Chapter # 66

736 124 96
                                    




“Crumbled”
🖼









Dalam kesibukan hari, musim pun berganti. Dedaunan kering yang tadinya bergelung tertiup angin, kini berdiam membeku di bawah siraman hujan. Cahaya matahari tetap ada, namun tidak lagi membawa hangatnya.


Bagi beberapa orang, musim dingin membawa arti tentang kesedihan. Sebagian lainnya menganggap kalau musim dingin adalah saat dimana keajaiban bisa saja terjadi di dalam sebuah permintaan.


Lalu,


Bagaimana arti musim dingin bagi seorang Lee Jisung?


Well, musim dingin bagi si sulung Lee adalah saat di mana ia harus melawan dahsyatnya keinginan untuk tetap bergelung di dalam selimut meskipun pagi sudah menyapa dengan lembut.


Seperti pagi ini,


Manik rubahnya masih terpejam kala ia mendengar suara nyanyian fals yang terus menggema di telinga. Seingatnya, ia menyetel alarm dengan nada default, bukan sebuah lagu yang sumbang.


Tangannya menggapai di udara, mencoba meraih ponselnya yang ia letakkan di bedside table semalam, tetap dengan mata yang terpejam.


Yuuuu~ ireooonnaaa~ ireooonnaaa~ cikiciww~ ireoonaaa~”


Jisung menggeram rendah, ia masih belum bisa mengerti dari mana suara nyanyian sumbang itu berasal, sampai tangannya menempel pada sebuah benda berbentuk bundar yang kenyal. Ia menekan benda itu sejenak, lalu—


“Whoa—ish!”


Maniknya terbelalak lebar, disusul oleh pekikan tertahan saat ia menyadari 'benda' apa yang sedang ia pegang sedari tadi.


“Ehehehe...”


Jisung menggeram rendah, perlahan ia bangun lalu duduk sembari mengacak surainya. Nafasnya terhela panjang,


“Ndut ....”


Yang dipanggil menyeringai lebar. “Neeenggg~”


“Harus?”


Jina mengangguk. “Disuruh Appa~”


“Hhh...”


Iya, benda bulat yang dipegang Jisung tadi adalah pipi bundar Jina. Dan suara nyanyian sumbang itu juga berasal dari si Kelinci Bantet yang mendapat tugas membangunkan Oppa-nya pagi ini.

CHASING MEMORIES || NOMIN || MEMORIES SAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang