sembilan belas

3K 164 24
                                    

PANDU POV

Sebelumnya, aku nggak ada niatan untuk mengantarkan Tiara untuk pulang ke rumahnya. Aku sendiripun merasa capek setelah seharian bekerja, belum lagi kalau rumah yang kita tempati tidak searah. Namun, aku tiba-tiba ingin mengantarkannya pulang, ini murni kemauanku sendiri. Dan akhirnya, Tiara pun setuju meskipun awalnya ia sungkan dan merasa nggak enak sama aku.

"Itu nanti di depan ada supermarket mas, turunin aku di sana aja, ya?"

Perkataan Tiara membuatku langsung menoleh ke arahnya, aku tersenyum hangat seraya mengangguk mengiyakan. "Oke Ra."

"Akhir-akhir ini mbak Kat jarang main ke rumah sakit ya mas?" ujarnya lagi. Yang langsung mengalihkan perhatianku. Aku sedikit terguncang pelan, namun untung saja aku pandai menormalkan ekspresi.

Aku menjawabnya pelan, "Kat kan emang jarang main waktu saya lagi kerja Ra."

"Iya juga sih mas, tapi kayaknya nggak terlalu jarang tuh. Mbak Kat biasanya kan datang pas jadwal kita lagi istirahat. Terus dia bawahin makanan buat mas Pandu, lalu kalian makan bareng deh. Suap-suapan pula tuh, bikin aku iri aja," jawab Tiara panjang lebar, begitu menggebu-gebu, membuatku langsung meringis sekalian malu. Dia terkekeh sambil menggodaku.

Aku dan Kat memang sedekat itu. Tapi dulu, beda situasinya kalau sekarang. Kita tidak pernah berkontak lagi setelah aku pergi ke rumahnya meminta penjelasan ketika dia minta putus di telepon selama 24 detik. Ya, itu pertemuan terakhir aku dengannya. Sekarang, aku nggak tahu kabarnya kayak gimana. Meskipun perasaanku kepada Kat belum juga hilang sepenuhnya.

"Kat kan punya kesibukan sendirian Ra. Kehidupannya nggak meluluh soal saya aja. Saya bisa mengerti itu." Jawaban yang paling aman kuberikan saat ini.

Aku sebenarnya sangat ingin topik obrolan tentang Kat terputus sampai sini saja. Tapi, Tiara kemudian menyambung lagi. Aku hanya bisa mendengarkan dan menanggapi seperlunya saja. Walaupun sebenarnya aku capek.

"Mbak Kat beruntung banget loh bisa punya laki-laki kayak mas Pandu. Udah baik, lemah lembut, sopan, ramah, tinggi, ganteng, putih, dokter pula kerjaannya. Perempuan mana coba yang nggak tertarik sama mas Pandu?"

"Jangan puji saya seperti itu Ra, nanti saya bisa terbang loh."

"Emangnya mas Pandu punya sayap?"

Aku menggeleng. "Bukan itu yang saya maksud. Kayaknya kamu nggak bodoh Ra untuk memahami apa yang saya maksud barusan."

Tiara tertawa pelan. Senyuman indahnya kembali terukir di bibirnya. "Paham kok mas, aku cuma becanda aja. Oh ya mas, kemarin pas aku nonton bioskop bareng temen aku, aku kayak lihat orang yang mirip banget sama mbak Kat. Tapi ... Dia sama cowok lain. Aku awalnya ngira cuma orang lain, tapi setelah aku perhatikan lebih dalam lagi nih ya mas, dia emang beneran mbak Kat. Dia sekarang potong rambut jadi sebahu."

Oke cukup sampai situ saja, aku nggak mau denger informasi apapun tentang Kat. Apapun yang berhubungan dengan perempuan itu. Aku nggak mau.

"Ra, kita udah sampai," ujarku pelan. Untung saja waktunya begitu pas, jadi aku bisa langsung membelokkan arah pembicaraan.

Tiara mengangguk. "Oh ya, nggak kerasa ya cepet banget nyampenya. Aku keluar dulu ya mas? Makasih banget loh tumpangannya. Mas Pandu baik banget."

Honey-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang