PANDU POV
"Anak ibu cuma demam biasa, ibu nggak perlu terlalu panik berlebihan, ya? Insya Allah dalam waktu dekat demamnya bakal turun, terus putra ibu akan aktif bermain seperti biasanya."
Raut wajah wanita yang sebelumnya nampak khawatir dihadapanku ini langsung berubah menjadi senyuman lega ketika aku menenangkan bahwa anaknya yang berumur empat tahun itu tidak mengidap penyakit serius.
Ibu dari anak tersebut nampak mengembangkan senyumannya, berulang kali dia mencium dan mengelus kepala putra kecilnya yang berada di pangkuannya tersebut. Aku ikut menyunggingkan senyum kala melihat adegan tersebut. Tiba-tiba saja, entah dari mana pikirin ini masuk ke dalam otakku, aku membayangkan jika aku sendiri menjadi seorang ayah, sedangkan Ayana yang menjadi ibu dari anak-anakku.
Lamunanku tiba-tiba terpecah begitu saja ketika wanita yang duduk di hadapanku ini menyeletuk.
"Makasih dokter, saya memang khawatir banget. Nggak biasanya anak saya panasnya tinggi banget seperti ini."
"Sama-sama bu," aku membalasnya disertai senyuman sekilas. Kemudian aku memutar kursi, menatap Tiara yang berdiri di sampingku."Sus, tolong buatkan resepnya ya?"
"Baik Dok," balas Tiara, menurut ucapanku. Setelah itu, Tiara menuliskan resep di kertas, setelah selesai dia menyerahkannya kepadaku yang aku sambut dengan baik berserta ucapan terima kasih ringan.
Aku membacanya sekilas, barangkali ada yang salah. Atau mungkin kurangnya resep. Hanya untuk antisipasi saja. Cara kerja Tiara memang tidak perlu diragukan lagi, dia benar-benar telaten dan hati-hati.
"Bu, ini resepnya. Ibu bisa menebusnya di depan," kataku sambil menyerahkan secarik kertas ke hadapan ibu-ibu yang duduk di depanku.
"Depan yang mana dokter?"
Aku memutar tubuh menghadap ke arah Tiara lagi, ibu ini pasti baru pertama kali ke sini. "Sus, bisa anterin ibunya ke depan?"
Tiara segera mengangguk patuh, "baik dok," ucapnya. "Yuk ibu, saya anterin ke depan."
Sepeninggal Tiara yang mengantar ibu-ibu tadi, aku kembali membuka catatan pasien yang datang hari ini. Masih ada dua belas antrian lagi yang menunggu di periksa. Aku membuang napas dengan panjang. Hari ini akan menjadi hari yang melelahkan.
Pukul tiga sore, akhirnya semua pekerjaan untuk memeriksa anak-anak yang sakit sudah selesai. Ini lebih cepat dari yang aku bayangkan. Padahal, pasien yang datang hari ini lebih banyak dari hari kemarin. Namun, seenggaknya aku sedikit lega sekaligus merasa senang. Anak-anak hari ini banyak yang nggak rewel mau diperiksa, memudahkanku untuk segara melakukan apa yang seharusnya memang aku lakukan. Memang ada beberapa yang menangis, takut, dan bahkan minta keluar dari ruangan sebelum aku periksa sama sekali. Semua itu wajar, aku sendiripun pasti dulu seperti mereka, anak-anak itu, yang rewel kalau sedang sakit.
"Suster, ini beneran udah nggak ada pasien lagi?" Dibuku catatan, memang sudah tidak ada pasien lain yang perlu aku periksa, tapi aku harus menanyakannya kepada Tiara. Lagi-lagi hanya memastikan bahwa sekarang aku sudah free.
"Iya dok, udah selesai kok. Kita bisa lanjut besok lagi," ucapnya, mempertegas ucapanku.
Aku mengangguk, lantas bangkit dari kursi dan melepas jas putih yang melekat di tubuhku, kemudian aku menyimpannya di sandaran kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey-shit!
Teen FictionGimana gue nggak kesel coba? Ditengah sibuk-sibuknya ngurus tugas dari Dosen yang rasanya bikin kepala mau pecah, dengan kejamnya mama mau ngejodohin gue! Ya ampun, wisuda aja belum, ini malah disuruh nikah. Mama emang ada-ada aja kelakuannya. Kalo...