AYANA POV
Ini bencana besar, baru satu hari tinggal di rumah gue, Cantika sudah disuruh balik oleh orang tuanya. Gue nggak bisa berbuat apa-apa selain pasrah. Gue bisa maklumi, anggota keluarga Cantika emang banyak banget dan ngumpul di situ semua menjadi satu. Jadi, nggak heran kalau mamanya nyuruh pulang buat bantu-bantu di rumah.
Dengan nada suara penuh penyesalan dan merasa enggak enak, Cantika berkata pelan. "Sori Na, gue nggak bisa tinggal di sini lagi nemenin lo. Mohon maaf banget, gue harus pulang."
Dan saat sederet kalimat itu keluar dari mulut Cantika, gue hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Gue mengelus pundak Cantika pelan, "it's oke Can, gue nggak pa-pa kok. I'm fine."
"Jangan bilang baik-baik aja kalau nyatanya lo masih takut."
Ya emang bener kalo gue belum bisa tinggal sendirian di rumah. Tapi, mau berbuat apapun untuk mencegah kepergian Cantika, dia tetep bakal pulang ke rumahnya.
Gue cuma nyengir kecil. "Ya gitu deh Can, tenang aja gue bakal cari jalan keluarnya. Santai aja, nggak perlu panik sama keadaan gue."
"Sori banget Na, gue benar-benar nggak bisa." Cantika menampilkan raut wajah sedihnya, membuat gue dengan cepat mengusap tangannya dengan pelan.
"Nggak Can, ini bukan salah lo kok. Ngerasain lo tinggal dan nemenin gue di sini sudah cukup membuat gue lebih baik kok."
Dan begitulah akhirnya, Cantika mengemasi barang-barangnya lagi, kemudian pulang ke rumahnya. Pukul delapan pagi, gue duduk di sofa ruang keluarga. Gue menopang dagu, mulai melamun. Dengan sengaja gue menyetel televisi agar keadaan nggak hening-hening amat. Kalau hari sudah berganti siang, gue sih nggak masalah. Gue nggak takut sendirian, tapi kalau udah malam. Alamat gue bakal ketakutan.
Gue menghela napas kasar, gue pun akhirnya memilih rebahan di sofa yang nyaman banget. Tatapan gue mengarah ke arah langit-langit kamar.
Apa gue ajak Adit tinggal di sini aja ya? Tapi gue ragu dengan pilihan satu ini. Entah kenapa gue sedikit segan meminta pacar gue itu tinggal untuk sementara waktu buat nemenin gue. Itupun Adit belum tentu mau. Dia pasti juga punya urusan lain. Dan, orang tuanya bisa jadi seperti orang tua Cantika, yang langsung nyariin dan nyuruh pulang ke rumah.
Memikirkan ini membuat gue pusing sendiri. Nanti malam gue pergi ke mana ya? Nggak mungkin gue di rumah sendirian. Oke, boleh dibilang kalau gue lebay, manja, dan kekanakan. Gue bodo amat, emang kenyataannya gue takut hantu kok. Semua orang kan punya rasa takutnya masing-masing.
Gue hendak mengambil hape untuk menghubungi mama, ketika tiba-tiba saja bel pintu di depan berbunyi. Gue urung menelpon mama, kemudian gue pun berdiri. Siapa yang bertamu pagi-pagi seperti ini?
Meletakkan hape di meja, gue pun langsung beranjak. Bel kembali di tekan, membuat gue mendesah kecil. "Iya, bentar!" ujar gue, sedikit berteriak.
Dengan malas, gue membuka pintu. Dan sekarang, gue berdiri berhadapan dengan tamu yang sama sekali nggak gue harapkan kehadiran. Gue mengeluarkan napas panjang, melipat tangan di depan dadaa sambil bersandar di kusen pintu.
Tatapan gue mengarah ke depan, sedikit mendongak ke atas karena tamu yang berdiri dihadapan gue ini mempunyai postur tubuh yang tinggi.
Berdehem singkat, gue pun berkata, mengawali pembuatan. "Pagi-pagi gini ngapain ke sini?" tanya gue langsung, to the point. Nggak ada gunanya pakai basa-basi. Kelamaan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey-shit!
Teen FictionGimana gue nggak kesel coba? Ditengah sibuk-sibuknya ngurus tugas dari Dosen yang rasanya bikin kepala mau pecah, dengan kejamnya mama mau ngejodohin gue! Ya ampun, wisuda aja belum, ini malah disuruh nikah. Mama emang ada-ada aja kelakuannya. Kalo...