkan kedua lengan gue terlipat didepan dada.

Adit melangkah ke depan, membuat gue dengan refleks bergerak mundur. Entah kenapa gue jadi ilfeel kalau deket-deket dengan Adit. Rasanya benar-benar nggak nyaman. Dia sudah membuat gue kecewa.

"Nggak usah deket-deket sama gue, bisa kan ngomong dari situ aja?" Gue memutar bola mata, semakin jengkel dengan keberadaan cowok modelan kayak dia. Natap mukanya aja, sekarang gue benar-benar nggak sudi. Mau muntah sumpah!

Bisa-bisanya dulu gue bucin banget sama nih cowok? Kalo diingat-ingat lagi, gue emang beneran bego sih, otak gue sudah konslet. Setelah gue perhatiin lagi, muka Adit nggak ganteng sama sekali.

Cinta memang merubah segala sudut pandang.

"Ada hal penting yang mau aku omongin ke kamu Na," jawabnya, masih berdiri di tempat. Bagus, dia mendengar ucapan gue agar nggak deket-deket.

"Langsung aja, gue nggak ada waktu."

Adit nggak langsung ngomong, dia diam aja sebentar. Sepertinya Adit lagi mikir sesuatu. Sementara itu, tatapan gue nggak beralih dari Adit. Sudah cukup lama keheningan terjadi, mengambil alih suasana. Gue menghela napas pendek lantaran Adit belum juga kunjung mengatakan sesuatu. Ini membuat gue jadi kesal sendiri.

"Kenapa masih diem aja?" tembak gue langsung karena sudah geregetan sendiri sedari tadi. "Kalo nggak ada yang mau lo omongin, ya udah biar gue pergi dari hadapan lo sekarang juga," lanjut gue seraya memutar bola mata. Tersenyum miring, gue pun akhirnya melangkah menjauh dari Adit, mantan terbangsat yang nggak pernah gue sesali sama sekali.

"Ayana, tunggu!"

Teriakan Adit membuat langkah gue terhenti. Gue berbalik badan, bersamaan dengan Adit yang sedang berjalan cepat menuju gue. Dengan tangan terlipat didepan dada, gue mengangkat dagu.

"Apa lagi sih?"

Kedua mata Adit terpejam, dia juga berulang kali mengatur napasnya. Gue jadi bingung sendiri sekaligus merasa ingin tahu, sebenarnya apa yang mau Adit sampaikan ke gue? Sesulit itukah ngomong? Gue menatap Adit dengan mata memicing. Hingga akhirnya, sesuatu yang nggak gue duga-duga terjadi. Adit tiba-tiba saja berlutut dihadapan gue, membuat gue langsung terhenyak bersamaan dengan bola mata gue yang membelalak. Gue terkejut, Adit lagi ngapain? Maksudnya apaan berlutut didepan gue ginian?

"Dit, lo ngapain sih?"

"Ayana, aku mau minta maaf sama kamu. Aku salah selama ini, aku emang bodoh, aku baru sadar bahwa kamu sangat berarti buatku. Aku sangat merindukanmu Ayana. Aku nyesel putus sama kamu. Aku ingin kita kayak dulu lagi Ayana. Kamu satu-satunya yang ada di hatiku. Sekali lagi aku minta maaf."

Adit menempelkan kedua telapak tangannya satu sama lain, seperti sedang memohon ampun sama gue. Sejenak, gue terpaku di tempat. Tatapan mata gue nggak mau beralih dari Adit. Gue sendiri sebenarnya juga bingung mau ngomong apaan.

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang