PANDU POV
Aku meregangkan otot sejenak ketika jam istirahat sudah tiba. Aku kemudian mengangkat tubuhku dari kursi karena dari tadi pagi aku terus-terusan duduk. Membuat tubuhku jadi pegal.
"Pasien hari ini kayaknya meningkat drastis Ra dari hari kemarin, padahal ini masih setengah hari." Aku berbicara kepada Tiara yang masih duduk di kursi, sedang bermain ponsel.
"Iya mas, banyak banget hari ini," jawab Tiara, mematikan ponselnya, lalu menatapku sambil tersenyum.
"Ke kafetaria yuk mas, ngisi perut dulu sebelum mulai bekerja lagi," ajak Tiara. Dia sudah berdiri dari duduknya.
Aku meringis sejenak, kemudian menggeleng pelan. "Hari ini aku nggak ikut deh Ra, aku bawa bekal."
"Bekal?" Tiara justru malah bertanya, seolah dia tadi salah denger. Satu alisnya menukik tajam ke atas. Dia terlihat bingung.
Mengangguk singkat sambil tersenyum, aku pun lantas mengeluarkan kotak makan. "Ini, aku bawa bekal dari rumah. Aku nggak bisa ikut ke kafetaria deh. Kamu sendiri nggak pa-pa kan Ra?"
Tiara menggeleng pelan. "Iya mas, nggak pa-pa kok. Aku kan bisa sendiri." Senyuman Tiara terbit dengan cepat. "Tapi mas Pandu kok tumben-tumbenan bawa bekal?"
"Iya, Ayana yang tadi pagi nyiapin ini buat aku Ra."
"Bukannya mas Pandu pernah cerita kalau Ayana nggak bisa masak? Tapi kok sekarang masakin mas Pandu makanan?"
Aku tersenyum lagi. "Bukan nggak bisa masak Ra, tapi belum bisa. Ayana masih belajar kok, nanti lama-lama juga mahir."
Tiara terlihat paham, dia mengangguk sembari tersenyum tipis. "Emangnya Ayana masakin mas Pandu apa?"
Aku pun lantas membuka kotak bekal makanan yang disiapkan Ayana khusus untukku. Memperlihatkan isinya kepada Tiara. Bola mata Tiara terlihat terkejut, dia menganga. Bibirnya terbuka lebar.
"Mas, telurnya gosong, nasi gorengnya juga kelihatan pucat banget. Mas Pandu beneran mau makan itu?"
"Iya, aku mau makan. Kenapa emangnya Ra? Cuma gosong dikit aja kok," ucapku. Sebenarnya telornya emang gosong hampir seluruh bagian, tapi aku rasa itu masih bisa dimakan.
"Nanti mas Pandu sakit."
"Ayana sudah buat ini dengan hasil kerja kerasnya, dia masih belajar masak, maklum kalau hasilnya jauh dari kata sempurna. Tapi, aku mau menghargai masakannya. Ini dibuat khusus untukku, niat Ayana baik. Jadi aku nggak mungkin nggak makan nasi goreng sama telor ceplok ini."
"Oke deh mas," ujar Tiara pelan. Kemudian dia tersenyum lagi. "Mas Pandu sayang banget ya sama mbak Ayana?"
"Kan sudah sepantasnya begitu Ra. Ayana istriku, masa yang aku sayang malah perempuan lain?" Aku terkekeh pelan sebelum melanjutkan, "aku bersyukur akhirnya Ayana mau menerima juga kehadiranku."
"Aku ikut seneng mas dengernya. Kelihatannya juga nih ya, Ayana malah nggak bisa jauh-jauh dari mas Pandu. Dia sudah sadar kalau mas Pandu adalah laki-laki sempurna yang diinginkan oleh semua perempuan."
Aku terkekeh, menggeleng kecil. "Ngomong apaan sih Ra, kamu terlalu berlebihan. Aku nggak sesempurna itu, jangan muji aku terus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey-shit!
Teen FictionGimana gue nggak kesel coba? Ditengah sibuk-sibuknya ngurus tugas dari Dosen yang rasanya bikin kepala mau pecah, dengan kejamnya mama mau ngejodohin gue! Ya ampun, wisuda aja belum, ini malah disuruh nikah. Mama emang ada-ada aja kelakuannya. Kalo...