PANDU POV
Aku berusaha menelan makanan ke dalam perutku meskipun saat ini aku tidak lapar. Aku tidak mau jatuh sakit dan malah membuat semuanya bertambah kacau dan berantakan. Aku duduk di kursi dapur sendirian. Aku merasa begitu kesepian tanpa kehadiran Ayana. Hidupku perlahan hancur. Dan sampai kapan ini semua bakal berakhir? Sungguh, aku tidak tahan. Aku ingin balik sepeti dulu lagi. Hidup tenang dan damai, bercanda ria dan berbagi tawa dengan Ayana. Namun, agaknya itu semua hanya terjadi diangan-anganku saja.
Tidak semudah itu untuk memperbaiki rasa kecewa yang Ayana rasakan. Aku menelan bulat-bulat nasi yang tadi aku kunyah di dalam mulut. Hingga akhirnya aku mengambil minum. Aku tersedak pelan ketika kaget dengan nada panggilan masuk dari ponselku. Buru-buru aku melihatnya. Bola mataku langsung membulat begitu nama Ayana terpampang secara jelas di layar ponselku.
Aku mengerjapkan mata, sedikit tidak percaya bahwa Ayana mengubungiku saat ini. Aku berusaha mempertajam pandanganku. Barangkali aku salah melihat. Tapi, tidak. Nama itu tidak berubah. Aku tidak salah lihat. Memang Ayana yang menelpon.
Aku begitu bahagia sampai-sampai aku tidak bisa mencegah senyumanku. Bagaimana bisa aku tidak terharu dan senang dengan ini? Akhirnya, Ayana mau mengubungiku. Aku pun langsung memegang ponsel. Aneh, tanganku bahkan bergetar pelan.
Membawa ponsel ke arah daun telinga ketika sudah menggeser opsi menjawab panggilan, aku pun menelan ludah. Jantungku berdetak kencang.
Aku membasahi bibir terlebih dahulu sebelum berkata. "Ayana."
"Mas Pandu!"
Dapat kudengar Ayana menyebut namaku dengan aksen suara penuh dengan ketakutan. Keningku mengerut samar, lalu mataku mengerjap ketika mendengar isakan pelan. Ayana menangis? Aku langsung bangkit berdiri.
"Ayana? Ayana kenapa nangis?" Aku bertanya cepat. Ayana belum kunjung merespons juga, aku bahkan mendengar tangisan Ayana semakin kencang. Aku bingung. Ada apa dengan Ayana? Pasti ada sesuatu yang membuatnya menangis seperti itu.
"Ayana kenapa sayang? Cerita sama mas Pandu sekarang. Ayana kenapa nangis, hm?" Aku kembali bertanya karena tidak kunjung mendapatkan respons dari istri kecilku.
Pasti terjadi sebuah masalah besar hingga Ayana meraung dengan tangisan yang terdengar begitu pilu.
"Mas Pandu." Ayana mencicit lirih, diiringi isak tangisnya yang semakin terdengar jelas. Jantungku semakin cepat berdetak. Aku diam, membiarkan Ayana menyelesaikan ucapannya. "Mama mas."
"Mama kenapa Ayana?"
"Mama diculik."
Begitu Ayana menyelesaikan kalimatnya. Bola mataku langsung melotot semakin lebar. Ini lebih dari yang kuduga. Masalah ini begitu besar.
"Bagaimana bisa hal itu terjadi Ayana? Mas Pan—"
"Mama dari tadi sore belum balik ke rumah, terus tadi Ayana dapet—" Ayana menangis sesenggukan, membuatnya kesulitan untuk merangkai kalimat.
"Dapet apa Ayana?"
"Ayana dapat SMS dari nomor nggak dikenal kalo Ayana harus jauhi mas Pandu kalau mau mama selamat." Tangis Ayana semakin kencang. Aku pun langsung meradang di tempat, aku emosi. Tanganku sudah terkepal kuat dengan bibir merapat. Rahangku tiba-tiba mengeras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey-shit!
Teen FictionGimana gue nggak kesel coba? Ditengah sibuk-sibuknya ngurus tugas dari Dosen yang rasanya bikin kepala mau pecah, dengan kejamnya mama mau ngejodohin gue! Ya ampun, wisuda aja belum, ini malah disuruh nikah. Mama emang ada-ada aja kelakuannya. Kalo...