70. Tempat Kejadian

2.9K 156 43
                                    

AYANA POV

Kalau saat ini gue punya jin pengabul permintaan, tentu saja gue bakal meminta Adit supaya menghilang dari hadapan gue saja, cowok satu ini sudah membuat hidup gue susah. Gue dapat melihat seringai tajam terangkat dari sudut-sudut bibirnya.

Gue nggak mau Adit menganggap gue lemah dan ketakutan, gue nggak boleh kelihatan kecil di sini, gue harus bisa terlihat garang, meskipun sebenarnya gue merasa bahwa saat ini gue memang ketakutan dan kewalahan menanggapi Adit. Tapi gue nggak mau menunjukkan ketakutan gue, gue harus bisa terlihat seolah-olah bahwa gue tengah menantang.

"Sekali lagi gue tegasin, gue nggak mau berurusan sama lo Adit!" Gue meraung kencang tepat didepan wajahnya yang sok kegantengan itu, padahal mukanya aja mirip babi yang menunjukkan raut wajah memelas karena mau disembelih.

Gue juga tahu kalau air liur gue baru saja menciprat ke wajah Adit. Dan gue sama sekali nggak peduli dengan itu. Gue mengira awalnya Adit bakal protes dan marah, tapi cowok itu tidak mengungkit-ungkit tentang ludah gue yang barusan terciprat.

"Terlambat Ayana, lebih baik buruan lo berbalik badan sekarang juga."

"Apa?"

"Balik badan sendiri atau lo mau gue paksa?"

"Gue nggak ma—"

Terlambat, ucapan gue langsung terhenti begitu saja ketika Adit dengan kejamnya mendorong gue ke tembok dan membalikkan tubuh gue hingga posisi gue saat ini memeluk tembok, pipi gue bahkan menempel ke arah dinding yang terasa sangat dingin, juga sedikit lembab dan berkeringat.

Sampai akhirnya, gue merasakan bahwa kedua tangan gue dililit oleh tambang. Gue terhenyak, mata sedikit membelalak terkejut. Apa-apaan ini? Adit sedang ngapain?

"Lo mau apain gue Adit?! Lepasin tangan gue!" Gue meronta, tapi Adit tentu saja nggak peduli, gue bisa nebak itu dengan mudah. Tubuh gue ditahan hingga ikatan dipergelangan tangan gue semakin kencang. Gue bahkan memekik menahan sakit.

"Sekalipun lo berbuat gini dan maksa supaya gue bisa balik sama lo, percuma saja Dit, tindakan lo bakal sia-sia, gue nggak bakal mau sama lo. Lo sudah menunjukkan diri lo yang sebenarnya, gue udah nggak tahan sama lo."

"Ngomong aja yang sepuasnya, bahkan terserah kalo urat-urat dileher lo sampai putus Ayana, gue nggak peduli sama omongan lo lagi."

Gue berusaha menendang Adit, dan gue meleset, sepertinya dia lebih cerdik daripada gue, Adit sudah mengantisipasinya. Sesaat gue ingin pasrah, tapi gue percaya bahwa mas Pandu akan datang menolong gue, meskipun harapan itu sepertinya juga sedikit demi sedikit mulai mengabur. Bagaimana jika Adit memang benar? Pesan yang gue kirim sebelum ponsel itu terbanting hingga remuk redam sama sekali tidak terkirim?

Tapi Adit bisa saja bohong untuk mempermainkan gue, dia nggak mau gue mempunyai sedikit celah ataupun harapan, Adit pengin gue nyerah dan pasrah. Dan gue sendiri berusaha untuk bangkit dan baik-baik saja, gue hanya bisa berharap saat ini. Berdoa supaya mas Pandu tahu posisi gue saat ini berada.

"Jangan berani melawan, atau nyokap lo bakal gue eksekusi sampai nggak bisa napas lagi. Lo mau?"

Gue menggeleng kencang.

"Bagus, sekarang lo harus ikut gue sekarang juga!"

"Ke mana?" tanya gue, suara gue mencicit lirih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang