50. Kejadian Di Dapur

2.7K 146 4
                                    

Awalnya gue memang merasa malu dan bodoh karena gue nggak suka lihat Pandu terus berduaan dengan mbak Tiara. Ya, gue sekarang mau mengakui sepenuhnya bahwa gue beneran cemburu.

Gue nggak tahu sejak kapan gue jadi seperti ini, tapi yang pasti perasaan gue buat laki-laki yang sangat dulu gue benci, sekarang justru berbanding terbalik. Gue menaruh harapan besar padanya. Pandu sukses membuat gue tertarik kepadanya. Dan sepertinya gue sudah jatuh cinta beneran sama om-om sinting ini. Gila sih, ini nggak seperti apa yang gue bayangin sebelumnya.

Dan ini juga nggak pernah gue harapkan sebelumnya, tapi hati gue nggak bisa dipaksa. Berada di dekat Pandu membuat gue terus merasa nyaman dan aman.

Mungkin saja sebenarnya perasaan gue buat Pandu sudah lama ada, namun gue menyangkalnya terus hingga perasaan itu tertimbun di bawah dasar hati gue. Dan sekarang, perasaan itu sudah melonjak drastis, naik hingga berada diposisi puncak.

Sadar bahwa sekarang gue benar-benar jatuh cinta membuat gue tersenyum miring. Beberapa kali juga gue tertawa. Ini lumayan aneh dan nggak bisa gue bayangkan. Pandu yang dulu gue benci setengah mati, justru sekarang adalah Pandu yang gue cintai. Tapi gue nggak mengelak kalau gue merasa bahagia dekat dengannya, dia selalu mempunyai cara membuat gue terpaku, tertegun, bahkan bingung sendiri.

Dan, membayangkan kejadian semalam saat Pandu memeluk gue dengan erat, membisikkan kata-katanya di depan telinga gue langsung, lalu disusul oleh kecupan sekilas di permukaan pipi gue, hal itu membuat gue langsung menunduk malu serta memegang kedua pipi gue yang terasa sangat hangat.

Fiks, gue sudah gila karena nggak bisa berhenti tersenyum. Sepertinya mulai saat ini gue nggak boleh manggil dia om-om. Dia berhasil membuat gue jatuh cinta, seperti apa yang pernah dia katakan kalau dia sendiri nggak akan pernah menyerah untuk menggerakkan hati gue.

Cantika benar, apa yang ada didiri Pandu sudah paket komplit. Tampan, punya kerjaan tetap, tinggi, putih, alis tebal, rahang tegas, tubuhnya bagus, dan segala sesuatu lainnya. Bahkan, Adit nggak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Pandu. Adit cuma butiran debu yang cuma bisa ngutang. Siaalnya gue baru menyadari kalau muka Adit nggak seganteng Pandu.

Ck, bisa-bisanya gue dibutakan oleh bualan cinta dari Adit!

Pagi ini gue terlalu bersemangat pengin ketemu Pandu. Bahkan gue nggak malu-malu atau jijik lagi menyebut laki-laki itu adalah tunangan gue.

Posisi gue saat ini sudah berada di depan pintu kamarnya, masih tertutup rapat. Ini masih pagi, pukul setengah enam. Dan gue cukup memuji diri gue sendiri karena bisa bangun sepagi ini.

Gue menimang sebentar apakah harus mengetik pintu atau enggak. Gue bingung sendiri. Tapi saat ini entah kenapa gue sangat-sangat ingin bertemu dengannya. Gue pengin lihat mukanya, gue pengin menyium bau tubuhnya, gue pengin lihat raut mukanya saat bangun tidur. Intinya, gue pengin ketemu Pandu. Anggap aja gue gila, tapi memang itu yang gue pengin sekarang.

Oke, gue cuma perlu mengetuk pintu. Hal itu nggak sulit buat dilaksanakan. Gue sudah mengangkat tangan, hendak mengetuk pintu. Tapi, sebelum apa yang gue inginkan itu terealisasikan, pintu terlebih dahulu dikuak dari dalam.

Gue tertegun sebentar, kemudian mundur satu langkah. Dan apa yang gue lihat setelahnya membuat napas gue berhenti hanya sampai di tenggorokan. Gue mematung, bola mata sedikit melotot, terus tubuh gue sudah menegang.

"Mbak Tiara?" cicit gue pelan. Gue berusaha untuk tenang dan nggak usah panik atau memikirkan hal yang belum tentu terjadi. Mbak Tiara habis dari kamar Pandu, ngapain?

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang