47. Meminta Maaf

2K 135 4
                                    

Gue sama sekali nggak menyangka kalau akhirnya gue putus dari Adit. Gue kira, bakal sesulit yang gue bayangin, tapi ternyata enggak. Gue nggak butuh nangis buat cowok berengsek kayak dia. Wajah Adit bahkan gue pengin hilangkan saja dari otak gue. Sangat menggangu dan bikin gue kesal sendiri.

Bisa-bisanya gue tahan pacaran sama dia selama ini? Apalagi dia suka minta duit ke gue, dan bahkan dia sudah selingkuh selama tujuh bulan tanpa gue sadari! Ini gilla, tapi gue lagi-lagi hanya bisa bersyukur, dan Cantika bener, ambil baiknya aja soal masalah ini.

Soal utang Adit yang kalau diitung-itung bisa nyampe lima juta lebih itu, gue sudah mengikhlaskan. Biarlah, gue juga nggak mau ada urusan lagi dengan dia. Yang gue mau saat ini adalah Adit mendapatkan ganjaran yang setimpal. Ini memang kejam, tapi Adit pantas mendapatkannya.

Cukup, gue nggak mau mikirin Adit lagi. Gue sudah hapus semua foto dia dan foto bareng kita berdua. Gue nggak mau menyimpan apapun yang berhubungan dengan Adit. Bahkan, gue sudah blokir nomornya. Nggak cuma itu, hadiah sebuah boneka saat ulang tahun gue tahun lalu juga udah gue bakar habis-habisan sampai tersisa menjadi abu.

Hei mantan, selamat tinggal!

Ini adalah malam terakhir Pandu tinggal bareng gue. Besok dia mesti pulang ke rumahnya, nggak sadar sudah seminggu dia tinggal di sini bareng gue. Menyadari kenyataan ini, entah kenapa gue kok jadi merasa aneh kalo dia mau pergi. Gue sudah terbiasa tinggal bareng nih om-om tua bangka.

Ponsel di hape gue tiba-tiba berdering, menandakan ada panggilan masuk. Dari mama rupanya, gue baru sadar kalau mama baru menghubungi gue sekarang.

"Halo ma," sapa gue duluan.

"Hai sayang, lagi apa kamu sekarang?" tanya mama.

Gue mengubah posisi menjadikan telentang di atas kasur, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan dari mama. "Lagi tiduran ma, kenapa mama nelpon Ayana?"

"Emangnya nggak boleh nelpon anak sendiri, kan mama kangen juga sama kamu. Udah seminggu mama di sini, maaf baru bisa sempet nelpon sekarang."

"Ayana juga kangen mama sih. Nggak pa-pa kok ma, gimana keadaan nenek ma?"

"Udah mendingan, tapi belum pulih."

"Mama besok pulang, kan?"

Mama nggak langsung menjawab sebuah pertanyaan yang terlontar dari bibir gue. Mama diam, terdengar bunyi grusak grusuk sebentar, gue pikir awalnya sambungan sudah terputus.

"Halo ma?"

"Eh iya, kenapa tadi sayang?"

Napas gue terhela panjang. "Udah seminggu mama di Bandung, besok jadi pulangz kan?" tanya gue sekali lagi.

"Aduh Ayana sayang, sepertinya mama bakal tiga hari lagi di sini. Mama belum bisa balik, nenek belum pulih. Mama takut kalo nenek tiba-tiba sakit lagi. Kamu nggak pa-pa, kan?"

"Ya udah deh ma, nunggu nenek benar-benar sembuh aja, baru mama pulang."

"Kamu marah sama mama?" tanya mama, terdengar ragu.

Gue menggeleng pelan, meskipun gue tahu kalau mama nggak mungkin lihat. "Nggak kok ma, Ayana bisa ngerti."

"Oh ya, Pandu di mana?"

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang