AYANA POV
Sambil mengunyah bakso ke dalam mulut, gue terus menatap ke depan, tepatnya mengarah ke wajah Cantika. Dengan harap-harap cemas gue menunggu sahabat gue ini ngomong sesuatu. Sesuatu yang bakal bikin gue bahagia, tersenyum lebar, kalau perlu sekalipun gue bakal joget-joget nggak jelas.
Menunggu jawaban dari Cantika, gue berasa seperti menunggu hasil nilai ujian. Gue degdegan parah. Raut wajah Cantika juga nggak bisa gue baca. Mencoba untuk tenang, gue pun akhirnya mengambil minuman dan menenggaknya.
"Gimana Can? Mau kan buat seminggu ke depan lo tinggal sama gue?" tanya gue sekali lagi, hanya sekadar memastikan kalau Cantika ingat kalo gue pernah bertanya ini beberapa detik yang lalu.
Cantika masih belum memberikan gue jawaban, dia diam dan menatap gue datar. Mulutnya penuh dengan mie ayam yang berhasil gue sogok. Semoga dengan itu, Cantika mau berbaik hati dengan gue.
"Itu nggak pasti sih Can, bisa kurang dari seminggu. Atau mungkin lebih dari itu. I don't know, semua tergantung pada kesehatan nenek gue nanti," lanjut gue.
"Biar gue tebak dulu." Bukannya menjawab pertanyaan gue, Cantika malah ngomong yang lain. Gue tersenyum masam. Oke, gue harus bersabar agar Cantika bisa dibujuk. Kalo gue marah, bisa-bisa dia malah nggak mau tinggal sama gue. Bener, kan?
"Apaan Can?"
Cantika menukas kemudian. "Lo pasti takut kan tinggal sendiri di rumah lo itu, bener tebakan gue?"
Gue meringis pelan, kemudian mengangguk. "Ya gitu deh Can pokoknya. Jadi mau ya lo tinggal di rumah gue? Please ...." Gue memohon sambil menangkupkan tangan, disusul oleh mata gue yang terpejam rapat. Semoga Cantika mau berbaik hati sama gue.
Cantika berdecak pelan. "Harusnya setaan yang takut sama lo, bukan sebaliknya Na."
"Tapi gue beneran takut, gimana dong Can? Gue nggak mau sendirian di rumah. Lo mau ya tinggal bareng gue. Bakal seru juga loh nanti, kita bisa bereksperimen di dapur, masak apapun yang kita suka. Nonton film atau maraton drama Korea, karaokean dan joget-joget nggak jelas, maskeran bareng, terus apa lagi ya?"
"Saling curhat dan berbagi masalah sampai ketiduran bareng," sambung Cantika.
Senyuman gue langsung merekah. Gue menjentikkan jari, "nah itu dia! Jadi jawaban Lo gimana Can?" Seratus persen gue percaya kalau Cantika mau pindah nemenin gue. Semoga saja jawaban yang Cantika berikan nggak mengecewakan gue.
"Kayaknya seru sih Na," sahut Cantika sambil menganggukkan kepalanya. "Oke deh gue setuju."
Mata gue mengerjap. Senyuman lagi-lagi menghiasi bibir gue. "Serius Can? Lo mau beneran nemenin gue?"
Cantika mengangguk. "Iya, gue bakal tinggal di rumah lo itu. Puas sekarang sama jawaban gue?"
Nah kan! Tebakan gue bener kalo Cantika bakal mau. Yes! Akhirnya gue nggak perlu tinggal sama Pandu. Cantika sudah setuju. Perasaan gue jadi lega bukan main.
"Puas banget Can, makasih banyak loh ini. Gue seneng banget lo setuju sama permintaan gue. Emang ya, lo ini sahabat gue satu-satunya yang paling pengertian."
"Biasa aja kali, sama kayak siapa aja lo. Gue orangnya simpel Na, kalo orang lain baik sama gue, gue nggak tanggung-tanggung bakal memberikan sesuatu yang lebih baik lagi sama orang itu. Kayak lo ini contohnya, selama ini lo baik banget sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey-shit!
Teen FictionGimana gue nggak kesel coba? Ditengah sibuk-sibuknya ngurus tugas dari Dosen yang rasanya bikin kepala mau pecah, dengan kejamnya mama mau ngejodohin gue! Ya ampun, wisuda aja belum, ini malah disuruh nikah. Mama emang ada-ada aja kelakuannya. Kalo...